Chapter 16 : Putra yang Dirindukan

2150 Words
Mata Luisa membulat penuh. Mulutnya sampai menganga saking kagetnya. Karena ternyata kini yang terjadi tidak sesuai dengan harapannya. Dia pikir Al yang datang. Tapi malah... "Pak Raka..." lirihnya. Pria itu tersenyum menghampiri Luisa. Menyambut gadis itu dengan wajah gembira. Raka mengulurkan tangannya pada Luisa. Awalnya gadis itu sempat ragu. Namun dia menurut saja saat Raka terlebih dahulu menarik tangannya. Raka menuntun Luisa ke arah meja yang sudah disiapkan. Pria itu menarik kursi untuk Luisa. Dan mendudukkan gadis itu di kursi. Lalu dia sendiri segera kembali ke tempat duduknya tadi. Sehingga berhadapan langsung dengan Luisa. "Kamu mau makan apa, Sa?" tanya Raka dengan lembut. Luisa masih diam dengan wajah kagetnya yang kentara. "Sa?" Raka menyentuh tangan Luisa saat gadis itu tidak menjawab ucapannya. Luisa tersentak kaget. Gadis itu memasang wajah bodohnya di depan Raka. Hal itu membuat Raka tertawa geli. "Ngelamun?" "Eng-enggak, Pak. Cuma..." "Kaget?" sela Raka. Luisa mengangguk pelan. Dan pria itu kembali tertawa. Raka menggeleng pelan. Matanya menatap Luisa lekat. "Aku tau kamu pasti akan terkejut. Tapi aku harap kamu akan suka dengan semua yang aku siapkan," ucapnya. Luisa kembali terkejut saat tiba-tiba dia menyadari di sekeliling mereka ada beberapa orang pria berpakaian rapi dan berjas memainkan biola secara bersamaan. Sebuah lagu romantis mengalun lembut dari dawai biola mereka. Raka mengambil kedua tangan Luisa. Menggenggamnya dengan kedua tangannya pula. Pria itu tersenyum manis pada Luisa. Dan itu cukup membuat jantung Luisa berdebar kencang. "Kamu perlu tau, Sa. Sejak pertama ketemu, aku udah tertarik sama kamu. Aku ingin coba dekat sama kamu. Tapi tiba-tiba aja kamu menghilang di pesta," ujar Raka. "Aku cari kamu kemana-mana. Tapi nggak ada informasi tentang kamu yang bisa aku temukan di daftar undangan pesta." Luisa terdiam mendengarkan ucapan Raka. Jelas Raka tidak akan menemukan data dirinya di daftar undangan. Dia kan tamu gelap yang bisa masuk berkat bantuan teman Riska yang kebetulan bekerja disana. "Aku udah hampir nyerah cari kamu. Tapi kemudian kita ketemu lagi. Ternyata kamu adalah salah satu karyawan Papaku. Aku cari kamu kemana-mana nggak taunya kamu sangat dekat." Raka terkekeh di bagian akhir kalimat. Luisa tertegun. Gadis itu menelan ludahnya kelu. Dia seperti sedang bermimpi. Bagaimana mungkin pria sesempurna Raka bisa tertarik padanya dan mengutarakan perasaannya secara terangterangan pada gadis sepertinya? Disaat banyak gadis lain yang lebih sempurna dan lebih pantas untuk dia sukai. "Pak Raka, saya..." "Aku yakin ini adalah jalan dari Yang Maha Kuasa. Sungguh Sa, aku nggak pernah ngerasa seyakin ini sebelumnya sama perempuan. Tapi sama kamu, nggak ada kata ragu." Raka mengeluarkan sebuah kotak dari saku jasnya. Dan membuka kotak itu di hadapan Luisa. Luisa terbelalak saat melihat sebuah cincin putih yang tengahnya dihiasi sebuah permata besar yang berkilauan. Dia tidak pernah melihat perhiasan seindah itu sebelumnya. Dia juga tidak tau tentang jenis-jenis permata. Namun dia menduga kuat pasti itu adalah berlian. Karena kilaunya begitu kuat. "Kamu mau jadi pacarku kan, Sa?" Luisa membatu. Gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa saat Raka menyematkan cincin indah itu ke jari manisnya. Luisa bahkan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. "Pak..." "Jangan panggil aku Pak! Biasakan panggil nama aja!" "Maaf..." lirihnya. "Saya nggak bisa, Pak. Saya nggak bisa terima perasaan Pak Raka," jelas Luisa pada Raka. Raka mengernyit. Pria itu menggeleng tak mengerti. "Kenapa? Bukannya kamu punya perasaan yang sama kayak aku? Bukannya kamu bilang R itu..." Luisa menggigit bibirnya gugup. Tidak tau harus menjelaskan seperti apa pada Raka. Gadis itu menghela nafas pelan. "Saya nggak punya perasaan sama anda. Jadi saya nggak bisa terima. Maaf, Pak. Dan R itu bukan anda." Raka terdiam. Pria itu menatap Luisa tak percaya. Lewat tatapannya Raka seolah meminta Luisa untuk menjelaskan jika ucapannya tadi tidak benar. Tapi Luisa hanya berucap maaf tanpa suara. Pria itu mendesah kasar. Raka memejamkan matanya karena tak mampu menatap wajah penuh prihatin Luisa. Dia benci dikasihani. Dia tidak mau Luisa sama seperti yang lain, mengasihaninya. "Oke. Gapapa, Sa. Mungkin sekarang belum. Tapi aku akan terus berusaha mendapatkan hati kamu," ujar Raka seraya tersenyum pada Luisa. Raka membatin, siapa sebenarnya R yang disukai oleh Luisa? Dia harus mencari tau siapa orangnya. Raka tidak mau tersaingi oleh siapapun. Luisa hanya diam tidak mampu berucap apa-apa. Wanita itu pun hanya bisa menurut saat Raka menyuruhnya memilih menu makanan. Sembari membaca buku menu, sesekali gadis itu melirik Raka yang tak henti tersenyum padanya. Membuat Luisa merasa tidak nyaman. Dia berharap semoga malam berlalu dengan sangat cepat. *** Al melangkah perlahan menuju ke sebuah ruang perawatan VVIP sebuah rumah sakit. Pria itu berkali-kali menghela nafas gugup. Sampai di depan pintu, Al terlihat ragu. Pria itu berdiri cukup lama disana. Seperti orang bingung. Baru saja Al akan meraih gagang pintu, namun gerakan tangannya terhenti karena pintu itu terlebih dahulu terbuka. Seorang wanita muncul dari balik pintu. Al tersentak kaget. Begitu juga dengan wanita itu. "Al..." wanita itu menutup mulutnya dengan tangan. Matanya membulat karena kaget. "Mama..." sapa Al sembari tersenyum tipis. "Kamu disini?" wanita yang dipanggil mama oleh Al terlihat syok. Seperti tidak percaya akan kehadiran Al disana. Al mengangguk pelan. "Iya, Ma. Aku dengar Papa lagi sakit? Aku mau jenguk Papa. Boleh?" Wanita itu mengangguk seraya menggigit bibirnya menahan rasa ingin menangis. Dia mendekat pada Al. "Kamu mau jenguk Papa?" "Iya, Ma. Bolehkan?" Dan detik itu pula, wanita itu menjatuhkan dirinya ke pelukan Al. Beliau menangis tersedu di dalam dekapan putra sulungnya itu. Al mengusap lembut punggung mamanya yang bergetar karena tangis. Berusaha menenangkan wanita itu. "Sejak kapan Papa dirawat?" tanya Al. "Udah dari seminggu yang lalu. Baru tadi kemarin Papa dipindahkan dari ICU. Saat baru sadar, Papa nyebut-nyebut nama kamu terus. Papa pasti kangen sama kamu," ujar Mama Al terisak. Al menelan ludahnya kaku. Pria itu baru menyadari jika dia begitu egois. Benar kata Raka kemarin. Tak ingin berlama-lama, Al mengajak mamanya untuk masuk kembali ke dalam ruangan dan melihat kondisi papanya. *** Raka tersenyum tertahan melihat kakaknya tengah duduk di samping ranjang tempat papa mereka terbaring. Meski tidak memasang ekspresi senangnya, namun wajah bahagia Raka terlihat jelas dari kedua bola matanya yang berbinar melihat sang kakak mau datang untuk menjenguk papanya. Mamanya bangkit dari duduknya saat menyadari kedatangan Raka. Buru-buru wanita itu menghampiri Raka yang berdiri di depan pintu. Hal itu membuat Al ikut menoleh dan menyadari kehadiran Raka disana. "Ka... ada Al. Dia datang buat jenguk Papa," ucapnya senang. Raka mengangguk pelan. Tersenyum tipis saat melihat wajah bahagia mamanya. Ternyata benar, Al adalah kebahagiaan orang tuanya. Sudah lama Raka tidak melihat wajah mamanya berseri-seri seperti ini. Ternyata kedatangannya ke klinik Al kemarin membuahkan hasil. Raka tau Al pasti akan luluh saat mendengar papanya sakit. Dia yakin Al tidak ingin terus menerus menjadi anak durhaka. Pria itu mendekati Al. Meninju lengannya pelan. "Baru dateng lo?" ujarnya. Al menggeleng pelan. "Udah dari tadi. Lo baru pulang kerja jam segini?" balasnya. Raka mengendikkan bahunya. Duduk di pinggir ranjang papanya. Menghadap ke arah Al. "Ya gitulah. Gue kan super sibuk. Nggak kayak lo!" ledeknya. Al mendengus saat melihat seringai jahil di wajah adiknya. "Makanya lo coba jadi dokter. Biar nyantai kayak gue!" balasnya. Raka terkekeh. "Emang enak seharian di klinik ngurusin orang lahiran? Harus siaga saat sewaktu-waktu ditelfon ada Ibu-ibu mau brojol!" Pria itu menoyor kepala Al dengan tidak sopannya. Al mendelik marah pada Raka. Tapi pria itu tidak memperdulikannya. Raka malah tertawa. Tapi sedetik kemudian pria itu meringis sakit karena telinganya ditarik oleh sang mama. "Ma.. ampun! Ma..." rintihnya. "Yang sopan sama Kakak kamu! Main toyor-toyor aja! Mama ngelahirin Al duluan bukan buat kamu toyor seenaknya!" geramnya. Raka tersenyum masam. Pria itu berpura-pura cemberut. Dan hal itu sontak memancing tawa kakaknya. Al meraup wajah Raka yang sok imut. "Nggak pantes tau nggak lo cemberut gitu! Ntar cewek-cewek gebetan lo itu pada kabur kalo liat lo kayak gini!" Raka menyeringai. "Gue udah tobat. Nggak mau main-mainin cewek lagi. Soalnya gue udah nemu cinta sejati gue!" Mata mamanya berkedip tak percaya dengan apa yang baru diucapkan Raka. Wanita itu terheran melihat Raka yang senyumsenyum sendiri. "Kamu lagi jatuh cinta?" Al tertawa. "Kenapa Mama heran gitu, sih? Kan dia udah biasa jatuh cinta, Ma. Udah sering malah," ledeknya. "Eits... jangan salah. Yang ini beda. Pokoknya Raka yakin banget sama yang ini. Nanti deh, Raka kenalin sama kalian kalo udah berhasil dapetin hatinya." "Jangan main-main terus, Ka! Nanti kamu kualat loh!" ujar mamanya menasehati. "Enggak, Ma. Raka yakin sama yang ini, kok. Mama jangan khawatir. Raka nggak akan mainin perempuan lagi," balas Raka bersungguh-sungguh. Al memutar bola matanya. Beralih memandang papanya yang terbaring pucat dengan selang oksigen di mulutnya. Dalam hatinya dia juga ingin membawa Luisa menemui keluarganya. Tapi itu nanti, karena saat ini dia belum mendapatkan hatinya. Entah bagaimana reaksi kedua orang tuanya nanti saat dia membawa wanita selain Aisyah untuk dia perkenalkan sebagai calon istrinya. Mungkinkah mereka akan menerimanya? Terlebih mereka tau wanita yang dicintai Al adalah salah satu pegawai di kantor mereka. *** Luisa menggeram marah saat Della kembali membangunkannya pagi itu. Gadis itu begitu kesal karena adik kurang ajarnya itu berani mengganggu tidurnya. Padahal dia kan sudah berpesan untuk tidak membangunkannya di hari Sabtu. "Della! Kamu itu ya! Nggak tau apa kalo ini hari sabtu! Waktunya Kakak tidur seharian!" bentak Luisa saat membuka pintu kamarnya. Della meringis melihat muka kesal Luisa. "Della tau, Kak. Tapi ini urgent banget! Kak Luisa harus bangun!" balasnya. "Urgent apaan?" tanyanya galak. Della mengerucutkan bibirnya. Entah kenapa Luisa tidak bisa bersikap manis padanya sejak dulu. Luisa mendengus saat Della tidak menjawabnya dan malah memasang wajah cemberut. Karena kesal, gadis itu berniat untuk menutup pintu kamarnya dan kembali tidur. Namun Della buru-buru menahannya. "Eh.. eh...! Ada Mas Al di bawah, Kak! Lagi nungguin Kakak!" seru Della. Tubuh Luisa membatu. Gadis itu mendelik pada Della. "Kamu nggak bohongin Kakak, kan?" ucapnya curiga. Della mengibaskan tangannya. "Enggak, kok. Emang ada Mas Al beneran di bawah. Nyari Kak Luisa." "Beneran?" Della mengangguk-ngangguk. Luisa pun sontak menjadi panik. "Aduh... aku belom mandi lagi. Della! Nggak dari tadi kek ngomongnya!" omelnya. "Lah kan tadi Della udah bangunin Kak Luisa berkali-kali!" ucap Della tak terima. "Tapi kamu nggak bilang kalo ada Al!" bentak Luisa. Gadis itu buru-buru masuk ke dalam kamar. Menyahut handuk yang tergantung di belakang lemari pakaian. Bergegas masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Della yang sedang cemberut karena tidak pernah benar di mata Luisa. Della tersentak kaget saat Luisa membuka kembali pintu kamar mandi. "Kamu ngapain disini? Turun sana! Bilang sama Al suruh nunggu bentar! Kak Luisa mandi dulu!" ujar Luisa pada Della. Della menghela nafas panjang. Gadis itu mengurut dadanya pelan. Kenapa dia bisa punya kakak sepupu seperti itu, batinnya. *** Della berjalan dari dapur ke ruang tamu sambil membawa sebuah nampan berisi cemilan dan juga segelas teh hangat. Gadis itu tersenyum pada Al. Melatakkan nampannya di meja tepan di depan Al. "Tehnya diminum dulu, Mas Al. Maaf ya. Cuma ada ini. Mau nawarin sarapan tapi belom masak." "Gapapa, Dell. Mas Al yang harusnya minta maaf. Karena bertamu pagi-pagi gini," balas Al. Pria itu membalas senyum Della. Kemudian mengangguk dan meraih secangkir teh yang disuguhkan Della lalu meminumnya sedikit. "Ah... gapapa kok, Mas. Mas Al tiap pagi main kesini juga boleh. Della malah seneng kalo ada Mas Al." Della tersenyum malu. "Ehem!" Della dan Al sama-sama menoleh. Dan mereka melihat Luisa berjalan menuju ke arah mereka dengan memberikan tatapan tajamnya pada Della. Della meringis menatap Luisa. "Eh... ada Kak Luisa. Udah mandinya?" tanyanya sok manis. Luisa hanya menjawab dengan deheman singkat. Gadis itu pun duduk di dekat Al. Menyingkirkan tubuh Della secara halus agar menjauh. Della tersenyum kecut. Gadis itu pun berpamitan untuk masuk ke dalam. Lebih baik dia cepat menyingkir sebelum wajahnya diacakacak oleh kakaknya yang kejam itu. Al tersenyum menyambut Luisa, "Baru bangun? Maaf ya. Ganggu kamu pagi-pagi." "Gapapa kok, Al. Nggak ganggu sama sekali," balas Luisa cepat. Al tersenyum lagi seraya mengangguk. Matanya tak henti menatap Luisa yang pagi ini terlihat begitu manis dengan kaos polos berwarna putih dan celana panjang santai berwarna biru muda. Al tersenyum tipis. Kapan Luisa tidak terlihat manis, batinnya. Bahkan dengan baju kotor dan bau seperti saat pertama kali mereka bertemu saja, bagi Al gadis itu sudah mempesona. Membuat Al yang sama sekali tidak pernah mengenal cinta, menjadi gelisah tiap malam karena memikirkannya. "Kamu ada acara nggak hari ini?" tanya Al. Luisa terlihat berpikir sejenak kemudian menggeleng. "Kalo acara berantem sama Della, udah tadi pagi. Selain itu nggak ada. Aku kan libur kerja." Al terkekeh. Pria itu mengacak rambut Luisa dengan lembut. "Kamu ini... nggak pernah akur sama Della." Luisa tersenyum tipis. Dadanya berdebar-debar saat tangan hangat Al membelai rambutnya yang panjang hingga ke bawah. Matanya menatap pria itu lekat. Seolah ingin menikmati wajah pria yang sudah membuatnya tidak ingin apapun lagi di dunia ini selain dirinya. "Jalan yuk!" ajak Al. Luisa mengangguk senang. "Kemana?" "Ke taman?" tawar Al "Boleh. Aku ganti baju dulu ya!" Al menahan tangan Luisa yang akan bangkit dari sofa. "Nggak usah. Gini aja udah cantik, kok. Yuk!" Luisa tersenyum lebar. Membiarkan Al menggandeng tangannya keluar dari rumah. Gadis itu membatin, jika itu adalah mimpi, maka dia tidak ingin terbangun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD