Sepanjang perjalanan pulang, Inara dan Syabil tidak berbicara sama sekali. Begitu pun saat sampai di tempat parkir. Inara melepas helm dan menyerahkan pada Syabil tanpa mengucap sepatah kata. “Na,” panggil Syabil. Namun, istrinya itu berjalan cepat meninggalkannya yang masih duduk di atas motor. Pemuda yang mengenakan jaket berwarna hitam itu mendesah pelan. Syabil segera mengunci ganda kendaraannya lalu menyusul sang istri masuk ke asrama. Inara berjalan dengan wajah tertunduk menuju kamar. Ia berhenti di depan pintu, lalu memperhatikan rak sepatu yang terletak di samping pintu. Masih kosong, belum ada sepatu Hanin. Inara menghela napas pendek. “Gimana nanti kalau Hanin kepo? Pasti si Syabil udah cerita semuanya,” keluh Inara seraya membuka kamar yang terkunci tadi. Namun, baru akan me