***
SEKITAR dua tahun yang lalu, Juni 2015
***
Sisilia baru setahun bekerja di Rumah Sakit Cinta Sejati. Begitu dia pulang dari dinas sore, dengan wajah lelah, dia masuk ke dalam rumah. Anastasia, kakaknya, menyambutnya dengan tangan terbuka.
“Sisi, kebetulan kamu sudah datang ....” Wajah cantik kakaknya semakin cantik dihiasi dengan senyuman. “Mari, kita duduk di sini!” Anastasia menuntunnya duduk di sofa ruang tengah. Ada ayah dan ibunya, juga Ambrosio, yang mengenakan setelan jas buatan penjahit terkenal, membentuk tubuh atletiknya dengan sempurna.
Ambrosio itu ibarat barang high-end, tampan, gagah, elegan, berwibawa, tidak ada celanya. Sisilia secara pribadi terkagum-kagum pada penampilan orang itu. Hanya saja, sesuatu membuatnya mencurigai Ambrosio, sejak awal dia melihatnya.
Ambrosio merapikan rambut hitamnya dengan jemari, yang sebenarnya terlihat rapi—selalu. Mata hitamnya menatap tajam pada Sisilia.
“Sisi, aku paham pasti kamu akan kaget dan tidak bisa langsung menerimanya, tetapi aku berharap kamu mau mempertimbangkannya ....” Anastasia membuka pembicaraan.
“Ada apa ini?” Sisilia jadi waswas dibuatnya. Apakah sesuatu yang buruk telah terjadi?
Ayah, ibu, dan Anastasia saling pandang. Anastasia lalu menatap kembali ke wajah Sisilia.
“Sisilia, bersediakah kau menikah dengan suamiku, Ambrosio Marc-Olivier?”
Jika saat itu sedang hujan lebat dan badai terjadi, Sisilia berharap dia tersambar petir mendengar hal tersebut.
“Kak, kau aneh,” gumam Sisilia tidak percaya. Mungkin saat ini dia sedang bermimpi.
“Aku serius!” Tidak tampak rona sedih di wajah Anastasia. Dia membicarakan hal itu seperti dia ingin membeli sebuah gaun yang disukainya.
“Ke-kenapa ... kau ingin aku menikah dengan Ambrosio? Kak, dia suamimu ....”
“Aku tidak bisa punya anak, Sisi ...,” jawab Anastasia sambil tertunduk, tetapi dia tidak terlihat sedih. Kalaupun dia sedih, ekspresinya saat itu terlalu dibuat-buat.
Sisilia menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha mengabaikan hal tersebut. Itulah, makanya sebelum kakaknya menikah, dia menekankan perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan pranikah, agar kondisi kesehatan kedua calon pasangan bisa diketahui sebelum menikah, sehingga setelah menikah, tak akan menemui kendala seperti ini, misalnya gangguan kesuburan atau penyakit menular seksual seperti HIV, sifilis, hepatitis dan sebagainya.
Alasan sebenarnya karena dia curiga pada Ambrosio, laki-laki setampan itu dan dengan pekerjaannya, ia pasti telah berhubungan dengan banyak wanita. Dia khawatir Ambrosio akan membawa penyakit menular pada kakaknya.
Sisilia hendak menarik diri dari sofa, tetapi Anastasia menahan lengannya. “Kak, jika kau tidak bisa punya anak, itu bukan masalah besar, kalian bisa menggunakan jasa ibu pengganti,” kata Sisilia. Jaman sekarang, apa sih yang tidak bisa dilakukan?
Anastasia tampak menggigit bibirnya dan menoleh pada Ambrosio. Wajah laki-laki itu dingin tanpa ekspresi.
“Lagi pula kalian baru 3 bulan menikah. Banyak pasangan yang setelah bertahun-tahun baru bisa punya anak. Kak, kau terlalu impulsif dalam mengambil keputusan.” Sisilia berusaha bersikap logis di sini.
Dia menepis tangan Anastasia yang menahannya dan segera berdiri tegak, menatap angkuh pada Anastasia. “Aku akan beristirahat, hari ini sangat melelahkan bagiku, kuharap kau jangan membicarakan hal yang tidak masuk akal ini lagi denganku,” ujarnya. Lalu dia bergegas ke kamarnya di lantai dua.
Sayup-sayup dia mendengar suara orang tuanya bicara pada Ambrosio, mereka akan berusaha membujuknya dan yakin Sisilia pasti setuju menikah dengannya.
Alamak!! Ada apa ini? Kakaknya, ayahnya, ibunya, bisa-bisanya memiliki ide gila seperti ini. Apa karena mereka takut pada Ambrosio?
Memang, Ambrosio-lah yang membantu perusahaan ayahnya yang terancam bangkrut. Sisilia heran kenapa Ambrosio mau membantu perusahaan ayahnya, yang hanya perusahaan garmen kecil-kecilan. Lagi pula bangkrutnya perusahaan ayahnya bukan karena salah investasi atau manajemen, tetapi karena ayahnya sendiri yang terlalu foya-foya menghamburkan uang untuk beli barang -barang mewah dan gaya hidupnya yang ingin seperti jutawan lainnya.
Bukan cuma ayahnya, ibunya juga punya gaya hidup yang sama, bergaul di kalangan sosialita dan mengutamakan penampilan walaupun dia harus menggunakan uang perusahaan.
Sementara kakaknya, Anastasia Arsyilla adalah putri kebanggaan keluarga. Lulusan universitas luar negeri, cantik bak model, dan dia memang menjadi model dan juga brand ambassador Imaginary Company, kepunyaan Ambrosio.
Sedangkan dirinya, Sisilia Arista, selalu luput dari perhatian, walaupun prestasi akademisnya bagus, masih kalah dibandingkan pesona kakaknya yang selalu bisa menarik perhatian orang-orang hanya dengan penampilannya saja. Tentu saja karena orang tuanya berharap penuh pada Anastasia yang kelak bisa menggaet pria kaya untuk menjamin keamanan keluarga mereka secara finansial.
Makanya, karena kenyataan seperti itulah, Sisilia memfokuskan dirinya pada kuliahnya sehingga kelak dia bisa bekerja dan menghidupi dirinya sendiri. Untungnya, setelah lulus kuliah dia langsung bekerja di rumah sakit yang bonafid dan dia langsung menyukai pekerjaannya.
Dan setelah malam itu, kakak dan orang tuanya tak pernah berhenti memintanya dan mengancamnya agar bersedia menikah dengan Ambrosio. Ancaman utama mereka adalah, jika dia tidak bersedia, maka Ambrosio akan mencabut dukungan finansialnya dan meninggalkan keluarganya dalam kemiskinan.
Sisilia mengetuk-ngetukkan pulpennya ke meja belajarnya. Wajahnya tampak sinis. Heh, selicik dan serakus itukah pria bernama Ambrosio itu? Ia menikahi kakaknya yang sangat cantik itu. Kurang apa lagi coba? Sekarang ia ingin menikah dengan sang adik. Apa pria itu punya kelainan fantasi seksual? Mungkin ia ingin menikmati bersanggama dengan kakak beradik? Atau mungkin ia ingin bermain bertiga sekaligus di ranjang?
Sisilia tidak akan menebak-nebak. Dia akan menemui laki-laki itu dan mendengar dari mulutnya langsung, apa yang sebenarnya diinginkan Ambrosio Marc-Olivier.
***
DALAM urusan percintaan, Sisilia memiliki perspektif sendiri. Cinta baginya, tidak menyakiti, tidak mengekang, saling membantu, jujur pada diri sendiri dan pasangan, menerima dirinya apa adanya dan berkomitmen. Jika pasangan memutuskan untuk menikah, maka jalanilah pernikahan itu dengan sebaik-baiknya. Jika sudah tidak ada kecocokan lagi, maka jujurlah, jangan membohongi diri sendiri dan pasangan, karena itu hanya akan membuat pasangan saling menyakiti. Jika sudah tidak jodoh, tak ada yang bisa dipaksakan?
Kelihatannya klise dan mudah. Lalu, apakah dengan begitu kisah cinta Sisilia berjalan dengan mulus? Tidak. Tidak ada kisah cintanya yang berjalan seindah cerita dongeng atau setidaknya sesuai keinginannya. Dia sekarang berusia 24 tahun, masih single, tak ada pacar, dan sibuk menenggelamkan diri dalam pekerjaannya, sebagai teknisi laboratorium di sebuah rumah sakit besar di ibukota. Sebut saja Rumah Sakit Swasta Cinta Sejati di Kota J.
Setelah beberapa kali hubungan cinta yang berakhir kandas, Sisilia tidak ada keinginan untuk terlibat hubungan asmara lagi dengan siapa pun, laki-laki maupun perempuan. Bukannya jera karena sakit hati, hanya saja saat ini ia merasa lebih baik fokus kepada kariernya.
Bekerja dengan sejumlah bahan pemeriksaan jauh lebih baik daripada bekerja dengan sejumlah manusia. Setidaknya sampel yang diperiksa akan menunjukkan hasil yang sesuai dengan pereaksi yang digunakan. Tidak ada tipu muslihat dalam menampilkan hasil pemeriksaan yang terkandung dalam sebuah sampel. Kita hanya perlu melakukan tindakan sesuai prosedur kerja, maka akan didapatkan hasil yang diinginkan, baik itu kadarnya (kuantitatif), maupun positif atau negatifnya (kualitatif).
“Kak Deyanara, malam ini aku saja yang piket, ya?” ujar Sisilia pada salah satu rekan kerjanya.
“Huh?” Wanita bernama Deyanara mengerutkan keningnya. “Kenapa? Kau tidak ingin pulang lagi, ya?” Dia menyimpan jas labnya ke dalam loker.
“Iya,” jawab Sisilia singkat.
Deyanara sudah lama mengetahui masalah keluarga Sisilia. Sisilia dipaksa keluarganya untuk menikah dengan suami kakaknya sendiri. Wanita gila kerja itu menolak mentah-mentah, menyebabkan orang tuanya marah padanya.
Deyanara menghela napas. Dia berusia 30 tahun, senior di ruang kerjanya. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk membantu Sisilia, selain mengizinkan bawahannya itu untuk mengambil dinas malam lagi. “Baiklah!” ujarnya. “Tetapi kau tak bisa terus-terusan begini, Sisi, bagaimana kalau kau pindah ke mes karyawan saja?”
“Aku berencana begitu, tetapi saat ini belum ada mes yang kosong.”
“Eh, kudengar Amelia, perawat di ruang bedah akan menikah, kemungkinan setelah menikah dia akan keluar dari mes,” kata Deyanara.
Sisilia tampak bersemangat mendengarnya. Dia secepatnya menemui Amelia dan wanita tersebut ternyata menyetujui untuk menyerahkan kamarnya pada Sisilia setelah dia keluar dari mes karyawan.
Sisilia mengepalkan tinjunya dan menarik ke pinggangnya. “Yes!!” serunya gembira. Dia memantapkan pikirannya untuk segera keluar dari rumah orang tuanya dan hidup mandiri.
Sudah lama dia ingin melakukannya, hidup melajang dan mandiri.
Dua tahun yang lalu dia memilih ke Jepang untuk mengikuti program pelatihan teknisi laboratorium patologi di sana. Selama 2 tahun di sana dia belajar mandiri dan dia menyenangi kebebasan yang didapatnya.
Dua tahun yang lalu juga, kebetulan kakaknya, Anastasia Arsyilla, saat itu berusia 24 tahun, menikah dengan Ambrosio Marc-Olivier, laki-laki lajang, 26 tahun, seorang CEO Imaginary Company, perusahaan di bidang teknologi yang cukup mendunia. Baru 3 bulan mereka menikah, tiba-tiba kakaknya punya ide gila. Meminta Sisilia Arista, adiknya sendiri, menikah dengan suaminya.
***
Bersambung ....
( ◜‿◝ )♡