Perceraian

1161 Words
"Cukup Nyonya Alesandro. Selama ini saya diam karena saya menghargai Anda sebagai mertua saya. Tapi, setelah malam ini saya hanya akan menganggap Anda sebagai wanita tua yang sombong dan tidak memiliki hati. Anda tidak perlu memberi saya uang. Sebelum bertemu dengan putra Anda saya juga bisa makan dan memiliki tempat tinggal." Elara melangkah pergi dari rumah itu. Tidak ada benda mewah apapun yang melekat di tubuhnya karena memang Ny. Alesandro datang ketika ia ingin tidur. Semua perhiasan dilepas dan sudah diletakkan di tempatnya. Hanya baju piyama dan sendal jepit yang kini melekat di tubuhnya. Beberapa pelayan dan pengawal yang bekerja di rumah mewah itu hanya bisa memandang sedih terhadap nasip Elara. Namun, apa yang bisa mereka lakukan? Mereka juga hanya pekerja di rumah mewah itu. Salah sedikit mungkin mereka juga akan di tendang dari sana. "Nona, saya akan antarkan Anda pergi ke tempat yang ingin Anda tuju." Supir yang biasa mengantarkan Elara terlihat sedih. Ia membuka pintu penumpang dan memandang wajah Elara. "Terima kasih, Pak. Tapi, saya tidak mau berhubungan dengan keluarga Alesandro lagi. Saya akan pergi dengan kaki yang saya punya. Jangan khawatirkan saya. Saya bisa menjaga diri saya dengan baik." "Tapi, Nona … langit sangat gelap dan angin juga kencang. Sepertinya akan turun hujan beberapa saat lagi. Berbahaya bagi wanita seperti Anda berkeliaran sendiri di luar sana. Akhir-akhir ini saya dengar sedang maraknya kasus pembunuhan dan penculikan. Saya tidak mau Nona berada dalam bahaya." "Saya bisa menjaga diri saya sendiri, Pak. Selamat tinggal." Elara melanjutkan langkah kakinya. Sesekali air mata menetes membasahi pipi. Namun Elara tetap saja berusaha kuat dan menghapus tetes air mata tersebut. Ia tidak mau terjebak terlalu lama di dalam lingkaran keluarga jahat seperti keluarga Alesandro.  "Aku pasti bisa bangkit. Aku akan buktikan kepada mereka walau tanpa bantuan mereka hidupku akan baik-baik saja. Ya, aku harus kuat. Aku tidak boleh menangis lagi."  Elara berjalan lebih cepat lagi. Ia ingin pergi sejauh mungkin dari lingkungan keluarga Alesandro. Walau lelah tapi tidak lagi terasa. Elara bertekad kalau dirinya bisa tetap hidup tanpa bantuan keluarga Alesandro. *** Sudah berjam-jam Elara berjalan. Seperti apa yang dikatakan supir sebelumnya. Hujan turun dengan deras hingga membasahi tubuh Elara yang mungil. Dengan tubuh mengigil, Elara berusaha mencari tempat untuk berteduh. Sialnya lokasi yang ia lewati adalah pepohonan yang menjadi taman kota. Tidak ada halte atau bangunan apapun yang bisa ia gunakan untuk berteduh. "Dingin sekali. Di mana ini?" Elara seperti amnesia. Ia tidak lagi mengingat tempatnya berada saat ini. Padahal jalanan itu sering ia lewati. Bahkan setiap hari. Hingga tiba-tiba saja tanpa ia sadari, ada jejak kaki yang mengikutinya dari belakang. Elara yang mulai merasa pusing mulai tidak bisa menguasai pandangannya. Hujan deras menutup pemandangan yang ada di depan. Pria di belakang mengeluarkan kain untuk membekap mulut Elara agar tidak berteriak. Namun belum sempat ia menyentuh tubuh Elara, Elara sudah terjatuh lebih dulu. Tubuhnya benar-benar lemas karena terlalu lama berada di bawah hujan yang deras. "Nona, bangunlah!" ujar pria itu untuk memastikan Elara benar-benar pingsan. Namun, Elara tidak memberikan respon apapun, hingga membuat pria itu tersenyum jahat. "Wajahnya cantik. Semoga saja Tuan Luca tidak menolaknya. Dalam keadaan seperti ini sangat sulit mencari wanita yang sesuai dengan selera Tuan Luca."  Tanpa pikir panjang pria berjaket hitam itu membawa Elara menuju ke mobil. Rencana jahat telah tersusun rapi di dalam kepalanya. *** Mobil sedan berwarna hitam berhenti di sebuah hotel bintang 3. Seorang pria turun dan berjalan dengan tergesa-gesa. Sesekali ia merapikan jas yang sudah berantakan. Seorang pria dengan setia mengikutinya dari belakang. Langkah mereka terlihat sangat cepat seperti waktu yang mereka miliki akan segera habis. Pria itu adalah CEO sekaligus Bos Mafia dari Geng The Hawk. Pria berbadan tinggi dengan kulit yang kekar. Bola matanya biru. Tatapannya sangat tajam namun bisa berubah lembut ketika suasana hatinya tenang. Malam ini karena satu kesalahan ia gagal menyelesaikan misi yang ia buat. Bahkan berakhir dengan tubuh yang tersiksa. "Di mana dia?" ketus Luca dengan napas yang memburu cepat. "Ada di lantai 10, Tuan. Nomor 299." Pria itu memberikan kunci kamar hotel kepada Luca. Tanpa pikir panjang, Luca berjalan ke arah lift. Tubuhnya sangat panas dan tidak tertahankan lagi. Ia butuh kehangatan yang bisa membuat bagian tubuhnya bisa tenang kembali. Ting. Terbukanya pintu lift membuat sorot pandang Luca tertuju pada kamar bertuliskan nomor 299. Bibirnya tersenyum tipis ketika membuka pintu tersebut. Langkahnya tenang hingga tidak menyisakan suara jejak sepatu. Elara yang sudah berbaring dengan pakaian tipis membuat Luca semakin tidak sabar. Pria itu duduk di pinggiran tempat tidur dan memandang wajah Elara dengan saksama. "Lumayan." Tanpa banyak kata Luca membuka seluruh pakaiannya. Ia sudah tidak sabar untuk memiliki wanita yang kini telah disediakan untuknya. Walau awalnya Luca kesal karena bawahannya menyediakan wanita yang sudah tidak perawan lagi. Tapi, wajah cantik Elara membuat candu tersendiri bagi Luca. Pria itu menghabiskan malam panjangnya dengan Elara hingga obat yang ada di dalam tubuhnya hilang. Tidak peduli ketika wanita yang di bawahnya terbangun dan terlihat memberontak. "Siapa kau?" Elara berusaha mendorong tubuh pria di atasnya. Namun, dia sendiri sudah di suntikan obat. Elara tidak bisa mengenali wajah pria yang kini menodainya. Ia hanya bisa merasakan hangatnya tubuh pria tersebut. "Kau sungguh menarik, Nona. Buka matamu dan pandang wajahku." Elara yang memang sudah kelelahan lagi-lagi harus memejamkan matanya. Bahkan ia sempat berpikir kalau kini ia sedang bermimpi buruk saja. "Dasar wanita payah! Apa seperti ini caranya melayani pelanggan!" Luca terus saja menggerakkan tubuhnya. Ia sama sekali tidak memiliki hati terhadap wanita yang kini bersamanya. Selama ini ia tidak pernah kesulitan mencari wanita yang rela menjadi teman tidurnya.  Namun, ketika ia berada di kota ini Luca merasa kebingungan. Seharusnya ia datang ke sini untuk menghancurkan hidup sebuah keluarga kaya. Tapi, belum sempat rencananya terlaksana, ia sudah terjebak lebih dulu. Masuknya obat di dalam tubuh Luca membuatnya membutuhkan kehangatan. Hingga akhirnya, rencana utamanya untuk menghancurkan sebuah keluarga hilang begitu saja. "Kau benar-benar membuatku gila!" Luca beranjak dari tempat tidur. Ia melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Meninggalkan Elara yang hanya tertutup selimut tanpa busana.  *** "Berikan ini kepadanya." Luca memberikan setumpuk uang kepada pria di hadapannya. Uang itu untuk diberikan kepada Elara yang kini masih berbaring di atas ranjang. "Baik, Tuan." "Dan ini untukmu." Luca memberikan segepok uang kepada pria yang sudah menolongnya.  "Terima kasih, Tuan. Apa Anda mau saya antar?"  "Tidak perlu. Katakan saja kepadanya kalau saya sangat puas malam ini." Luca melangkah ke lift. Ia ingin segera ke bandara dan kembali ke negara asalnya. Walau urusannya belum selesai, tapi Luca tidak lagi bersemangat untuk melanjutkan rencananya. Sedangkan pria yang tadi ia berikan uang, hanya tertawa puas melihat uang yang begitu banyak di tangannya. Ia tidak pernah menyangka akan mendapat rejeki nomplok seperti malam ini. "Aku kaya dalam satu malam." Pria itu kembali ingat akan Elara. "Wanita itu aku temukan di jalan. Dia tidak akan tahu siapa yang sudah tidur dengannya dan siapa yang membawanya ke tempat ini. Sebaiknya aku tinggalkan saja dia di sini. Uang ini, adalah milikku." Pria itu juga pergi meninggalkan hotel tanpa menyisakan uang untuk Elara di dalam kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD