Hari Jum’at pagi, Dina memberikan selembar kertas pada Erlan. Saat ini mereka hanya berdua di ruangan Erlan.
“Lan, ini ada disposisi dari big boss. Ada anak baru yang mau dititip di sini, semacam anak magang gitu deh palingan selama satu dua bulan dulu sebelum jadi karyawan tetap. Bos minta untuk dia dididik ama kamu. Pas aku tanya kenapa beliau pilih kamu, beliau bilang karena kamu yang dirasa paling mampu menghandle nih anak. Sorry gak diemail, si bos minta langsung aku ngobrol ama kamu.” Tutur Dina dengan berikan senyum manis.
Erlan tidak merasa ada sesuatu yang aneh pada Dina. Sebenarnya ini hal yang biasa, yang menjadi luar biasa kali ini karena langsung bos besar yang memberi perintah.
“Bos besar? Beneran? Tumben amat pakai titipan. Gue paling gak suka sama tipe-tipe bos penguasa yang maksain nitip anak atau kerabat atau siapa gitu, biar bisa dapat surat rekomendasi bagus di CV mereka. Itu kan penipuan namanya!” Erlan membaca sekilas lembaran curriculum vitae yang dia terima. Seketika matanya membola melihat pas foto yang ada tapi kemudian dia manggut-manggut sembari membuka lembaran kedua.
“Iya, titipan. Tapi biar kamu bisa tahu kalau nih kandidat memang benar-benar mumpuni sih. Dia masuk Senin minggu depan ya. Aku harap kamu bisa bimbing dia. Gak usah offering gaji ya, udah diset up ama bos gaji nih bocah.” Ucap Dina dengan senyum simpul.
“Beres itu. Tapi by the way, yakin nih, ini fotonya yang mau jadi anak magang di kita?” Erlan menjadi tertarik saat melihat foto si pelamar. Sebuah evil smirk tercetak di bibirnya membuat Dina curiga.
“Iya bener. Kamu udah kenal dia ya?” tanya Dina sedikit curiga.
“Gak cuma kenal, tapi dia gadis yang bikin hidup gue menderita lahir batin, jasmani dan rohani, selama seminggu ini. Sepertinya semesta memberi gue kesempatan untuk membalas kelakuan barbar dia hahaha… Terima kasih ya Tuhan!” seru Erlan, sangat gembira. Dina semakin kebingungan dan keningnya berkerut.
“Ada pesanan khusus gak Din ke bocah ini?”
“Gak ada, big boss cuma bilang titip gitu doang sih.”
“Heeum berarti gue boleh ngapa-ngapain nih cewek dong?” Erlan menyandarkan punggung, melihat ke arah Dina dengan tatapan rahasia.
“Erlan, definisi ngapa-ngapain itu yang seperti gimana? Kok aku jadi curiga sih? Kamu jangan macam-macam Erlan! Nasib kita semua dipertaruhkan ke bocah ini loh!”
“Mendidik nih cewek sampai dia dianggap mampu kan Din? Bilang ke bos : consider it done! Oiya, gue juga minta bonus super besar.”
Terbayang sudah rencana pembalasan yang akan Erlan lakukan.
*
Senin pagi hari di tanggal muda, senyum merekah Erlan menyapa anak buah yang sudah ada di kubikel masing-masing.
“Pagi semuanya..! Semangat Senin pagi! Senyum pada merekah karena bonus udah masuk ya? Makanya kerja yang bener, biar bonus semakin gede.” Erlan sempatkan berdiri sebentar ke kubikel yang berada tepat sebelum ruangannya. Ada dua kubikel kosong yang akan terisi karyawan baru mulai hari ini. Salah satunya adalah bakal calon freelance, gadis yang sudah membuat harga dirinya terinjak, terjun bebas hingga lapisan inti bumi.
“Pagi Bos, tumben hari ini semakin cerah ceria. Penuh senyum pula. Naga-naga bonus bakalan lebih gede lagi ya?” jawab Dito, bujang lapuk yang sudah bekerja lima tahun di kantor itu.
“Heuum… hari ini akan ada dua karyawan baru. Keduanya cewek! Nanti elu Dit, gue kasih tugas untuk jadi mentor mereka ya.” Erlan tumpukan dagu ke dinding kubikel.
“Wah assignment baru nih. Ada tunjangan mentor juga kan?” tanya Dito, antusias.
“Tunjangan dari Hongkong! Elu juga gak akan bisa jadikan mereka mangsa loh, Dit, daripada kenapa-napa. Dah deh, kembali kerja ya. Nanti gue akan kenalkan mereka ke kalian.” Erlan menuju ruangannya, duduk dengan manis menunggu jam tepat setengah sembilan pagi, jadwal untuknya bertemu si staf baru.
Tepat jam setengah sembilan, suara ketukan pintu menyadarkan Erlan.
“Masuk.” Ucapnya, dibuat berwibawa.
“Pagi Lan, ini staf baru yang titipan bos udah datang. Elu kan end user, jadi mau wawancara dia?” tanya Dina.
Erlan mengangguk, tersenyum lebar.
“Kenapa aku curiga ama senyum lebar itu sih? Ingat pesanku ya Lan, jangan macam-macam sama nih gadis atau bakalan berabe semua!” pesan Dina wanti-wanti pada Erlan.
“Gue gak janji, Din, karena gue punya dendam kesumat sama dia!”
“Lan, perasaan tangan kanan elu kemarin udah gak papa, kenapa sekarang mendadak pakai arm sling sih?” Dina bertanya penuh selidik sembari melihat tangan kanan Erlan.
“Aaah elu kan lihatnya pakai perasaan sih, yang ngerasain sakit enggaknya kan gue. Ya udah mana tuh staf baru, gue gak sabar mau ketemu dia.” Kembali sebuah seringai muncul tipis di bibir Erlan.
“Yang penting aku sudah warning ya, jangan bilang kalau aku gak pernah kasih warning. Bentar aku panggil dulu. Renatta…, silakan masuk. Kenalkan, ini Pak Erlangga Danantya, tapi lebih akrab dipanggil Pak Erlan. Nantinya beliau yang akan jadi end user kamu.” Dina mempersilakan Renatta masuk ruangan Erlan. Kemudian Dina pamit.
Renatta menunduk sebagai tanda kesopanan. Sepersekian detik tadi dia sempat mendengar nama Erlan, sepertinya cukup familiar di telinganya.
Ah mungkin hanya kebetulan saja karena nama Erlan kan banyak.
Abaikan rasa penasaran, Renatta ucap salam penuh sopan, “selamat pagi Pak Erlang… ga,” Renatta mendunga, sedetik kemudian terdengar teriakan tertahan dari mulutnya, “eluuu! Jadi elu yang namanya Erlangga Danantya?” teriak Renatta, matanya membola seakan ingin keluar dari rongga.
“Selamat pagi Nona Renatta Dewani!” Erlan berpura melihat ke arah kertas yang dia pegang, “kenalkan, saya Erlangga Danantya atau biasa dipanggil Erlan, yang akan menjadi bos Anda! Selamat bergabung dan nikmati hari-hari Anda di sini. Saya pastikan, Anda akan sangat menderita!” seringaian seram, kali ini tampak sangat nyata, terbit di bibir Erlan yang duduk bersandar tepi meja dengan tangan kiri dia masukkan ke saku celana.
“Aaargghhh…!! Eluuu..!” teriakan Renatta membuat karyawan lain menjadi heboh.
“Eeh ada apa itu di ruangan bos? Kenapa ada teriakan kaya gitu sih? Mana ini pagi-pagi lagi, padahal tadi pak bos tumben ramah luar biasa.” Tentu saja staf yang hanya beberapa orang di kubikel dekat ruangan Erlan menjadi penasaran level tinggi, bersikap waspada, ingin tahu apa yang telah terjadi. Erlan terkenal sebagai bos tampan, cenderung emosional tapi pintar luar biasa dan dikenal medit.
“Iya, kan barusan ada cewek yang masuk ruangan bos itu, staf baru sepertinya deh, tapi kenapa langsung terdengar teriakan sih? Jangan-jangan…” timpal yang lain.
“Hei, sudah, abaikan saja dan fokus kerja! Pagi-pagi jangan bikin gosip deh.” perintah Dito, walau sungguh dia juga ingin tahu apa yang terjadi di dalam ruangan si bos.