11 | Penyusup Penggoda

1167 Words
"Selamat malam semua," sapa Sasi cerita ketika memasuki ruang makan dan menarik kursi untuk ditempati. Bukannya dapat sapaan balik, Yudistira justru terbatuk-batuk dan Liam melongo memandangi Sasi. Sasi paham dengan keduanya, maka dari itu Sasi tersenyum kemudian mengangguk. "Tambah cantik sepertinya. Berarti aku harus sering-sering berpakaian seperti ini saat bekerja." "Jangan, Tante Sasi!" cegah Liam cepat. "Apa jadinya kalau keluar dan dilihat orang-orang nanti? Apalagi saat Tante Sasi mengantarku ke sekolah. Pasti para guru dan para mama temanku akan memandang Tante Sasi aneh dan sinis." Sasi mengibas-ngibaskan tangannya kemudian menaruh fokus pada piring yang saat ini Sasi isi dengan nasi. "Mereka yang melihatku dengan sinis pasti iri. Secara aku cantik, Liam. Tubuhku berisi di tempat yang sesuai. Tidak ada gelambir yang tidak dibutuhkan. Kulit mukaku bersih bebas jerawat dan rambutku hitam dan halus. Jangan lupakan kalau aku selalu wangi." "Liam, boleh Dad minta ambilkan ponsel Dad di kamar," pinta Yudistira tiba-tiba. "Untuk apa? Tidak biasanya Dad meminta hal seperti ini." "Ambilkan saja, pertanyaannya disimpan untuk hal lain." "Ya sudah. Aku ke kamar Dad, ya." Yudistira mengangguk. Dari Liam menggeser kursi sampai menjauh dari meja makan tidak luput dari pandangan Yudistira. Tapi begitu Liam menghilang setelah melewati pintu, Yudistira langsung mengalihkan tatapannya pada Sasi. Tidak ada ekspresi apa pun saat ini di wajah Yudistira kecuali tatapan datar dan sarat akan tuntutan dan ketidaksukaan. "Liam baru enam tahun, Sasi. Jangan membuatnya melihat hal-hal yang tidak pantas umurnya lihat. Saya sudah memperingatkan kamu berkali-kali mengenai masalah ini." Kebetulan sekali Sasi selesai menyuap satu sendok makanannya. Sasi mengunyah lamat-lamat kemudian menelan. Sendok yang masih berada di tangan Sasi segera Sasi arahkan ke mulut, kemudian Sasi menggigitnya sensual. "Aku tidak bermaksud seperti itu, Daddy. Aku berpakaian sesuai keinginanku dan memakai apa saja yang membuatku nyaman." "Lalu bagaimana dengan pakaian yang membuat orang lain nyaman melihatnya? Bukankah itu juga penting?" "Ya, tapi aku tidak peduli." "Kenapa kamu melakukan ini, Sasi?" "Melakukan apa, Daddy?" tanya Sasi balik. Kedua tangan Yudistira bertumpu di atas meja, kemudian Yudistira memejamkan mata dan menarik napas berat. Sasi benar-benar ujian yang berat. "Kenapa kamu ingin menggoda saya?" "Ah, itukah yang kamu tangkap?" Sasi tersenyum lebar lalu memperbaiki posisi duduk agar menegak. Diletakkan Sasi sendoknya kemudian Sasi menatap Yudistira lagi. "Bukan hanya menggoda saja, Daddy, aku juga ingin menaklukkan dan membuatmu jadi milikku." "Keinginan yang konyol!" "Tidak, itu normal. Kamu terlalu menarik untuk dilewatkan, Daddy." "Saya anggap kita tidak membicarakan apa-apa malam ini. Liam sebentar lagi kembali, jangan membahas masalah ini lagi." Yudistira meminum airnya sebentar lalu menatap Sasi. "Jangan bertindak lebih gila, karena itu akan sia-sia. Saya sudah mengingatkanmu, Sasi. Kalau kamu nekat, yang terjadi ke depannya bukan tanggung jawab saya lagi." "Tentu saja. Aku yang akan bertanggung jawab untuk tindakanku sendiri, Daddy. Kita lihat saja nanti," jawab Sasi tersenyum. Ruang makan hening beberapa saat sampai suara Liam yang memecahnya. "Aku kesulitan menemukan ponsel Daddy. Ternyata di dalam lemari walk in closet," gerutu Liam dan kembali duduk di kursinya. "Ini, Dad. Ada beberapa pesan dan aku tidak membaca isi atau siapa nama yang mengirimnya. Aku berani bersumpah." "Dad percaya," angguk Yudistira. Setelah menerima ponsel, Yudistira langsung memasukkannya ke dalam kantong celana. "Selesai makan, ajak Tante Sasi untuk menemanimu belajar. Tidak ada acara menonton televisi hari ini. Tante Sasi sepertinya masuk angin karena pakaiannya terlalu pendek dan terbuka. Dad ingin kau menemani Tante Sasi istirahat." "Oke, Dad, aku mengerti." Sasi yang mendengarnya hanya tertawa dan menggeleng-gelengkan kepala. Sungguh kebohongan yang lucu, Daddy. Lihat saja konsekuensinya nanti. *** Yang dimaksud menemani Liam belajar adalah tidak benar-benar menemani. Sasi justru tengkurap malas-malasan sambil memainkan ponsel, sementara Liam sibuk dengan buku dan alat tulisnya di meja belajar. Hal itu berlangsung selama satu jam. Selanjutnya saat Liam membereskan semua peralatan dan menyimpannya ke dalam sekolah, Sasi mengubah posisi menjadi telentang. Lalu ketika Liam pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci tangan juga kaki, Sasi merubah posisinya lagi jadi memiring. Sasi baru meletakkan ponselnya ketika Liam ikut bergabung di samping Sasi. Membuka selimut kemudian berbaring dengan nyaman. Keduanya saling berhadapan saat ini. "Tante Sasi," panggil Liam pelan. "Aku ingin bercerita tentang satu hariku bersama mom, tapi aku tidak tahu harus menceritakannya pada siapa. Dad pasti tidak ingin mendengarkan." "Kenapa kamu berpikir begitu?" Alis Sasi terangkat sebelah. "Apa daddy-mu begitu membenci mommy-mu?" "Tidak. Aku saja yang merasa tidak nyaman menceritakan. Mereka memang tidak berbicara, tapi mata mereka yang berbicara. Seolah enggan membahas satu sama lain lagi." Disentil Sasi kening Liam. "Tidurlah. Yang kamu bilang tadi persis orang dewasa. Aku tidak menyukainya. Aku lebih suka Liam yang nakal dan pemberontak." "Tapi Dad selalu mengingatkanku untuk menjadi anak pintar dan penurut." "Abaikan permintaan daddy-mu. Dia orang zaman dulu yang kaku dan tidak tahu bagaimana caranya bergaul." Sebelah tangan Sasi terulur untuk. merapikan selimut Liam. "Tidurlah. Kamu sudah mengantuk, Liam." "Selamat malam, Tante Sasi." Sasi tidak menjawab, melainkan memilih menatap Liam yang mulai memejamkan mata. Beberapa saat terlewat sampai yang kuping Sasi tangkap hanyalah dengkuran halus dan napas teratur milik Liam. Perlahan tapi pasti Sasi bangkit dan menyibak selimut. Setelah itu Sasi pergi mengendap-endap dan mematikan lampu sebelum keluar dari kamar Liam. Setelah menutup pintu Sasi barulah teringat kalau ponselnya masih di atas nakas Liam. Tapi bukan mengambil, Sasi justru memilih meneruskan langkahnya menuju kamar. Bukan kamar Sasi, lebih tepatnya kamar Yudistira. Tangan Sasi hinggap di kenop pintu dan memutarnya pelan-pelan. Seketika batin Sasi bersorak kegirangan karena mendapati pintu kamar Yudistira tidak dikunci. Dengan berjinjit Sasi masuk lalu menutup pintu kembali sepelan mungkin. Beberapa detik Sasi habiskan untuk mengamati. Jujur saja ini pertama kalinya Sasi masuk ke kamar Yudistira setelah tiga Minggu lebih bekerja. Cat dinding didominasi warna cokelat kayu manis, dipadukan warna putih s**u sedikit. Pengamatan itu berlanjut pada beberapa pintu yang terlihat lalu berakhir pada ranjang besar yang membentang. Di sana, seorang pria dengan daya tarik luar biasa tengah memejamkan mata. Sasi yang melihatnya nyaris meneteskan air liur, apalagi melihat penampilan Yudistira yang bertelanjang d**a. Dengan berjinjit Sasi mendekati ranjang. Sasi menatap dari atas kepala sampai ujung kaki yang tertutupi selimut. Kemudian dengan senyuman nakal, Sasi menarik selimut dan perlahan-lahan bergabung dengan Yudistira. Sengaja Sasi membuat posisinya lebih rendah, supaya Sasi bisa ndusel-ndusel manja di d**a Yudistira yang telanjang. Terkahir sebelum Sasi ikut memejamkan mata, Sasi mencuri kecupan nakal di d**a Yudistira, lalu berucap, "Selamat malam, Daddy." *** Yudistira bermimpi tidur dengan Sasi. Lalu ketika Yudistira membuka mata, Yudistira langsung terlonjak kaget mendapati wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Sasi. Parahnya posisi mereka benar-benar membuat Yudistira nyaris mengumpat. Saling memeluk satu sama lain dengan Sasi berbantalkan lengan Yudistira. Dengan gerakan tanpa membuat Sasi terbangun, Yudistira melepaskan diri. Tangan Yudistira terkepal otomatis saat merasakan pegal yang luar biasa. Dipandangi Yudistira beberapa saat Sasi yang terlelap nyenyak, kemudian Yudistira mengusap wajahnya beberapa kali sampai memerah. Benar-benar perempuan liar. Ingatkan Yudistira untuk mengunci kamar malam-malam selanjutnya. Karena kalau tidak, Yudistira akan dalam bahaya. Perempuan penggoda ini akan menyelinap masuk lagi dan mengacaukan ketenangan tidur Yudistira. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD