9 | Hanya Bercanda

995 Words
Karena Sasi diberi Yudistira kartu kredit, maka Sasi menggunakannya hari ini dengan berbelanja. Aura Sasi langsung berbeda saat memasuki mal, niat untuk membeli pakaian untuk Liam langsung hilang begitu Sasi melewati toko tas dan juga toko sepatu. Sasi menarik Liam memasuki toko tas dan langsung nyaris menjerit melihat macam-macam motif yang memanjakan mata. menyentuh dari satu ke satu lainnya, kemudian tidak berhenti berdecak. Sampai-sampai Liam yang menemani jadi bingung sendiri. “Tante terlalu mengaguminya. Kalau sampai tas itu bisa bicara, mungkin dia akan bilang kalau Tante kelainan,” komentar Liam saat melihat Sasi jelalatan memandangi isi toko. “Katanya akan membelikanku pakaian. Di sini bukan toko pakaian, Tante.” “Sebentar,” sahut Sasi tanpa menoleh. “Aku akan mencari yang cocok untukku. Kalau ada, akan kubeli. Kalau tidak, maka tidak jadi. Tunggu sebentar, ya, Liam.” Langkah Sasi sebentar-sebentar ke sana, sebentar-sebentar ke sini. Liam yang lelah karena terus-terusan membuntut Sasi, akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu bangku. Liam terdiam sambil pandangannya mengamati Sasi, kepala Liam menggeleng-geleng sedangkan bibirnya menggumam, “Sulit sekali memahami Tante Sasi. Tapi sekalinya paham, aku yang dibuat tidak paham dengan seleranya.” *** Setelah puas menjelajah mal, Sasi dan Liam pulang dengan beberapa kantong belanjaan. Jika ditaya kantong siapa yang paling banyak, maka jawabannya tentu saja Sasi. Dimulai dari tas, sepatu, pakaian dan terakhir make up. Sedangkan kantong Liam hanya pakaian dan juga jaketm ditambah sebuah mainan mobil-mobilan. Ekspresi puas itu tercetak jelas di wajah Sasi, seolah Sasi baru saja bertemu surganya. Senyum Sasi tidak redup sejak tadi, bahkan kalau dilihat-lihat makin lama makin lebar. Liam dan Kairo terheran-heran sendiri melihat nanny mereka. “Kelak kau akan mengerti, bagaimana membahagiakannya belanja-belanja itu bagi perempuan,” kata Sasi pada Liam. “Belanja sama seperti kebutuhan pokok. Kalau tidak belanja mungkin seseorang bisa saja sakit.” “Yang benar saja, Tante?” tanya Liam tidak percaya. “Aku dan dad termasuk jarang berbelanja. Kami juga tidak sakit seperti yang Tante bilang.” Tangan Sasi langsung mengibas-ngibas. “Maksudku untuk kaum perempuan. Para laki-laki juga ada, kok, yang senang berbelanja. Cuma itu bukan kalian.” Sasi langsung menyesap jus melon yang dibuatkan oleh ART di rumah ini. “Nanti kalau ingin membeli sesuatu, katakan saja padaku. Aku hebat dalam memilih barang.” “Terima kasih. Nanti aku pikir-pikir lagi, karena dari yang aku lihat, Tante Sasi berbelanja seolah bisa menghabiskan waktu 24 jam di sana. Itu mengerikan.” Sasi terkekeh. “Aku kalap. Lain kali aku tidak akan seperti ini. oh, iya, kalau aku tidak sempat bertemu, aku menitipkannya padamu saja. Bilang daddymu, terima kasih karena sudah setampan dan sedermawan ini.” *** Sudah Sasi tetapkan kalau jadwal Sasi menginap di rumah Yudistira adalah saat Yudistira libur bekerja. Sasi senyum-senyum sendiri saat membongkar barang belanjaannya, kemudian Sasi langsung menyeringai saat melihat sebuah pakaian yang khusus Sasi pakai saat Yudistira libur. Pakaian maid yang seksi, mirip seperti di anime-anime. Sudah Sasi bilang kalau Sasi akan menjadi nanny yang nakal, menggoda majikannya sendiri untuk mencuri hatinya. Mumpung tidak ada pemilik sah, berarti Sasi harus maju, bukan? Sasi langsung mematut pakaian di depan kaca, senyum Sasi kian melebar mengetahui pakaian maid ini sangat pas di tubuhnya. Buru-buru Sasi mengambil ponsel, kemudian mengirimi Yudistira pesan via w******p. Sasikirana.C : [Sudah kuputuskan, aku akan menginap dua hari dalam satu minggu. Sabtu dan Minggu.] Setelah menekan tombol send, Sasi terdiam memperhatikan. Centang abu-abu dua, yang artinya belum dibaca. Sasi keluar dari ruang obrolan kemudian meletakkan ponselnya kembali. Mungkin saja Yudistira sedang sibuk saat ini. setidaknya Sasi sudah mengirimkan pesan, urusan dibaca sekarang atau nanti, itu terserah Yudistira saja. *** Pukul sembilam malam Yudistira baru bisa pulang ke rumah. Pertama-tama Yudistira melihat Liam dulu lalu setelah itu Yudistira masuk ke kamarnya. Tas kantor diletakkan Yudistira di dalam walk in closet, semetara itu Yudistira membuka kancing kemejanya kemudian meletakkan di keranjang pakaian kotor. Hari ini jadwal operasi benar-benar padat, sampai Yudistira merasa tubuhnya benar-benar lelah dan sangat membutuhkan istirahat. Yudistira menanggalkan celana bahannya kemudian menggantikannya dengan handuk. Setelah itu Yudistira ke kamar mandi dan berdiri di bawah pancuran air. Sekitar lima belas menit kemudian Yudistira sudah keluar dengan rambut basah sementara handuk menggantung rendah di pinggul. Malam ini tidak begitu dingin, sehingga Yudistira memutuskan untuk tidur mengenakan celana saja. Setelah berhasil mengistirahatkan badannya, Yudistira mengambil ponsel yang sempat di charge di atas nakas. Yudistira mendapati beberapa pesan dari rekan kerjanya, juga di urutan bawah ada pesan Sasi. dibuka Yudistira pesan tersebut lalu dibaca Yudistira. Sasikirana : [Sudah kuputuskan, aku akan menginap dua hari dalam satu minggu. Sabtu dan Minggu.] Tanpa membalasnya, Yudistira langsung menutup ponsel tersebut kemudian meletakkannya kembali ke atas nakas. Yudistira mulai memperbaiki posisi tidurnya dengan nyaman, kemudian memejamkan mata. *** Sasi sudah siap dengan pakaian olah raganya. Begitu juga Liam dan Kairo. Mereka bertiga di taman belakang melakukan olah raga bersama. Sementara Sasi memegang tulang untuk Kairo ambil, di sisi lain Liam menunggu lemparan tulang tersebut. Mereka membuat Kairo bergerak aktif hari ini. Hampir setengah jam hal itu berlangsung. Lalu ketika Yudistira datang, permainan berkahir dengan Sasi yang memilih berisitirahat sekaligus mencoba-coba melakukan pendekatan. Sasi duduk di samping Yudistira dan mengambil jus yang sudah disediakan. Tatapan Yudistira yang nyalang ke depan membuat Sasi juga mengikuti arah pandangan. Ternyata Yudistira sedang melihat Liam yang masih asik bermain bersama Kairo. Bahkan Yudistira ikut terkekeh mendapati anaknya tertawa lepas. Hal itu membuat Sasi terpana juga semakin terpesona. Dengan memberanikan diri, Sasi menyentuh pipi Yudistira dan sontak hal itu membuat Yudistira menoleh. Sasi tersenyum lebar melihat respon itu, kemudian Sasi berkata, “Kalau kamu tersenyum, ketampananmu naik berkakali-kali lipat, Daddy.” Yudistira menatap Sasi aneh. Alih-alih menanggapi, Yudistira justru tak menghiraukan dan kembali fokus melihat Liam. Sasi yang merasa diabaikan tentu saja jengkel bukan main, tapi bukan Sasi namanya kalau mengalah. “Tidak ikut olah raga, Daddy?” tanya Sasi. “Ini hari yang cerah sekaligus hari yang bagus untuk berolahraga. Bukankah para dokter sangat menjaga kesehatan mereka?” “Maaf, bisakah berhenti memanggil saya daddy? Itu membuat saya merasa buruk sekali.” “Kenapa? Justru itu terdengar seksi buatku. Kamu bisa menjadi daddy Liam, bisa juga menjadi daddy yang lain.” Sasi terkekeh pelan. “Kamu terlalu daddy-able, sampai-sampai perempuan dewasa sepertiku tertarik untuk menjadi anakmu.” Posisinya saat itu Yudistira ingin meminum jusnya, tapi mendengar apa yang dikatakan Sasi langsung membuat Yudistira tersedak dan terbatuk-batuk. Bahkan mata Yudistira sampai berair. Sasi tertawa lalu ikut menepuk-nepuk punggung Yudistira. “Santai, Daddy, aku hanya bercanda.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD