5. Hasil Tes°

1444 Words
SISILIA membuka sebuah kamar menggunakan kartu VVIP Anastasia. Dia masuk terlebih dahulu dan si Topeng Perak mengiringinya. Di dalam kamar itu terdapat tempat tidur besar dan furnitur lengkap bergaya modern kontemporer. Sisilia membuka sebotol air mineral 350 ml dan meminumnya langsung sekali tenggak. Si Topeng Perak berdiri memperhatikan tanpa membuat suara. “Duduklah, buat dirimu santai,” ujar Sisilia, dia melempar tas pestanya ke atas ranjang, lalu duduk di tepi ranjang, melepaskan sepatu hak tingginya yang sedari awal dia memakai telah menyiksanya, membuat kakinya mati rasa. Dia lalu mengeluarkan beberapa keping benda berbungkus aluminium foli dan membukanya, mengeluarkan beberapa stik tes. Dia mengeluarkan berbagai benda-benda kecil dari dalam tasnya. Si Topeng Perak duduk di sofa berseberangan dengan ranjang, sehingga membuatnya leluasa mengamati kelakuan Sisilia. “Kemarilah!” panggil Sisilia, menyuruh si Topeng Perak mendekatinya di ranjang. Pria itu bangkit dari sofa, beralih ke sebelah Sisilia, dan melihat benda-benda stik kecil berbagai bentuk yang disusunnya di seprei. Wanita itu menggenggam erat tangan kanannya dan menatap ke dalam matanya dengan serius. “Jika kau ingin berhubungan badan dengan seseorang, entah kau seorang gay atau bukan, hal pertama yang harus kau pastikan adalah, kau mempercayai orang itu, dan tidak membawa bibit penyakit yang bisa ditularkannya padamu,” kata Sisilia, membuat si Topeng Perak terheran-heran. Dia menggenggam jemari pria itu dengan erat lalu mengoleskan kapas alkohol ke ujung jarinya. “Ini akan terasa sakit sedikit,” ujarnya lagi, lalu dia menempelkan alat seperti pulpen ke ujung jari pria itu. Ctak!! “Ah,” desah si Topeng Perak, menahan sakit. Ujung jari manisnya mengeluarkan darah segar. Kenapa wanita ini melukainya? Apa yang ingin dilakukannya? Tangannya masih digenggam, wanita itu mengarahkan tetesan darah di ujung jarinya ke stik-stik yang di susunnya. Ada 5 macam stik. Dan setiap stik mendapat 2 sampai 3 tetes darahnya. Setelahnya, wanita itu menutup ujung jarinya yang berdarah dengan plester luka lalu mulai mengerjakan sesuatu pada stik-stik itu. “Ini adalah tes untuk mengetahui apakah di dalam tubuhmu terdapat virus Hepatitis A, B dan C, HIV, Sifilis, Gonorrhoe. Jika hasilnya positif, bisa dipastikan kau tertular penyakit tersebut dari seseorang dan kau bisa menularkannya kepada pasangan seksualmu yang lain,” Sisilia menjelaskan. “Jadi, bagaimana hasilku?” tanya pria itu, setelah beberapa menit. Sisilia tersenyum padanya. “Selamat! Semuanya negatif, kau bersih dan terpercaya!” “Lalu, bagaimana denganmu?” “Tentu saja negatif. Aku memeriksanya setiap 6 bulan.” “Kalau begitu ... aku bisa mempercayaimu, ‘kan?” tanya pria itu lagi. “Ung?” Sisilia tercenung keheranan. Pria bertopeng perak itu tiba-tiba mendorong wanita bergaun merah di hadapannya sehingga terbaring di ranjang dan mencium bibirnya dengan dalam dan kuat. Sisilia terkejut sesaat, akan tetapi mulai menikmatinya ketika pria itu mulai memasukkan lidah ke dalam rongga mulutnya. Ciuman mereka menimbulkan bunyi decakan mengisi ruangan yang sepi. Mereka berhenti sesaat untuk menarik napas. “Uh, oh ... kukira kamu ... gay ...,” desah Sisilia dengan napas terengah dan pipi bersemu merah. “Siapa bilang aku gay? Baby, aku ini pria selurus tongkat.” Si Topeng Perak melanjutkan mencium bibir wanita di bawahnya. Damn!! maki Sisilia dalam hati. Permainan apa yang kumainkan ini? Sekarang aku terperangkap dalam gairah dan aku tak bisa lepas. Gila! Pria ini begitu menggoda dan caranya mencium ... ah .... Apakah karena minuman ataukah gejolak hormonnya, ataukah pria itu memang membuatnya terangsang? Sisilia tidak bisa berpikir lagi. Dia membiarkan laki-laki itu terus melakukan apa yang diinginkannya. Memberinya kenikmatan. Dua pasang sepatu tergeletak tidak beraturan. Kain satin merah marun bersama pakaian dalam renda merah bergabung bersama setelan putih dan boxer pria, turut berserakan di lantai. Di tengah ranjang, dua tubuh tanpa busana sehelai pun. Paha Sisilia terbuka lebar membuka jalan bagi pria itu menindihnya serta mencumbu bibirnya dengan lahap. Sisilia merelakan tubuhnya dikekang. Terlebih lagi, walaupun mengenakan topeng, Sisilia bisa mengatakan dari figur wajahnya, pria itu cukup tampan. Namun, Sisilia tidak mempermasalahkan tampang. Pusat perhatiannya adalah tubuh lelaki itu. Tubuhnya tertata dan berotot padat, pundaknya bidang, kulitnya bersih dan harum. Dan seperti kata pria itu, ia memang pria selurus tongkat. Milik laki-laki itu di ruas pinggulnya menjulang dengan keras dan tegang. Membuat Sisilia menelan liur dengan seret. Gaun merah marun wanita itu laksana kertas pembungkus hadiah bagi pria itu, dengan gampang disisihkan dan ketika melihat gundukan dara yang sintal dan padat, laki-laki itu semakin menunjukkan kebinatangannya. Ia meremas kedua gundukan itu dengan tangan besarnya, membuat gadis itu mendesah nyaring dan tubuhnya bersemu kemerahan karena peningkatan suhu tubuh. Dan ketika ia mengulum pucuknya dan mengisap kuat tonjolan mungil itu, tubuh wanita itu melengkung kepadanya, meminta lebih lagi. Ia berhenti mengemut untuk bicara. “Siapa namamu?” tanya pria itu dengan suara serak karena terpapar birahi yang tinggi. Sisilia tidak dapat berpikir. Pandangannya nanar dan telinganya dipenuhi debaran jantungnya sendiri saat napas berat laki-laki di atasnya mengembus di lekukan buah dadanya. “Panggil saja aku si Merah ...,” jawab Sisilia parau. Laki-laki itu terkekeh pelan. “Baiklah, Merah, terimalah aku sepenuhnya ...,” desahnya sambil memposisikan kepala kejantanannya di depan belahan basah di selang.kangan Sisilia. Ia mendorong miliknya memasuki celah itu dan merasakan kehangatan di dalam sana. Ia merasa agak tertahan karena celah itu sangat rapat dan si Merah tampak mendesah kesakitan. Ia mencengkeram pinggul wanita itu agar tidak banyak bergerak dan menambah kekuatan dorongannya, perlahan-lahan mendorong masuk lebih dalam, menerobos selaput dan membuka lekukan-lekukan intim wanita itu. Setiap lapisan yang dilalui miliknya sangat terasa ketika diterobos oleh kepala batangnya, seperti melewati klep-klep tebal dan elastis. Lapisan demi lapisan ternikmat yang pernah dirasakannya. Begitu rapat, begitu memuja, begitu menginginkan, sebuah lorong sempit yang berdenyut-denyut mengisap batang keras miliknya. Setelah masuk sepenuhnya, ia merasakan rongga yang sumpek merapat dan merenggang sisih berganti. Mata si Topeng perak terbuka lebar dan pandangannya gelap. Oh, wanita ini, membuatnya tersesat dan kehilangan akal sehat. Ia tidak punya pilihan selain memejamkan matanya dan mulai bergerak perlahan-lahan dan berhati-hati karena saking sesaknya, dan mulai mengatur irama ayunan pinggulnya. Jarinya meraba lekukan feminim di antara kedua kakinya, menjelajah mencari tonjolan mungil di sela bibir kelamin wanita itu. Namun ada sesuatu yang membuatnya terhenti dan ia mengangkat jarinya. Ia melihat ada sedikit bercak darah. Ia menatap tidak percaya pada wanita di bawahnya yang tengah terhanyut dalam kenikmatan. Matanya separuh terpejam dan pipinya yang bersemu merah itu, seperti krim stroberi. Wanita itu melengkungkan tubuh ke arahnya, memberinya akses penuh atas buah da.da dan lehernya. Jemari wanita itu mencengkeram lengannya dengan kuat, meninggalkan jejak kuku-kukunya. “Kau ... masih perawan?” tanya si Topeng Perak dengan suara lembut. Sisilia yang mendengarnya tertawa kecil, membuat getaran halus menjalar ke selangkangannya. “Ah!” desah pria itu mengantisipasi rasa nikmat yang diterimanya. “Kau tidak menyukainya?” tanya wanita itu enteng, tanpa beban sedikit pun. Apa yang harus jadi beban? pikir Sisilia. Ini ‘kan one night stand, ya nikmati saja apa pun yang ada saat itu. “Jangan khawatir, aku tidak akan menghebohkan sesuatu seperti 'kau yang pertama bagiku' dan 'harus bertanggung jawab ini itu', Mr. Silver, aku tidak senaif itu ....” “Oh?” Si Topeng Perak terheran-heran mendengarnya dan ia terkekeh mendengar cara wanita itu menyebutnya. “Tetapi aku pria yang bertanggung jawab,” tukasnya. Sisilia tertawa lagi. Bisa-bisanya pria itu menyebut tanggung jawab pada wanita yang tidak dikenalnya. Mata hitamnya berbinar usil, membalas tatapan dingin pria itu. Sisilia meledeknya. “Ya, ya, kita lihat saja, nanti, Mr.Silver. Sekarang, jika kau bertanggung jawab, mari kita selesaikan ini dengan sebaik-baiknya,” ujarnya sambil meliukkan pinggulnya agar pria itu masuk lebih dalam lagi dan mulai bergerak. Dengan topeng di wajahnya, Mr. Silver jadi lebih percaya diri. Dengan mantap ia menusukkan batangnya cepat dan kuat sehingga mereka berdua berteriak karena kenikmatan. Seprei teracak dan bantal guling berjatuhan. Tempat tidur besar menjadi arena pelampiasan nafsu sanggama dua orang itu. Sisilia mengubah posisi tubuhnya setengah berbaring di bawah kungkungan pria itu. Dia melirik milik Mr. Silver yang mulai mengeras lagi setelah beberapa menit selesai tumpah di dalamnya. Matanya mengerling mesra pada pria bertopeng itu. Meskipun cairan kental pria itu melumuri lubang femininnya, dia melebarkan bukaan kakinya minta dipenuhi lagi. “Mr. Silver, kau sangat luar biasa, tetapi aku belum puas. Kau membuatku terangsang lagi. Apa kau mau bertanggung jawab pada kondisiku ini?” Mata Mr. Silver memicing tajam dan mendongak angkuh. Ia mengacungkan kejantanannya ke arah lubang yang tadi dimasukinya. “Tentu saja, Merah, akan kupuaskan kau sampai kau tidak bisa mengeluh lagi.” Bersamaan dengan suara kembang api di puncak malam tahun baru itu dan cahaya kelap kelip yang masuk melalui jendela kamar hotel, keduanya berpacu mencapai puncak o*****e mereka. Mereka saling menggenggam tak ingin berpisah dan ingin bersama dalam kondisi seperti itu seolah tidak ada hari esok. *** Bersambung .... (♡ω♡ ) ~♪
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD