Chapter 2

1577 Words
“Uncle ....” Giselle meringis kesakitan saat anak buah Adi putro mendekap lehernya menggunakan pistol. Gadis itu terlihat ketakutan. Ia tidak menyangka kecerobohan membuatnya berada dalam masalah. “Lepaskan dia!” Arsen yang baru saja datang begitu panik melihat pistol yang mengarah ke kepala Giselle. Sedangkan dua pengawal bawahannya terbunuh di samping mobil. Arsen merasa keadaannya semakin sulit karena dikepung anak buah Adi Putro. Pengintaiannya gagal dan justru membuat Giselle dalam masalah. Ia harus bertanggung jawab dengan semuanya dan membawa Giselle pulang ke rumah dalam keadaan selamat. Ia tidak ingin Winata Yoga kecewa karena mengizinkan Giselle ikut dalam pengintaiannya. “Tidak semudah itu bodoh!” Lelaki berkulit hitam itu menekankan ujung pistol pada pelipis Giselle. Membuat gadis itu meringis kesakitan. Giselle terlihat ketakutan. “Jangan sakiti dia!” “Ha ha ha ha sangat mencengangkan.” Anak buahnya Adi Putro tertawa lebar. Pria yang dikenal dengan sebutan Jhon itu seakan tahu kelemahan Arsen. Lelaki hitam itu tersenyum miring memberi kode pada anak buahnya untuk meringkus Arsen saat lelaki itu lengah. Selagi ia mengalihkan perhatian Arsen pada gadis dalam tawanannya. “Uncle awas!” Giselle berteriak melihat seseorang hendak memukul Arsen menggunakan balok kayu dari belakang. Sang kepala pengawal Winata Yoga reflek menghindar dan menendang pria yang hendak memukulnya. Arsen dengan lincah menendang dan mengambil alih balok dan menghabisi beberapa anak buah Adi Putro hingga terkapar. Jumlah yang tadinya tidak imbang dan membuat posisi Arsen sedikit aman. Satu lawan satu. Hanya tersisa Jhon, Giselle dan Arsen. “Kamu berulah aku tembak mati gadis ini!” Kembali Jhon berseru. Ia sadar tidak mudah mengalahkan kepala pengawal andalan Winata Yoga tersebut. Ia menggunakan taktik lainnya untuk menekan Arsen agar menyerah. Arsen melepas balok di tangannya. Ia harus mencari strategi lainnya agar Giselle selamat. Ia tidak mau nyawa gadis melayang atau Jhon berhasil menyakiti tubuh Giselle sedikitpun. “Apa maumu? Katakan!” “Mauku sudah jelas! Aku ingin nyawa gadis ini. Tuan Adi Putro pasti sangat senang melihat Winata Yoga terpuruk karena kehilangan puteri kesayangannya. Terlebih sang pengawal akan kembali gila dan terpuruk jika gadis manis ini menghilang untuk selamanya.” Jhon tersenyum miring. Ia tersenyum penuh makna melihat Giselle yang meringis kesakitan karena ujung pistolnya. “b******k! Lepaskan dia!” “Ha ha ha aku sulit mendapatkannya, dengan mudah kamu menyuruhku melepaskannya? Jangan harap!” Jhon mundur beberapa langkah. “Baiklah, jangan salahkan aku jika nyawamu melayang! Arsen mengambil ancang-ancang dan bersiap mengambil alih permainan. Ia melihat kemungkinan celah untuk mengambil alih Giselle dan menghabisi semua anak buah Adi Putro. Ia menggeser tubuhnya melompat menendang tembok dan mematuk pelurunya ke arah Jhon. Sudut kemiringan telah ia perhitungkan agar tembakan pelurunya tepat mengenai Jhon. “Argh!!!” Giselle menjerit mendengar desingan peluru yang hampir mengenainya. Gadis itu terkejut dan menutup matanya. Tangan yang membekapnya perlahan mengendur dan tubuh Jhon terkapar lemas. Peluru Arsen tepat mengenai sasaran. Lelaki itu meninggal dalam sekejap. Arsen langsung menghampiri Giselle dan memeluk gadis tersebut. Hampir saja ia kehilangan Giselle dan membuat nyawa gadis kesayangannya melayang. Arsen tidak tahu lagi jika semua itu terjadi padanya. “Kamu tidak apa-apa?” Arsen menangkup pipi Giselle memastikan sang gadis baik-baik saja. Giselle hanya mengangguk. Ia masih tidak mengira akan berada pada situasi yang amat menegangkan. Bahkan dirinyalah sang pembuat masalah. Gadis itu sengaja keluar dari mobil hanya untuk melihat laut dan menanti sunset dari tempatnya. Kedua pengawal sang ayah telah mencegahnya, tetapi Giselle masih keras kepala. Ia merasa situasi aman dan semua akan baik-baik saja. Anak buah Adi Putro yang melihatnya langsung mendekatinya. Terjadilah perkelahian yang menyebabkan dua pengawal ayahnya akhirnya tewas. Hingga akhirnya Giselle melihat Arsen datang menyelamatkannya. “Jangan seperti ini lagi. Kamu paham?” Arsen kembali memeluk Giselle. “Maaf ...” Giselle berujar lirih dalam dekapan Arsen. Gadis itu merasa tidak tahu lagi bagaimana harus berucap. Semua karena kebodohannya hingga membuat dua pengawal ayahnya terbunuh. *** Setelah memastikan keadaan Giselle aman. Arsen kembali ke dermaga untuk mengurus jenazah kedua anak buahnya. Semua jejak perkelahian di dermaga terhapus oleh Adi Putro. Tempat itu menandakan seolah tidak terjadi apa-apa. Semua anak buah Adi Putro menghilang berikut barang buktinya. Arsen tidak tahu mereka masih hidup atau mati. Hanya tersisa mayat kedua pengawal Winata Yoga. Arsen tidak bisa berbuat banyak selain mengambil mayat anak buahnya dan langsung melakukan proses pemakaman. Ia tidak punya bukti yang kuat jika pembunuh pengawalnya adalah anak buah Adi putro grup. Ia hanya ingin suasana kondusif kembali dan tidak memunculkan api lagi di antara Winata Yoga dan Adi Putro. Keadaan Giselle yang masih ketakutan menjadi pertimbangan Arsen. Ia tidak ingin gadis tersebut menjadi incaran musuhnya setelah mereka tahu jika dirinya dan Giselle memiliki hubungan khusus. Arsen harus berhati-hati dalam mengambil tindakan untuk mengungkap bisnis gelap Adi Putro grup. Arsen tidak lupa memberi kabar pada Winata Yoga tentang kejadian yang baru saja terjadi. Lelaki itu dengan berat hati memberi kabar kematian anak buahnya. Hal itu membuat Winata Yoga segera menyelesaikan pekerjaannya dan berencana pulang lebih cepat dari jadwal perjalanan dinasnya. Lelaki itu merasa perlu mengambil tindakan dan akan berunding dengan Arsen agar permusuhannya dengan Adi Putro grup tidak memakan korban lagi. Persaingan sengit antara Winata Yoga dan Adi Putro terjadi sudah sejak lama. Jauh Sebelum Winata Yoga menjadi pejabat. Mereka bersaing dalam bisnis dan lainnya. Posisi Winata yoga yang semakin unggul membuat posisi Adi Putro semakin terancam dan bisnisnya terancam collaps. Kemajuan teknologi yang semakin canggih membuat Winata Yoga memiliki rekan bisnis dari Amerika yang mensupport semua keamanan di rumahnya. Beberapa drone ia sebar untuk kepentingan keamanan dan pengintaian. Arsen yang menjadi kepala pengawal di keluarga mempunyai peran penting dalam semua sistem itu. Ia yang mengendalikan semuanya. Memudahkannya untuk melakukan pengintaian terhadap Adi Putro grup. Setelah semua urusannya dengan Winata Yoga selesai. Arsen kembali memastikan keadaan Giselle baik-baik saja. Lelaki itu juga menyuruh pengawal lainnya untuk lebih ketat berjaga di ruang monitor dan pos jaga. Ia tidak menjamin anak buah Adi Putro akan membiarkannya begitu saja. Apa lagi Jhon adalah salah satu anak buah andalan Adi Putro. Arsen yakin mereka akan balas dendam dan bisa menyerang kapan saja. Giselle duduk di kursi taman sembari mengusap air matanya. Gadis itu terlihat begitu cengeng. Lahir sebagai anak tunggal membuatnya tidak punya teman bicara dan lainnya. Ia selalu sendiri saat kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka. “Kenapa nangis?” Arsen duduk di samping Giselle. Bukannya menjawab, gadis itu malah langsung menghambur ke pelukan Arsen. Ia masih merutuki kebodohannya yang mengakibatkan dua pengawal ayahnya tewas. “Tenanglah, ini semua sudah takdir. Kita tidak bisa mengubahnya.” Arsen mengusap pucuk kepala Giselle menenangkannya. “Aku yang bodoh. Harusnya aku menuruti perkataan Uncle.” Giselle masih terisak. “Sudahlah, tidak perlu menangis lagi. Aku ada kabar bahagia untukmu.” Arsen melepas pelukannya dan mengusap kelopak mata Giselle yang basah. Lelaki itu membingkai wajah gadisnya dan berusaha membuat Giselle tersenyum lagi seperti biasanya. “Tuan Winata Yoga akan segera pulang. Kamu senang?” “Ayah pulang?” Giselle sama sekali tidak tertarik berita kepulangan ayahnya. Baginya kepulangan Winata Yoga bukanlah hal spesial. “Iya, kenapa masih murung?” “Entahlah, kepulangan ayah rasanya tidak mengubah apa pun.” Giselle masih menunjukkan kesedihannya. Arsen tersenyum. Ia paham apa yang tengah Giselle rasakan. Gadis itu akan teramat sensitive jika menyangkut soal keluarganya. Kekayaan dan semua fasilitas mewah yang ia punya seakan tidak membuat hatinya sepenuhnya bahagia. Pertikaian dan perebutan kekuasaan membuat Giselle seringkali miris melihatnya. Ia hanya ingin tumbuh seperti gadis normal lainnya yang bebas bergaul dengan siapa saja tanpa adanya rasa takut. “Apa kamu juga akan menangis seperti ini jika suatu saat aku yang mati?” “Uncle! Kamu enggak boleh mati!” Giselle langsung bereaksi. Perkataan Arsen sungguh mengagetkannya. Arsen tertawa melihat ekspresi Giselle yang berlebihan. Pria kaku itu perlahan mulai mengendurkan semua otaknya. Seharian ia harus bersabar menghadapi Giselle. Terlebih keselamatan sang gadis hampir saja terancam. “Semua manusia pasti mati, cepat atau lambat semua mengalaminya.” “Tapi aku enggak mau Uncle mati sekarang!” Giselle memukul lengan sang pengawal. Ia begitu takut kehilangan lelaki yang selalu menemaninya. “Hei, kenapa kamu serius sekali?” Arsen menelisik raut sedih wajah di depannya. Perlahan pelupuk mata di depannya kembali basah. “Hei, aku bercanda, kenapa kamu malah menangis?” “Sama sekali enggak lucu!” “Baiklah aku minta maaf. Aku akan tetap bersamamu. Menjagamu hingga kita terpisahkan oleh yang namanya kematian.” Arsen menarik tangan Giselle dan membuat gadis itu lebih tenang. Lelaki yang biasanya terlihat tegas itu seolah melunak dengan sikap manja Giselle. Kejadian yang terjadi di luar kendalinya membuat Arsen harus melakukan pengamanan ekstra untuk semuanya. Terutama keadaan Giselle. Arsen khawatir jika gadis itu memiliki ketakutan besar akibat melihat perkelahiannya dengan anak buah Adi Putro grup. Apalagi jika Giselle sampai melarangnya melakukan misi khusus dari Winata Yoga. Arsen akan berada dalam kesulitan. Ia tidak bisa menolak permintaan Giselle, tetapi ia juga tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya sebagai kepala pengawal sekaligus kepercayaan Winata Yoga. “Uncle janji?” “Janji.” Arsen mengaitkan jari kelingkingnya sebagai bukti jika ia akan terus menepati janjinya pada Giselle. Tidak akan membiarkan gadisnya dalam bahaya sekalipun. Besarnya cinta dan pengabdiannya membuat Arsen memiliki suatu kehormatan menjadi pengawal Winata Yoga. Ia menyerahkan seluruh hidupnya untuk mengabdi dan menjalankan tugasnya dengan senang hati tanpa beban. Meskipun setiap hari ia selalu menempatkan dirinya dalam bahaya. Ia tidak peduli. Nyawanya sekalipun akan ia pertaruhkan untuk pekerjaannya yang penuh resiko. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri jika keluarga Winata Yoga adalah bagian dari hidupnya. Kematian bukanlah hal yang menakutkan melainkan sebuah kehormatan bagi Arsen.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD