Your Mine

2197 Words
Merasa tidak ada tanda-tanda dari Farell yang masuk kedalam kamar, Adelia mengambil kesempatan itu untuk mengitari tempat yang akan menjadi ruangan pribadinya bersama pemuda itu meskipun dia berkata akan tidur diluar. Sambungan teleponnya sudah diputus oleh Reca dari sebrang sana. Menurutnya gadis itu sedang berada dalam kondisi yang sama sibuknya. Jadi dia mafhum dan akan membiarkan Reca dengan waktu berharganya. Langkah Adelia tertarik pada sebuah meja yang bersambung dengan lemari pakaian. Di meja tersebut terdapat sebuah figura yang diposisikan secara terbalik. Adelia yang penasaran lantas membalik posisi figura yang dia temukan dan menatapnya agak lama. Lebih ke meneliti sebetulnya. Disana terdapat potret tiga remaja dengan satu orang menggedong bayi. Adelia teringat dengan sosok ayah mertuanya, dan kemudian dia mengambil sebuah kesimpulan bahwa pria yang membawa bayi adalah ayah mertuanya, bayi itu adalah Farell, dan sisa deretan pemuda tampan yang tersenyum ceria di foto itu adalah om nya. Adelia terpukau. Sejauh dia menyelami keluarga suaminya dia tidak menemukan adanya sosok yang standart. Yang dia temui hanyalah kumpulan manusia good looking yang luar biasa yang membuat dirinya berdebar-debar. “Manis sekali kau,” celetuk Adelia sambil menyentuh foto bayi pada figura tersebut. “…” “Loh?” “Memujinya nanti saja.” Kata Farell yang rupanya berdiri diambang pintu. “Cepat mandi dan turun kebawah, Ibu bilang kau harus ikut makan siang bersama kami,” celotehnya lagi. Untuk sesaat Adelia tertegun lantaran belum siap dipergoki seperti ini. makanya sebelum pria itu berkata-kata lebih banyak, Dia langsung mengunci diri di kamar mandi dan menyalakan air shower. Dia tidak mengerti mengapa dia harus merasa malu untuk sesuatu seperti itu. bukankah hal yang wajar untuk memberi sebuah pujian? Memang wajar. Tapi Adelia tidak siap untuk dikagetkan seperti tadi oleh pria itu. Farell menjadi pihak yang dirugikan sekarang. Sejak Ibunya dengan santai mengakui Adelia bahkan sepertinya terlanjur tertarik dengan perempuan itu. saat itu pula wejangan panjang lebar darinya tak kunjung habis. Meminta bantuan sang ayah juga rasanya sia sia karena beliau malah ikut sama bawelnya dengan sang bunda alih-alih membelanya. Mengenai cara memperlakukan perempuan, etika-etika yang baik dan benar dalam berumah tangga. Farell benar-benar tidak mengerti mengapa ibu dan ayahnya bisa dengan mudah menerima perempuan asing dirumah mereka tanpa introgasi sedikitpun. Mereka justru terlihat bahagia seolah Farell melakukan hal baik untuk pertama kalinya dalam hidup. Dia mengakui bahwa sebelumnya dia tidak pernah serius terhadap wanita manapun dan hanya mempermainkan mereka saja. tapi Farell tidak menyangka bahwa kehadiran seorang Adelia dirumahnya justru akan disambut baik seolah wanita itu adalah seorang malaikat yang memang pantas untuk mendapatkan sambutan. “Suruh istrimu kebawah. Kita harus makan siang bersama dan berkenalan lebih jauh,” kata Ibunya semangat. Kudapan yang lebih dari mewah sudah tertata dimeja makan mereka. Ibunya benar-benar serius menganggap Adelia sebagai menantunya. “Dia sedang istirahat, biarkan saja dia,” ujar Farell lebih memilih berbaring diatas sofa sambil memainkan ponselnya. “Bawa dia turun. SEKARANG!” ujar ibunya dengan suara yang tinggi. Memperlihatkans seberapa seriusnya dia menyuruh sang putra untuk membawa menantunya turun dan makan siang bersama. Dengan sedikit terpaksa, Farell lalu beranjak dan naik ke lantai dua. Dan disaat dia membuka pintu gadis itu sedang berdiri sambil menatap potret lamanya. Dari samping Farell bisa melihat bahwa gadis itu tersenyum sambil menyentuh figura itu dengan lembut. “Memujinya nanti saja.” Kata Farell yang akhirnya tersadar bahwa tugasnya disini bukanlah untuk melihat gadis itu melainkan untuk menjemputnya. “Cepat mandi dan turun kebawah, Ibu bilang kau harus ikut makan siang bersama kami,” imbuhnya lagi. Dia tidak mengira kata-kata miliknya cukup ampuh sebab gadis itu langsung berlari ke kamar mandi sambil menyalakan shower. Farell tanpa sadar tersenyum. Dia tidak mengira dibalik ketidaktahu maluan istrinya tersimpan sisi yang cukup menggemaskan seperti ini. karena itulah dia memutuskan untuk diam di tempat menunggu istrinya selesai dengan urusannya didalam sana. Sekitar dua puluh menitan, perempuan itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang terlilit ditubuhnya. Aroma shampoo dan sabun miliknya menguar dari tubuh Adelia. Anehnya dia tidak mengira bahwa mencium aroma pribadi yang biasa menyelimuti tubuhnya kini juga dapat dia baui dari perempuan ini. Tiba-tiba saja wajahnya memanas. “Kenapa disini?” ujar perempuan itu. Suaranya sedikit melengking ekspresinya juga cukup kaget dia menutupi tubuhnya yang sudah tertutup selembar handuk. Melihatnya seperti itu membuat Farell jadi ingin menggodanya sedikit. Dia mengabaikan pikirannya sendiri dan memulai skenario balasan untuk istrinya. “Memangnya tidak boleh seorang suami menunggu istrinya mandi?” “Bukan begitu, tapi… aku harus mengganti bajuku,” ujarnya dengan suara yang mengecil. Farell pikir Adelia akan marah atau mengamuk, tapi respon darinya yang seperti ini malah membuat keinginannya untuk menggoda semakin tinggi. “Ganti saja disini, lagipula aku kita sudah suami istri sekarang,” ujar Farell santai. Rasanya asyik juga menggodanya seperti ini. Dia terlihat gelisah. Tapi kemudian dia melakukannya. Farell tidak mengira bahwa Adelia akan benar-benar menurutinya. Perempuan itu melucuti dirinya sendiri. Aneh… meskipun sebetulnya dia tidak keberatan sama sekali. Adegan itu bagaikan sebuah film sensual yang terputar secara lambat di dalam pikirannya. Bagiamana kain yang menutupi tubuh Adelia jatuh, bagaimana cara perempuan itu berpakaian membuat Farell tanpa sadar memikirkan hal yang lumayan erotis dikepalanya. Apa ini? niatnya dia hanya ingin menggoda Adelia saja. siapa sangka perempuan itu justru malah menggodanya balik? Sesekali dia mengerling nakal kearahnya. Farell salah memilih lawan. Dia sudah sering bertemu wanita tipe seperti ini sebelumnya, tapi mengapa dia memiliki anggapan berbeda terhadap Adelia. “Kau sengaja menggodaku?” Farell berucap dengan suara yang sedikit berat. Dia gerah. Ini tentu saja bukan hanya sekadar gerah biasa, apalagi ilusi semata. Sebab apa yang kini dia rasakan adalah Adelia telah menyalakan pematik gairah didalam benaknya. Sialan! “Bukannya tidak masalah?” ujar Adelia biasa. Perempuan itu sudah berpakaian sekarang. Tapi tentu saja pakaian yang dia pakai tidak kalah meresahkan. Hotpants yang di padupadankan dengan kaos oblong milik Farell yang kebesaran ditubuhnya membuatnya sekilas seperti tidak memakai celana dibalik pakaiannya. Apa benar Farell bisa tetap waras menghadapi perempuan seperti ini selama sisa waktu hidupnya? “Jangan bilang kalau kau menyukainya?” canda Adelia. “Ya, aku suka. Dan kau membuat sesuatu dibawah sini jadi mengeras. Ini semua salahmu!” ujar Farell spontan dan kini giliran Adelia yang membatu. “Kalau begitu kau urus sendiri barangmu! Kenapa pula kau mudah terhasut? Apa di otakmu pikirannya kotor selalu?” “Tapi caramu mengenakan pakaian juga tidak lazim! Kau pikir normal mengganti pakaian didepan pria sambil mengerling nakal?” “Kapan aku mengerling padamu? Itu hanya imajinasimu dasar m***m!” Dan sekali lagi terjadi perang yang entah keberapa. Kemeriahan dirumah ini semakin bertambah karena Adelia. Kenapa pula dia malah kemari dan merecoki hidupnya? *** “Oy Daiki ada apa? Wajahmu ditekuk sedalam itu,” panggil manager toko tempat dia bekerja sambilan. Yang dipanggil cuma menoleh. Lalu menarik napas berat yang seperti dipenuhi oleh banyak beban hidup. Orang yang bertanya sepertinya sudah paham betul apa yang terjadi pada si karyawan rajinnya. Kejadian seperti ini terjadi sejak Reca resign dari tokonya dan kemudian memutus kontak dengan siapapun. Terkadang perempuan itu hatinya memang sulit ditebak dan sangat dingin. Si manager toko bahkan merasa heran bagaiamna Daiki bisa bertahan dan tertarik dengan Reca yang secara keseluruhan sepertinya tidak begitu tertarik menjalin hubungan. “Hari ini kau sudah ketemu dengan Reca?” tanya sang manager toko. Daiki menggelengkan kepala. Lalu kembali menatap ponselnya sendiri. Dari tempatnya berdiri si manager toko bisa melihat berapa banyak usaha yang pria itu sudah coba lakoni untuk menghubungi. Dan sepertinya hasilnya sudah jelas dan pasti bahwa Reca menghilang begitu saja tanpa bisa di kontak. “Belum, jangankan bertemua mau membalas chat atau menerima telpon dariku saja dia tidak mau,” ujar Daiki. Sepertinya pria itu sudah cukup merasa kelelehan secara mental setelah berhubungan dengan Reca. “Sudah coba ke apartmentnya?” “Nyonya Rebeca bilang Reca sudah pindah.” “Kau tanya kemana?” “Nyonya Rebeca enggan bilang. Sepertinya Reca berpesan padanya untuk tidak memberitahuku,” “Ya ampun. Kali ini apa yang membuat dia begitu marah padamu?” “Mungkin karena aku terlalu mengontrolnya lewat pesan singkat sampai telepon. Aku juga kerap membatasi dia melakukan apapun karena aku khawatir padanya. Aku ingin dia berbagi cerita denganku dan mengatasinya bersama tapi bukannya begitu dia malah makin menutup diri dan menjauh dariku. Sampai dia keluar dari toko untuk membuat jarak dariku,” sang manager toko Cuma bisa menghela napas. Kondisi hubungan mereka sejak awal memang tidak terlihat seimbang. Reca yang pasif dan Daiki yang terlalu aktif hingga terlalu mendominasi sepertinya menjadi petaka yang membuat Reca merasa perlu mengakhiri drama ini dengan memilih pergi. Perempuan yang enggan berbasa-basi seperti Reca mungkin lebih suka melakukan cara ini ketimbang harus bicara langsung dan membuat perseteruan diantara dia dan Daiki semakin tidak terkendali. “Mau minum denganku selepas kerja? Kurasa kau butuh hiburan.” Daiki tersenyum sebentar, manager toko memang selalu perhatian padanya dan seluruh karyawan yang ada ditempat ini. Ajakan yang dia tawarkan tidak terlalu buruk untuk disetujui. Karena itu Daiki rasa tidak ada salahnya kalau dia mengikuti ide itu. sebenarnya Daiki bukan tipikal pria seperti itu, hanya saja kondisinya saat ini tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Dia memang membutuhkan waktu untuk menutupi rasa kopong dihatinya. “Ide bagus. Aku akan ikut denganmu, terimakasih sudah perhatian denganku,” Terhitung dua pekan sejak Reca berhenti menghubunginya. Dan sampai saat ini Daiki belum tahu apa yang membuat pacarnya itu menghilang tanpa alasan. Apakah karena dirinya atau hal lain. Tapi yang pasti dia perlu menjernihkan pikirannya dulu. Ponselnya dia kembalikan ke sakunya. Menyetel ponselnya dalam mode getar dan dering. Daiki berharap Reca akan menghubungi hari ini. karena itu dia waspada dan membuat ponselnya selalu terjaga dua puluh empat jam sejak dua pekan yang lalu. *** Acara makan siang berakhir dengan tawa, Adelia sudah banyak bercerita mengenai hidupnya dan semua cerita itu didengarkan dengan sangat antusias oleh sang ibu mertua. Mereka tertawa sepanjang cerita itu mengalir. Sampai kemudian ketika Farell dan juga ayahnya menyingkir dan memberi mereka waktu lebih banyak untuk berceloteh. Tiba-tiba saja Ibu mertuanya lebih mendekat padanya. Dia mengeluarkan sebuah kotak yang  Adelia pikir adalah sebuah kotak berisi permin melihat dari bungkusnya. “Ini untukmu Adelia,” ujar Ibu mertuanya. “Aku rasa kau butuh ini untuk efisiensi, maksudku kau bilang belum lulus kuliah bukan? Jadi gunakan ini pada Farell agar kau tetap aman sampai lulus nanti,” tambahnya lagi. Adelia yang tidak mengerti atas penjelasan ibu mertuanya lalu membuka bungkus benda itu. mengeluarkannya tanpa dosa sambil mengibas-ngibaskannya diudara. Tatap matanya terlihat begitu polos ketika menyentuh bend aitu. “Apa ini? balon?”tanya Adelia polos. Suaranya yang keras membuat Farell dan ayahnya melirik. Farell sedikit panik, tapi Ayahnya justru malah tertawa mendapati kepolosan menantunya. Farell yang sadar apa yang sedang istrinya pegang langsung mengajaknya menjaga jarak dengan kedua orangtuanya. “Farell… “ panggilnya dengan posisi tangan masih memegang benda itu diudara dan memperlihatkannya secara seksama pada suaminya. “Sebenarnya untuk apa ibumu memberiku benda ini? dia ingin aku meniupnya?” Farell yang agak jengkel karena istrinya terlalu naif hanya bisa menepuk jidatnya. Kenapa rasanya sulit sekali berurusan dengan Adelia. Kenapa pula perempuan ini selalu bertindak dan bertingkah diluar ekspektasinya? Dia selalu saja tidak bisa ditebak. “Arghh.. sebenarnya ada apa denganmu? Aku bahkan bukan yang pertama untukmu tapi kau bahkan tidak tahu apa itu?” teriaknya agak kesal pada istrinya yang masih menatap dirinya dengan kedip kedip tak berdosa. “Sepertinya kau tidak terlalu senang aku menerima benda ini,” dia berujar dengan sangat serius seperti seseorang yang mengujarkan sebuah kesimpulan akhir. Lalu tiba-tiba dia mengubah ekspresi wajahnya menjadi cengiran yang lebar. “Hei Farell, apa ini artinya kau lebih suka kalau tidak memakainya?” “…” Farell kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan istrinya. Sebenarnya mengapa pula playboy macam dirinya harus tersipu hanya karena mendengar celetukan asal dari perempuan yang pengalaman nya tidur bersama laki-laki ini patut dipertanyakan. Farell langsung mendorong bahu Adelia untuk membuat jarak diantara mereka. Lalu melarikan diri dari Adelia sebisa mungkin. Fakta bahwa Adelia membuat dia mengalami penuaan dini sepertinya benar-benar akan terjadi. Dan Farell benci untuk menjadi tua sebelum waktunya. Sebenarnya ketika melihat ekspresi wajah Farell yang berubah, Adelia paham untuk apa fungsi benda ini. Tapi melihat reaksi Farell yang terlalu menarik membuat dia jadi ketagihan untuk menggodanya. Bahkan saat Farell meninggalkannya begitu saja. Adelia sempat berpikir untuk mengejar dia dan kembali menggodanya lagi. Sampai kemudian dia merasa bahwa godaannya harus dia akhiri sementara untuk cukup sampai disini. Ada banyak pertimbangan. Pertama wajahnya saja sekarang kesulitan untuk dia dapat kontrol, dan alasan yang paling membuatnya berpikir untuk mengakhiri ini adalah dia tidak ingin Farell menjaga jarak darinya atau malah jadi takut padanya. Lagipula Adelia rasa masih ada banyak waktu yang tersisa untuk melakukannya lain kali. Sebab masih ada waktu seumur hidup baginya. Dan Adelia optimis akan tetap bersama dengan Farell menghabiskan sisa umurnya. Karena ini pengalaman pertamanya terikat dengan laki-laki. Maka Adelia bersumpah untuk membuat suaminya juga tidak bisa melirik perempuan lain selain dirinya. Dan bila ada yang mendekatinya maka Adelia akan menghempasnya jauh-jauh. Adelia tidak akan membiarkan suaminya yang memang seorang playboy berani untuk selingkuh. Tak peduli segila apa dia terhadap wanita, sekarang Farell adalah miliknya. Adelia melirik kearah lantai dua, dimana keberadaan suaminya paling mungkin ada. Berikrar dalam hatinya bahwa mulai sekarang Farell adalah miliknya dan dia adalah milik Farell. Titik.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD