Farah yang duduk di atas pangkuan Om Maven, setelah membuka kancing kemeja dan branya. Tanpa sadar air matanya terjatuh kembali, harga dirinya sudah tidak berharga hanya karena uang.
Mata Maven yang melihat gundukan daging yang sebesar jeruk bali terpampang di depan matanya itu. Membuat tangan Maven perlahan terangkat, dan meremas pelan p******a Farah.
“Ashhh…” Farah kelepasan mendesah saat tangan Om Maven meremas p******a Farah lebih kuat dan jari Om Maven memainkan p****g Farah.
Tubuh Farah terasa menggelinjang dan matanya memejam ke atas. Tidak pernah Farah merasakan ini sebelumnya. Bahkan Farah saja tidak pernah dekat dengan lelaki manapun. Karena dia tidak pernah mau menjalin hubungan yang menambah beban hidupnya.
Beban hidup Farah saja sekarang sudah sangat berat sekali. Ditambah dengan dia bersama dengan seorang lelaki, yang datang dalam hidupnya dan membawa kata-kata cinta. Bertambah beban Farah.
“Ada lelaki yang pernah melakukan ini padamu?” Tanya Maven dengan suara berat, dan jarinya terus bermain di p****g Farah.
Farah menggeleng cepat. “Tidak– ahhh…!” Farah kembali mendesah ketika Maven memasukkan p****g Farah ke dalam mulut Maven.
Maven menghisap kuat p****g Farah, membuat tubuh Farah melengkung menatap ke atas. Farah merasakan bagian bawahnya basah. Farah merasa gelisah dan menggerakkan pinggulnya.
Maven mengeram dengan apa yang dilakukan oleh Farah. Maven meremas paha Farah agak keras.
“Kau jangan memancing lebih jauh Farah, kalau kau tidak mau saya memasuki dirimu sekarang.”
Farah terdiam dengan kening mengerut. Lalu dia merasakan tonjolan yang menusuk bokongnya. Farah semakin menggoyangkan pinggulnya membuat Maven semakin mengeram dan menatap Farah dengan mata tajamnya.
“Kau masih mau menggoyangkan pinggulmu itu? Hmm… saya tidak keberatan untuk melakukannya sekarang Farah. Saya malah senang untuk melakukan itu sekarang bersamamu.”
Farah yang mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Om Maven. Tidak menggerakkan pinggulnya lagi. Tubuh Farah menegang, tangannya berusaha untuk menutupi payudaranya yang terbuka.
Maven menyeringai. “Turunlah, saya tidak akan melakukannya sekarang padamu manis.” Maven mencolek pipi Farah.
Walau Maven tersiksa dengan bagian bawahnya yang terbangun. Namun Maven akan menahannya dan tidak mau gegabah menikmati tubuh seksi keponakan istrinya ini.
“Farah, saya punya aturan dalam hubungan kau menjadi pemuas hasrat saya.” Maven meletakan tangannya di atas meja, lalu dia menaikan sebelah alisnya pada Farah yang bingung.
“Aturan? Bukannya agar Tante Rami nggak tahu, ya, Om? Memangnya ada aturan lain lagi?” Tanya Farah sembari mengancingi kembali kemejanya.
Maven terkekeh sinis. “Kau kira saya ini lelaki bodoh yang tidak memikirkan terjadi kedepannya. Saya pengusaha yang memiliki nama terpandang di mata orang-orang. Kalau saya ketahuan berselingkuh dengan keponakan istri saya sendiri, maka apa yang terjadi? Rugi untuk saya! Kalau kamu yang rugi tidak masalah. Kau memang sudah murahan setelah menerima tawaran saya.”
Hati Farah terasa sakit mendengar ucapan Om Maven mengatakan dirinya murahan. Farah mengaku, kalau dirinya menjadi perempuan murahan, karena hanya demi uang. Farah rela memberikan tubuhnya pada Om Maven.
“Pertama; jangan sampai Rami tahu tentang hal itu. Kau tahu, bagaimana rumah tanggaku dengan Rami bukan?”
Farah mengangguk, walau Tante Rami jarang di rumah. Tapi rumah tangga kedua orang itu tetap baik-baik saja, dan kelihatan harmonis. Farah juga takut, kalau Tante Rami tahu tentang hal ini. Dia tidak mau mengecewakan Tante Rami.
“Kedua; jangan pernah jatuh hati pada saya Farah. Karena saya hanya mau tubuhmu, bukan hatimu. Saya tidak akan menikahi w************n yang menjual dirinya karena uang. Jadi, jaga hatimu.”
Farah terkekeh miris dalam hatinya, mendengar apa yang dikatakan oleh Om Maven barusan padanya. Farah tidak akan jatuh hati pada Om Maven.
“Ketiga; jangan sampai hamil Farah. Saya tidak mau memiliki anak dari luar pernikahan, yang ujung-ujungnya merusak reputasi saya di depan publik. Kalau kau nanti hamil, maka gugurkan kandunganmu itu. Bunuh saja anak itu. Karena dia akan membawa hal buruk.”
Farah terkejut mendengar hal itu. Hal yang di dengarnya semakin berat, Farah ingin mundur sekarang. Tapi… bagaimana caranya Farah membayar hutang-hutangnya. Kenapa Farah terjebak pada hutang-hutang yang ratusan juta. Farah menyesal membuat hutang sebanyak itu.
“Keempat; saya akan memberikan kamu uang seratus juta perbulan. Sebagai bayaran, karena kamu telah memuaskan saya. Ahh, satu lagi, saya mau kamu melayani saya setiap saya menginginkannya. Dan jangan membuat Rami curiga, kamu tetap kerja di kafe Rami.” Kata Maven mengakhiri semua aturan yang dia katakan.
Farah mengangguk pelan, sudah tidak ada semangat hidup yang dirasakan oleh dirinya semenjak Farah menjual harga dirinya dengan sejumlah uang.
“Saya sudah mengirim lima ratus juta ke rekening kamu.”
Farah mengambil handphonenya lalu melihat uang yang dikirim oleh Om Maven. Memang benar ternyata, lima ratus juta sudah masuk ke dalam rekening Farah. Tangan Farah gemetar dan terburu untuk membayar semua hutang-hutangnya yang bertambah menjadi empat ratus juta, karena bunganya bertambah akibat Farah terlambat membayar.
“Terima kasih Om. Terima kasih.” Farah berterima kasih berulang kali pada Om Maven.
Maven mengibaskan tangannya. “Tidak usah berterima kasih Farah. Lagian itu bayaran tubuh kamu, walau saya belum menyentuh kamu sepenuhnya. Tapi kamu sudah menjadi pemuas hasrat saya.” Kata Maven.
Farah tersenyum lirih. Ia menatap pada pintu ruangan Maven. Dari luar terlihat langkah seseorang yang ke sini. Dan pintu itu terbuka, karena Maven tadi tidak mengunci pintu tersebut.
“Sayang! Farah? Kenapa kamu ada di sini?” Tanya Rami, yang datang dengan senyuman manisnya, dan wajah bingung melihat Farah ada di ruang kerja suaminya.
“Oh… dia tadi ada keperluan tugas kuliah sayang. Tidak mengerti, jadi tanya sama saya.” Jawab Maven.
Rami mengangguk. “Kamu itu memang harus sering nanya sama Om kamu ini. Dia itu pintar sekali loh. Dia saja Kuliah di Oxford University dan dia lulus dengan nilai terbaik.” Rami berjalan menuju suaminya, duduk di atas pangkuan Maven sembari mengalungkan tangannya pada Maven.
Farah melihat dan mendengar ucapan Rami yang memuji Om Maven. Mengangguk pelan. “I-ya Tante. Farah ke kamar dulu, ya, Tante.” Ucap Farah gugup dan dengan cepat berjalan keluar dari ruang kerja Maven.
Maven melihat pinggul Farah bergoyang, ia menjilat bibirnya. Sudah tidak sabar untuk menikmati tubuh keponakan istrinya itu. Pasti milik Farah sangat nikmat dan menjepit kejantanannya.