Chapter 20

1344 Words
Prang! "Perempuan p*****r sialan! berani sekali dia berhubungan dengan laki-laki lain tanpa sepengetahuan dariku! cuiih!" Barnett terlihat sangat berang setelah tahu bahwa rencananya gagal total untuk membuat Mendaline masuk kewarganegaraan Inggris. Mr. Brian hanya tertunduk lesu, dia takut menjadi bahan amukan dari sang majikan yang sedang marah besar ini. "Siapa pria itu?" tanya Barnett ke arah Mr. Brian. Mr. Brian mengangkat kepalanya lalu menjawab, "Untuk saat ini, orang-orang kami sedang mencari tahu identitas dari pria yang membantu Nona Menda, Tuan." Barnett mengerutkan keningnya, ada perasaan yang tidak disukai olehnya setelah mendengar jawaban dari Mr. Brian. "Apa katamu? masih mencari tahu identitas pria itu?" Barnett bertanya. Mr. Brian memberanikan dirinya untuk menelan ludah, lalu dia mengangguk. "Benar, Tuan. Kami sedang mencari tahu identitas pria itu." "Sudah seperti ini, kalian bahkan tak tahu mengenai pria itu? setidaknya sebutkan namanya, biarkan aku menghilangkannya dari muka bumi ini, berani sekali dia mencampuri urusan Barnett Edward!" Barnett terlihat sombong saat mengatakan kalimatnya. Seolah dia berpikir bahwa dirinya adalah orang yang berkuasa atas langit dan bumi. Padahal, seorang raja saja tidak berani mengatakan kekuasaan yang sebegitu luasnya. Chaterine maju mendekat ke arah sang suami. "Sayang, apa maksudmu rencanamu gagal?" tanya Chaterine. Barnett melirik ke arah sang istri yang terpaut dua puluh tahun jauhnya. Mr. Brian melirik dengan ekor matanya ke arah sang nyonya rumah. Namun, dia tidak berkata apapun. "Tidak ada maksud apa-apa, sayang. Hanya saja, anakmu itu sudah sangat keterlaluan," jawab Barnett. Chaterine mengerutkan keningnya. "Keterlaluan? apa yang dibuat olehnya kali ini?" "Dia berencana melarikan diri dengan seorang pria yang bahkan sama sekali tidak kita ketahui dari mana asal-usul pria itu," jawab Barnett. Barnett rupanya mulai memutar balikkan fakta yang terjadi. "Apa? bagaimana bisa?" Chaterine terbelalak. "Tentu saja bisa, itu semua terjadi karena kita terlalu memanjakannya. Jika saja aku tidak mengawasinya, mungkin saja sudah dari dulu dia melarikan diri bersama seorang pria," jawab Barnett. "Lalu kau tahu dimana Menda?" tanya Chaterine. Barnett diam untuk beberapa detik. Dia terlihat seperti sedang memikirkan rencana lain. Setelah berpikir sejenak, Barnett berkata, "Sayang, awalnya aku bermaksud baik. Aku ingin dia menjadi warga negara Inggris, namun sayangnya, itu tidak berjalan lancar." Chaterine terkejut. "Menjadi warga negara Inggris?" Barnett mengangguk. "Jika Menda bisa mendapatkan kewarganegaraan Inggris, maka makin mudah tidak terlacak dana yang kamu kirimkan ke sini. Tunggakan pajak yang tidak dibayarkan olehmu, bisa ditanggungkan pada namanya, jika dikemudian hari kamu dicurigai oleh pemerintah Indonesia bahwa kamu telah menunggak pajak yang bertahun-tahun, mereka tidak akan bisa mengejar Menda karena dia bukan lagi warga negara Indonesia." Sungguh licik sekali pemikiran Barnett ini. Chaterine terdiam. Namun, dibalik diamnya wajah cantik mulus itu, sesungguhnya dia berkeringat tipis di seluruh wajahnya. Rupanya wajah cantiknya itu berubah pucat pasi setelah Barnett mengungkit mengenai penunggakan pajak selama bertahun-tahun. Mengetahui bahwa pancingannya berhasil terhadap sang istri, Barnett mulai menggenggam tangan sang istri. "Sayang, kau tidak tahu betapa banyaknya hal yang telah aku lakukan agar kau bisa menjadi istri pejabat. Jika saja dia lebih sedikit penurut mungkin saja pencalonan diriku sebagai walikota akan berhasil, namun sayangnya, dia terlalu keras kepala," ujar Barnett. "Sayang, aku ingin kamu yakinkan Mendaline untuk kembali ke rumah ini," ujar Barnett. "Dimana dia?" tanya Chaterine. "Di gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Inggris," jawab Barnett. * "Kenapa wajahmu begitu?" tanya Bintang. Koko dan Rajes melirik ke arah wajah Askan yang terlihat datar sedari kembalinya dia dari bepergian. "Bukankah hari ini hari wisuda Nona Korban? bagaimana?" tanya Bintang. "Papa tirinya adalah laki-laki b******k," ujar Askan. Bintang dan dua teman Askan saling melirik, mengetahui bahwa ada bahan gosip, Bintang buru-buru bungkus cemilan kepirik kentang dari tangan Rajes lalu mulai memfokuskan sepenuhnya perhatiannya pada Askan. "Ceritakan apa yang terjadi, kami bukan orang lain, ingat kami telah melalui hidup dan mati bersama," ujar Bintang. Drrt drrt! Bunyi ponsel berdering. Askan merogoh sakunya, ponsel terlihat. Setelah melihat si pemanggil, Askan buru-buru menjawab panggilan. "Halo." "Aku ingin jadi istrimu!" jawab orang di seberang. Mata Askan terlihat cerah seperti lampu yang berkapasitas seratus watt. "Menda, kamu serius?" tanya Askan. "Aku ingin bertemu denganmu malam ini, mari kami bicarakan tentang pernikahan kami," ujar Mendaline dari seberang. "Baik, aku akan segera ke sana! tunggu aku! aku nggak akan lama!" Askan buru-buru berdiri dari kursi dan berjalan cepat keluar dari kamar asrama. Bintang, Koko dan Rajes, ".... " hanya bisa memandangi kepergian teman mereka yang terlalu buru-buru. "Kita seperti udara yang diabaikan. Bahkan udara saja dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup," ujar Bintang. Rajes kembali merebut bungkus cemilan miliknya. "Aku kembali ke kamarku, nanti jika Askan sudah datang, jangan lupa undang aku ke sini, biarkan aku mendengar kisah cintanya," ujar Rajes. Rajes berjalan keluar dari kamar itu. * "Jadi, Tuan Pahlawan yang kamu maksudkan selama ini adalah pacar Mendaline yang adalah seorang marinir?" tanya Steve. Grace mengangguk, lalu dia mendekatkan jari telunjuknya di depan bibir membentuk isyarat diam. "Stt! jangan bicara terlalu keras, nanti ada yang dengar." Steve ingin sekali memutarkan bola matanya, namun itu bukan kebiasaannya. "Sayang, tidak ada siapa-siapa di sini, bicara saja." Grace duduk mendekat ke arah Steve lalu dia berkata, "Tuan Pahlawan itu bernama Askan, namun aku baru mengetahui nama lengkapnya tadi. Dia adalah salah satu Marinir Indonesia yang menyelamatkan kapal pesiar Cora tempo hari dari tragedi perompakan oleh perompak laut. Pria itu sangat baik pada Menda, bahkan selalu memperhatikan Menda, bahkan mereka sudah jadian, tapi si bodoh itu malah melewatkan kesempatan bagus untuk bisa keluar dari cengkraman ayah tirinya yang b******k. Coba bayangkan saja, Tuan Pahlawan itu adalah seorang perwira militer Angkatan Laut, menurut pandanganku jika Menda berhasil menikah dengan Tuan Pahlawan, maka hidupnya kelak akan terjamin, keamanan, kenyamanan, bahkan kedamaian." Grace mulai berspekulasi mengenai keberhasilan hubungan Mendaline dan Askan, sementara itu Steve hanya bisa mendengarkan apa yang diucapkan oleh kekasihnya. * Setelah mengakhiri panggilannya pada Askan, Mendaline berjalan mondar-mandir seperti setrika rusak di ruangannya, sesekali dia akan menengok keluar untuk memastikan apakah Askan telah tiba di tempatnya. Tok tok tok! Pintu kamar yang ditempati olehnya diketuk. "Permisi, Nona," ujar orang di seberang pintu. "Masuk!" Mendaline menatap ke arah pintu. Seorang staff membuka pintu kamar, lalu berkata, "Nona Menda, seseorang ingin bertemu dengan Anda." Mendengar bahwa ada yang ingin bertemu dengannya, senyum lebar yang disembunyikan oleh Mendaline terlihat. "Terima kasih," ujar Mendaline. Staff itu mengangguk. Mendaline buru-buru mengikuti ke mana staff itu membawa, rupanya di ruang tamu. Saat melihat siapa yang ingin bertemu dengannya, tiba-tiba senyuman yang dipancarkan tadi olehnya redup. "Menda," panggil Chaterine. Mendaline menghentikan langkah kakinya, dia tidak ingin melanjutkan langkah kakinya ke arah sang ibu. Dia pikir yang datang adalah Askan, orang yang malam ini sangat ingin dia temui, namun nyatanya salah, orang itu adalah sang ibu. "Mama," panggil Mendaline pelan. "Sayang, apa yang kamu lakukan di sini, ayo pulang bersama Mama ke rumah," bujuk Chaterine. Setelah mendengarkan ucapan sang ibu, Mendaline bahkan ingin mundur ke belakang. Dia tidak berani mendekat ke arah ibu kandungnya. "Pulang ke rumah siapa? ke rumah pria itu?" tanya Mendaline. "Dia adalah Papa kamu, ayo Nak, ikut dengan Mama!" bujuk Chaterine. Mendaline dengan tegas menggelengkan kepalanya. "Nggak mau, Ma. Kalau Mama mau pulang ke rumah pria itu, silakan bawa diri Mama sendiri, jangan bawa-bawa aku," balas Mendaline. "Menda, apa yang kamu bicarakan? kamu sudah lama tinggal di rumah itu, sudah sepuluh tahun-" "Itu bukan rumah tapi neraka bagiku!" potong Mendaline terhadap ucapan sang ibu. "Menda, jangan berkata seperti itu lagi, ayo pulang bersama Mama," ujar Chaterine. Mendaline menggelengkan kepalanya. "Ma, Menda sudah dewasa, biarkan Menda memutuskan masa depan Menda. Mama selama ini sudah dibutakan oleh cinta pada pria itu," ujar Mendaline. "Menda! ada apa denganmu? kemarin kamu baik-baik saja, kenapa sekarang jadi begini? ayo pulang ke rumah kita rayakan wisudamu," ujar Chaterine. "Maaf, tapi Menda tidak akan kemanapun bahkan ke rumah milik Tuan Barnett." Askan berkata setelah dia memasuki ruang tamu. Chaterine melihat ke arah Askan. "Askan!" Mendaline buru-buru mendekat ke arah Askan dan berlindung di belakang kokoh pria itu. Seketika Chaterine tahu bahwa pria yang sekarang didekati oleh sang anak adalah pria yang dimaksudkan oleh suaminya. Askan agak menundukan kepalanya lalu dia menatap ke arah Chaterine. "Nyonya Edward, nama saya adalah Askan Aji Basri, saya adalah-" "Calon suamiku!" potong Mendaline. Mata Chaterine terbelalak. "Apa?!" *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD