Chapter 3

1135 Words
Giselle masih bersembunyi di dalam kamar ketakutan. Gadis itu tidak mengira setelah pembicaraannya dengan Arsen tiba-tba datang sekelompok orang yang menyerang rumahnya. Beberapa penjaga luka-luka akibat penyerangan kediaman Winata Yoga. Kejadian di dermaga masih berlanjut karena Arsen berhasil membunuh pimpinan mereka. Adi putro seolah tidak terima lelaki kepercayaannya tewas di tangan Arsen. Tidak mau Giselle terluka, Arsen langsung menarik Giselle ke dalam kamar dan tidak membiarkan gadis itu dalam bahaya. Tanggung jawabnya besar dan akan terus melindungi Giselle. Desingan peluru tidak berhenti. Suaranya terus-menerus menggelegar. Saling serang dan saling tembak di halaman rumah membuat Giselle ketakutan dan panik jika sesuatu terjadi pada Arsen. Namun, ia kembali teringat dengan pesan Arsen untuk tetap berada di dalam kamar sampai suasana aman. Gadis itu masih belum tenang. Ia tidak bisa tenang jika hanya duduk dan mendengarkan pertarungan pistol yang hanya membuatnya waswas. “Aku tidak boleh tinggal diam.” Giselle masih saja mondar-mandir. Ia ragu untuk keluar atau tetap bersembunyi. Menjadi anak seorang pejabat tidak membuatnya merasa nyaman. Ia lebih tertekan karena kehidupannya tidak begitu bebas seperti teman lainnya. Bahaya selalu mengancam kapan saja. “Jangan pernah keluar sebelum aku menemuimu.” Perkataan Arsen seolah kembali mengingatkan Giselle untuk tetap di dalam kamar. Ia teringat kejadian di dermaga saat tidak mematuhi perintah Arsen dan malah membahayakan nasib orang lain yang akhirnya mati terbunuh karena keegoisan Giselle. Sementara di luar, Arsen masih berusaha menghabisi penyerang yang masuk kediaman Winata Yoga. Lelaki itu tidak segan menembak beberapa musuh yang nekat masuk ke dalam rumah. Ia sangat tahu tujuan mereka cuma satu, Giselle. Anak tunggal Winata Yoga yang selalu menjadi incaran mereka yang dijadikan kelemahan Adi Putro untuk melawan Winata Yoga. Beberapa pengawal Winata Yoga terluka parah, sebagian dari mereka mati tertembak. Dan beberapa orang lagi tersisa membantu Arsen mengusir lawannya. Seluruh pekerja di rumah Arsen bersembunyi di gudang belakang. Sedangkan hanya Giselle yang tersisa di dalam kamar miliknya. “b*****h! Siapa yang menyuruh kalian, hah?” Arsen berhasil memukul seorang lelak yang penuh lebam di mukanya. Ia mengunci lelaki itu dan berhasil membuatnya tidak bisa bergerak lagi. Arsen menyeretnya menghindari dari tembakan. “Katakan bodoh!” Lelaki itu masih terdiam tidak mau berbicara. Ia malah tersenyum seolah telah berhasil memperdaya Arsen untuk mengalihkan perhatiannya. Arsen tidak bodoh. Ia melihat beberapa oang masuk ke dalam rumah dan membuat lelaki itu langsung memukul pria di depannya hingga jatuh. “Sialan! Kalian main-main denganku!” Arsen mulai marah saat mereka masuk ke dalam rumah untuk mencari Giselle. Ia tidak akan membiarkan hal apa pun terjadi. Sementara itu Arsen mengkode anak buahnya untuk memanggil bantuan keamanan untuk menangkap penyerang kediaman Winata Yoga. Arsen mengejar mereka yang menaiki tangga rumah. Lampu rumah yang mati membuat Arsen kesusahan bergerak. Derap langkah mereka yang terdengar begitu jelas membuat Arsen sangat yakin mereka naik ke lantai atas dan mencari Giselle. Arsen mencari jalan menuju ruang generator dan menghidupkan aliran listrik. Tepat saat itu teriakan Giselle dari lantai atas langsung membuat Arsen tidak bisa menahan langkahnya. ia berlari secepat mungkin menaiki tangga dan berlari ke arah kamar Giselle. Lelaki itu membuka kamar Giselle dan melihat gadis itu meringkuk di atas tempat tidur. Wajahnya begitu ketakutan. Arsen tidak menemukan siapa pun. Hanya Giselle seorang diri di dalam kamarnya. “Uncle...!” Gadis itu langsung beranjak turun dan menghambur memeluk Arsen. Ia menangis ketakutan mendengar bunyi peluru yang saling menyerang. “Uncle tidak apa-apa?” Giselle menelisik wajah Arsen. Ada beberapa luka gores di bagian pipi dan memar di sudut bibirnya. “Apa yang terjadi?” Arsen masih memastikan apa yang telah terjadi. Suasana rumah masih belum aman dan Arsen belum bisa tenang membiarkan musuh berkeliaran di dalam rumah. Tebakannya salah karena mereka tidak ada di kamar Giselle. “Ada tikus ...” Giselle masih merengek manja. Gadis itu tidak peduli dengan keadaan yang belum stabil. Ia tidak ingin Arsen meninggalkannya sendirian. Arsen hanya bisa menggeleng. Gadis itu memeluknya erat tidak membiarkan Arsen pergi darinya. Sedangkan beberapa anak buahnya membutukhkannya. “Uncle jangan pergi!” “Giselle, kamu akan tetap aman di sini. Mereka tidak akan menyerangmu.” “Enggak mau!” Giselle masih mendekap Arsen. Ia tidak ingin lelaki itu dalam bahaya. Firasat Giselle mengatakan kejadian buruk akan terjadi. Hatinya merasa tidak tenang membiarkan Arsen pergi. Arsen masih berusaha bernegosiasi dengan sang gadis agar melepasnya pergi, tetapi sepertinya akan sangat begitu sulit. Gadis itu tetap bersikukuh dengan sikapnya tidak membiarkan Arsen pergi. “Giselle ... ayolah, aku harus membantu lainnya. Mereka masih berkeliaran.” “No!” Perdebatan mereka tampak begitu alot. Pendirian Giselle begitu kuat dan Arsen juga tidak bisa membiarkan lainnya dalam bahaya meskipun Arsen telah menyuruh menghubungi bantuan keamanan. Baginya, sebelum ia melihat mayat lawan terkapar, kondisi belum bisa dikatakan aman. Ia berhasil melepas pelukan Gisel dan membuat gadis itu duduk. Ia memberi kode pada Giselle untuk diam. Arsen menangkap keanehan terjadi. Ia melihat bayangan beberapa orang berdiri di depan pintu kamar. Ia sangat yakin jika lawannya berada di luar kamar dan bersiap untuk menembak. Arsen masih menunjuk telunjuknya di bibir. Giselle masih tidak mengerti kode yang diberikan Arsen. Gadis itu tidak sabar dan beranjak membelakangi pintu kamar. Ia berdiri menunjukkan wajahnya yang kesal. Gadis itu tidak tahu bahaya besar tengah mengincar untuk kedua kalinya. “Ini terakhir kalinya uncle seperti ini! Aku tidak akan membiarkan uncle terus-terusan dalam bahaya!” Satu kalimat terkahir Giselle yang membuat Arsen langsung berdiri dan menarik tubuh gadis itu pergi dari hadapannya. Seseorang telah berdiri tepat di depan pintu kamar dan bersiap menembakkan peluru ke arah Giselle. Mereka sengaja mencari celah dan menemukannya saat Giselle berdiri persis di depan Arsen. Satu kesempatan yang sangat baik untuk menghabisi putri Winata Yoga tersebut. Dor!!! Satu peluru tepat mengenai Arsen bersamaan bunyi sirine polisi datang. Tubuh Arsen melemah dan jatuh. Sebuah peluru bersarang tepat di bagian jantungnya. Giselle langsung berbalik dan tidak menyangka Arsen tertembak karena ulahnya. Sang penembak dan kawannya langsung pergi setelah mendengar sirine polisi. Biar bagaimanapun mereka harus segera pergi sebelum polisi menangkap mereka dan akan membuat masalah untuk Adi putro. Mereka menarik semua orangnya da keluar lewat pintu belakang. Membiarkan mayat komplotan mereka tertinggal dan menghilangkan jejak identitas mereka sebagai anak buah Adi putro. “Uncle ...?!” Giselle ,asih tidak percaya apa yang dilihatnya. Lelaki itu terluka dan darah mengalir segar. “Tolong!!” Giselle berteriak meminta pertolongan. Ia masih merasa semua kejadian yang terjadi hanyalah mimpi. “Ststst ....” Arsen berujar lirih. Ia masih menahan rasa sakit dan tubuhnya terasa begitu dingin. Tangan yang berlumuran darah itu mencari tangan Giselle dan menaruhnya di d**a. “te—tap jadi gadis yang ba—ik.” Arsen terdengar kesusahan berbicara. Ia berusaha berulang kali menhan napasnya yang sesak, tetapi tubuhnya mulai terasa dingin. Pandangannya mulai mengabur dan tidak begitu jelas. Ia hany mendengar giselle yang terus saja menangis di dekatnya. Tangisan itu seolah menjadi tangisan terakhir yang didengarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD