8 | Daddy Kamu Berisik

982 Words
Hari pertannya Sasi bekerja adalah dijemput di rumah sepagi mungkin, kemudian dibawa ke rumah Yudistira. Semalam Sasi dijelaskan jam berapa saja mulai kerjanya, alhasil hari ini Sasi dibawa dalam keadaan tidak mandi dan masih mengantuk. Tugas Sasi dimulai dari membangunkan Liam, yang terbilang cukup mudah. Liam mudah dibanguni juga mudah dimandikan. Ekspektasi Sasi tentang anak-anak akan pembangkan langsung musnah begitu saja. Setelah itu Sasi menyiapkan pakaian sekolah juga merapikan rambut dan memberi Liam parfume anak-anak. “Ke meja makan lebih dulu, aku akan membicarakan sesuatu dengan daddymu,” perintah Sasi setelah selesai. “Kau terbiasa sarapan bukan? Aku akan menyusul nanti setelah mengatakan permasalahanku.” “Oke, Tante Sasi,” sahut Liam semangat. Liam langsung keluar dari kamarnya dengan berlari, sementara Sasi harus merapikan semua yang dipakainya tadi untuk memandikan Liam. Padahal baru hari pertama, tapi Jihan sudah merasa kesal dengan pekerjaannya, pasalnya harus dituntut bangun pagi dan sudah mandi juga rapi sepagi apa pun dijemput. Sasi mengetuk beberapa kali pintu ruangan yang dikatakan sebagai kamar Yudistira. Sambil menunggu dibuka, Sasi langsung berdidekap di depan d**a. Untung penampilan Sasi lumayan layak, menggunakan piyama tangan panjang yang menutupi tubuhnya. Bayangkan dijemput menggunakan tank top dan celana pendek? Apa jadinya dunia ini. “Ada apa?” tanya Yudistira setelah membuka. Yudistira terlihat sedang mengancing lengan kemeja panjangnya dan juga terlihat rapi. “Bagaimana dengan Liam. Apakah dia sudah siap sekarang? Di mana dia?” “Kabar baiknya sudah, kabar buruknya aku ingin berbicara denganmu. Jangan menjemput sepagian ini lagi. mana aku belum mandi, bukankah itu terlihat memalukan? Aku memandikan anakmu tapi aku sendiri bau.” “Seharusnya saya memarahimu, bukan sebaliknya. Sebab kita sudah mengatakan kontrak kerja dan kamu harus mematuhinya,” ujar Yudistira yang baru saja menanggalkan nada formal kata ‘Anda’, diganti dengan ‘kamu’. “Tapi sudahlah, karena ini hari pertama, maka saya akan memaklumimu.” “Jadi, gimana, dong? Masa aku harus ke sekolah Liam dengan pakaian begini, Daddy?” Yudistira melayangkan tatapan protes saat mendengar Sasi memanggilnya daddy. Tapi Sasi tidak peduli dan fokus dengan pertanyaan bagaimana dengan penampilannya yang belum mandi dan hanya mengunakan piyama saja. “Begini, kamu hari ini cukup mengantar sampai mobil, selanjutnya kamu pulang untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah itu kamu ke sekolah Liam lagi untuk menunggunya pulang. Saya membuat petugas kebun menjadi sopir yang nantinya khusus untuk mengantar jemput kalian.” “Oke, terima kasih. Jadi selanjutnya jam kerjaku dimulai seperti ini bukan?” “Iya.” Yudistira mengangguk untuk mempertegas. “Sebaiknya untuk menghindari berbelit-belit, kamu diizinkan untuk menginap dan memakai salah satu kamar tamu. Tapi semua itu tergantung pada keputusanmu.” Senyum Sasi langsung melebar. “Benarkah? Kalau begitu nanti aku perlu menyusun jadwal, bagaimana bagusnya mengatur waktu bekerja dan waktuku menginap di sini. Terima kasih, Daddy.” Untuk kesekian kalinya Yudistira bergidik mendengar panggilan itu. Berbahaya sekali, Yudistira harus memasang pengingat pada dirinya sendiri, kalau Sasikirana Cicilia, nanny anaknya adalah perempuan dengan tingkat rasa bahaya yang tinggi. *** Sasi menguap lebar. Tempat Sasi menunggu adalah mini market biasa, karena selaim mudah kalau Sasi ingin membeli apa pun, Sasi juga bisa menggunakan meja mini market untuk tidur sebentar. Sopir Liam masih di rumah, kalau Sasi telepon barulah si sopir akan menjemput mereka. Di tatap Sasi jam yang ada di pergelangan tangannya kemudian Sasi membawa tatapan ke arah gerbang TK. Terlihat sudah ada beberapa anak TK yang mulai berhamburan keluar, baik yang dijemput atau pun yang menunggu jemputan. Ditengah kerumunan di sana, Sasi melihat Liam berlari-lari kecil untuk menghampiri Sasi. “Tante, aku butuh air mineral. Rasanya haus sekali saat aku di suruh ibu bernyanyi di depan. untung saja bisa dan suaraku lumayan enak di dengar. coba tidak, aku akan malu karena mungkin mereka menertawakanku.” “Nih, ambil,” ujar Sasi menyerahlan uang pecahan dua puluh ribu. “Beli sendiri. aku mau menghubungi sopir untuk menjemput kita.” Liam langsung mengangguk patu kemudian memasuki mini market. Sementara Sasi sendiri sibuk dengan ponsel kemudian menempelkan benda tipis itu ke kupingnya. “Halo, Pak Rasyid. Iya, jemput kami di mini market dekat sekolah Liam.” “Iya, Neng Sasi. tunggu sebentar, ya, Bapak dalam perjalanan menuju sana.” “Oke, Pak terima kasih.” “Sama-sama, Neng.” Panggilan terputus setelah itu. Sasi memasukkan ponselnya ke dalam sling bag kemudian melihat dari balik kaca mini market kalau Liam sedang membayar minumannya kemudian Liam keluar. “Aku membeli jus botolan untuk Tante Sasi. ini,” beri Liam pada Sasi setelah tiba di meja yang Sasi tempati. “Terima kasih,” angguk Sasi sambil tersenyum tipis. “Setelah pulang, apa jadwal kita selanjutnya? Kudengar kamu hidup secara tersusun dan teratur, bukan? Aku sebagai pengasuh hanya bertugas mendampingimu saja.” “Benar. Tante Sasi hanya perlu kuberitahu satu hari apa-apa saja kegiatanku, setelah itu Tante Sasi sudah bisa beraktivitas tanpa bertanya lagi.” Sasi mengangguk-angguk kemudian setelah itu Sasi membuka tutup botol jus dan menegusk isinya. “Liam, jangankan menjadi nannymu, menjadi nanny daddymu saja aku bisa,” kata Sasi terkikik, kemudian bergegas meralat kata-katanya, “Maaf tadi itu aku salah bicara.” Liam yang belum paham sepenuhnya langsung mengangguki. “Tidak apa-apa, Tante.” Padahal Liam tidak tahu saja bagaimana nanti Sasi akan memanfaatkan posisinya sebagai nanny untuk menggoda Yudistira. Istilahnya pembantu nakal dengan majikan yang hot menggoda. Sasi langsung terbahak-bahak atas kegilaan dirinya sendiri. *** Yudistira baru saja keluar dari ruang operasi dan memutuskan untuk mengistirahatkan diri di ruangannya sendiri. setelah beberapa kali memijat leher dan melakukan peregangan, Yudistira mengambil ponselnya kemudian menghubungi nomor Sasi. dering pertama dan kedua tidak diangkat. Di dering ketiga barulah suara serak khas bangun tidur menyapa, “Halo?” “Liam bagaimana?” tanya Yudistira langsung. “Sudah makan siang? Apa Liam juga belajar dan tidur siang?” Terdengar bunyi Sasi menguap, Yudistira langsnung menggeleg-gelengkan kepalanya. “Ini baru saja kami tidur siang. Soal belajar, aku tadi hanya membolehkan sebentar. Kasihan Liam kalau harus berkutat dengan urusan sekolah, sementara posisinya dia sudah di rumah.” Yudistira langsung marah. “Jangan membuat Liam terbiasa dengan meninggalkan tugasnya. Kamu sebagai nanny seharusnya hanya mendampingi, bukan mengubah jadwal apa saja yang saya buat untuk Liam.” “Haduh, Daddy, kamu berisik, deh. Nanti lanjut telepon, ya, ini masih ngantuk. Nanti Liam dan Kairo juga terbangun gara-gara suaramu.” “Tolong jangan membuat Lia–” Panggilan sudah diputuskan sepihak sebelum Yudistira menyelesaikan kalimatnya. Yudistira langsung membawa ponselnya ke hadapan kemudain menghela napas kasar. benar saja apa yang Yudistira khawatirkan, memilih Sasi menjadi seorang nanny itu adalah langkah yang salah. Sialan, Yudistira tidak bisa membatalkan untuk merekrut Sasi atau memecatnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD