Bab 9. RDK

1217 Words
Keesokan harinya, mereka berdua sesuai jani bertemu di taman pertama kali bertemu. “Hai,” sapa Jovanka kala menghampiri Adelio yang terlebih dahulu datang. “Hai, sini duduk.” Adelio seketika berdiri saat mempersilakan Jovanka untuk duduk. Entah kenapa tak seperti biasanya, mereka tersipu malu saat bertemu. Walaupun mereka saat ini duduk berdampingan, tetapi hingga beberapa menit tak ada satu patah kata apapun yang keluar dari mulut mereka berdua. “Adelio, ehm. Ngomong-ngomong tumben kenapa kamu memitaku untuk datang ke sini?” tanya Jovanka yang memilih untuk memulai perkataan itu. “Ehm, aku mau ngomong sesuatu sama kamu.”Adelio bingung hendak mengungkapkan perasaannya ke Jovanka. Dia takut tidak diterima dan bahkan mereka bisa saling berjauhan karena momen hari ini. “Iya, mau ngomomg apa?” Jovanka tersipu malu. Dia seakan-akan tahu apa yang akan dikatakan oleh Adelio saat ini. “Aku suka sama kamu,” ujar Adelio dengan lirih. “Hah?” tanya Jovanka yang memang tak mendengarnya. “Aku suka sama kamu,” ujar Adelio lagi dengan mengeraskan suaranya. Jovanka menatap ke arah Adelio dengan mata berkaca-kaca. Dia tak menyangka jika lelaki yang ia sukai ternyata juga memilik perasaan yang sama. Dia yang terharu seketika menganggukkan kepalanya tanda ia mengiyakan perasaan yang sama itu itu. Dia tak ingin menyia-nyiaka kesempatan seperti saat ini “Aku juga suka sama kamu,” ujar Jovanka dengan pipi memerah karena tersipu malu. “Benarkah?” Adelio meraih tangan Jovanka. Jovanka kembali menganggukkan kepala. “Kalau begitu, kamu mau nggak jadi pacar aku?” tanya Adelio tak ingin menunda perkataan itu lagi. Dia tak ingin, jika mengulur waktu akan ada orang lain yang memilikinya. “Iya, aku mau,” jawab Jovanka dengan menundukkan pandangannya. Dia mali-malu tapi mau. Adelio merengkuh tubuh Jovanka dengan erat. Rasa bahagianya saat ini tak bisa ia utrakan dengan kata-kata. Begitu juga dengan Jovanka, dia merasakan hal yang sama. “Makasih, ya. Aku sayang sama kamu,” ujar Adelio sembari melepas pelukan Jovanka, lalu menatapnya. “Aku juga sayang, kamu.” Jovanka tersenyum ke arah Adelio. Dari sejak itu, mereka terlihat sebagai pasangan yang serasi. Jovanka yang cantik berdampingan dengan Adelio yang tampan dan juga anak keturunan bangsawan. Bertahun-tahun mereka menjalin hubungan dan mereka tampak sulit dipisahkan. Mereka menjalin hubungan yang serius, namun beberapa bulan sebelum pertunangan mereka, kejadian yang tak pernah terbesit di otak Adelio terjadi. Adelio yang saat itu sedang mengendarai mobilnya hendak menjemput ibunya, tiba-tiba melihat Jovanka yang sedang bertengkar dengan seorang cowok di taman saat mereka bertemu dulu. “Jovanka?” gumam Adelio. Dia menghentikan mobilnya dan mearkirkannya di dekat taman itu. Kemudian Adelio melangkahkan kaki menghampiri di mana Jovanka dan cowok itu berada. Terlihat wanita yang di sayangi Adelio menangis, membuat dia terasa tersayat. Dia menganggap jika wanitanya saat ini terluka karena cowok itu. “Aku nggak bisa tinggal diam.” Adelio semakin mendekat. Namun, saat itu terdengar perkataan Jovanka yang mampu membuat jiwanya seakan-akan musnah saat itu juga. “Aku nggak mau tahu, kamu harus tanggung jawab. Entah kamu siap atau enggak, ini tanggung jawab kamu,” pinta Jovanka sembari menangis tersedu-sedu. Dunia Adelio seakan-akan berhenti berputar saat itu juga. “Nggak, aku nggak bisa. Aku nggak siap untuk menjadi Ayah untuk saat ini. Apa kata Ayah dan Ibuku, jika kamu mengandung anakku?” ujar cowok itu tanpa merasa bersalah. “Jika kamu tak siap, kenapa kamu melakukan itu padaku? Aku dari awal menolak, tapi mulut buayamu membuat aku tertipu. Kau pendusta!” hardik Jovanka. Saat Jovanka membalikkan badannya, terlihat Adelio berdiri mematug di hadapannya. “Adelio,” ujar Jovanka. Adelio menahan tangisnya, dia hanya menyeringai di hadapan wanita yang mampu membuatnya bahagia dan sekaligus menyakitinya. “Semoga langgeng, ya,” ujar Adelio, lalu dia membalikan badannya hendak melangkah pergi. “Sayang, tunggu,” pinta Jovanka memohon. Adelio kembali membalikan badannya, lalu mengusap air mata yang tanpa ia sadari telah membasahi pipinya. “Apalagi? Jaga hati pria yang sudah memberikan hadiah terindah dalam hidup kamu, ya. Maaf, jika selama ini aku berusaha melidungi kamu, menjaga kamu tapi mungkin hal itu yang membuat kamu jenuh denganku,” ujar Adelio berusaha tak marah. Terlalu sakit saat ini ia rasakan. Jovanka menggelengkan kepalanya. “Aku nggak mau. Maafkan aku, Adelio. Aku salah.” “Tenang, sudah aku maafkan, kok. Makasih, sudah membuat hati ini hancur berkeping-keping. Ternyata sakit, ya. Jika semua hati di berikan ke seseorang tetapi tak mendapatkan balasan hati yang sama. Makasih atas semua hal yang kamu berikan ke aku. Jaga anak yang ada dalam kandunganmu, semoga bahagia selalu.” Adelio beralih menatap ke arah cowok itu. “Buat kamu, jadi cowok yang bertanggung jawab, ya. Aku relakkan wanita yang dulunya adalah kekasihku saat ini ternyata jatuh dalam pelukanmu. Semoga langgeng.” Adelio bergegas membalikan badan dan meninggalkan Jovanka dengan pria itu. Meski Jovanka terus memanggilnya, tetapi sama sekali tak ia hiraukan sama sekali. Adelio bergegas melajukan mobilnya menuju tempat ibundanya berada. Dia saat ini tak mampu membendung air matanya. Wanita yang selalu diharapkan sebagai pendampingnya di masa depan, saat ini nyatanya menorehkan luka yang dalam. “Apa salahnya aku, jika berusaha menjagamu hingga waktunya aku menghalalkan kamu. Tapi kenapa semudah itu kamu memberikan itu kepadanya? Apa karena aku melawan nafsuku selama ini membuat kamu terlalu jenuh dan menganggapku tak asyik? Hahahaha, aku muak!” teriak Adelio saat berada di dalam mobilnya. Dia saat ini merasa jatuh ke dalam jurang yang dalam. Dia merasa hendak meraih tebing di dekatnya namun tak mampu. “Hahaha, aku pria boddoh di dunia ini. Kenapa aku harus memberikan seluruh cinta dan bahkan jiwaku kepada orang yang tak mencintaiku dengan sepenuhnya. Memang lucu rasa ini.” Adelio tak tahu harus berkata apa kepada orang tuanya, kala semua persiapan untuk pertunangan itu sudah di rencanakan dengan matang, tetapi malah mendapat kabar duka yang begitu dalam baginya. “Aku nggak habis pikir, Jov. Kamu menghianatiku seperti ini. Ternyata yang aku khayalkan akan tetap tinggal di khayalan semata. Kamu bak bintang di langit, mampu kutatap namun sulit untuk kugapai. Aku menginginkan keindahanmu namu khayal untukku berada di dekatmu. Aku benci sama kamu, Jovanka!” teriak Adelio lagi. Adelio yang tak fokus saat mengemudikan mobilnya hingga hampir menabarak ibu-ibu yang sedang melintas di hadapannya. Namun, Adelio dengan cekatan mengeremnya hingga tabrakan pun tak terjadi. “Astagfirullah,” gumam Adelio. Adelio bergegas turun dan membantu ibu itu untuk duduk di pinggir jalan. Ibu terlihat syok hingga tak mampu berkata-kata. “Minta tolong air minum,” pinta Adelio ke orang-orang yang hanya menatap tanpa mengulurkan tangannya untuk membantunya. Yang berada di dekat mereka seketika dengan cekatan mengambilkan apan yang Adelio pinta. Banyak orang yang sangat hafal dengan Adelio yang merupakan anak dari pemimpin kota ini. "Eh, itukan Aden Adelio kan?" terdengar bisik-bisik beberapa orang yang melihat ke arahnya. ☆☆☆ Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Lina Agustin
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD