Untuk Cena

1121 Words
                “Neng, Ibu boleh masuk?”  Ucap Mia sembari mengetuk pintu kamar Celine, Celine yang baru saja habis mandi langsung buru-buru memakai baju lalu membukakan pintu untuk ibu nya, sembari mengeringkan rambut dengan handuk kecilnya, Celine berjalan duluan masuk ke dalam kamarnya di susul oleh Mia di belakang, di kasur terdapat sebuah Paper Bag besar dari toko baju ternama, Mia bisa tebak kalau Celine habis berbelanja.                 “Kok ibu belum tidur?” Tanya Celine.                 “Nungguin kamu pulang soalnya, lama banget, habis dari mana aja?” Tanya Mia. Sejujurnya ia tidak tahu harus mulai dari mana, Mia menyandarkan tubuhnya di kursi kerja milik Celine, beberapa langkah dari tempat gadis itu duduk dan mengeringkan rambut nya.                 “Habis makan ice cream, jalan-jalan, terus beli baju, habis beli baju makan dulu habis itu pulang.” Jawab Celine dengan senyum mengembang di pipi nya. Sudah lama Mia tidak melihat Celine tersenyum seperti itu, nampaknya ia sangat senang, terakhir kali Mia melihat senyum Celine yang seperti itu ketika gadis itu masih berpacaran dengan Aldo, namun setelah putus dengan Aldo, Celine hanya menghabiskan waktunya dengan Kerja, tidur, dan party.                 “Dek… ibu mau ngomong deh, boleh ya?” Ucap Mia pada akhirnya, setelah diam cukup lama. Celine mengangguk, kemudian memutar tubuh nya agar bisa menghadap langsung ke arah ibu nya itu. “Iya, ibu ngomong aja, emang ada apaan? Penting banget kayaknya sampai ibu nungguin aku pulang.” Balas Celine.                 “Hmm… iya, penting banget dek buat ibu.” Balas Mia, keduanya diam cukup lama hingga wanita paruh baya itu kembali bersuara.                 “Celine, kamu mau kan ibu senang?” Tanya  Mia. Celine langsung mengangguk tanpa ragu, namun alisnya mengkerut, ia heran mengapa ibu nya bertanya demikian.                 “Itu kan jawabannya udah pasti, Celine mau ibu selalu senang, kenapa? Kok nanya gitu?” Tanya Celine.                 “Maaf ya… selama ini, ibu suka sekali terkesan membedakan kamu dengan Cena, itu semua ibu lakukan karena ibu selalu anggap kamu itu lebih unggul segalanya di banding Cena, kamu pintar, kamu cantik, teman-teman kamu banyak, kamu supel sama orang, semua orang suka sama kamu. Selama ini, ibu takut kalau Cena gak dapat apa yang kamu dapat, seperti teman, atau pasangan, ibu selalu pengen kalian itu sama, kalau Celine dapat pasangan, Cena juga harus dapat pasangan, kalau Celine dapat rejeki, ibu juga mau Cena dapat rejeki. Celine… walaupun ibu ngeliat pergaulan kamu se bebas-bebas itu dan ibu gak pernah gimana-gimana, tapi ibu khawatir sama kamu, kalau aja kamu dapat jodoh yang yang gak baik, makanya ibu mau pas tante Wika minta anaknya di jodohin sama salah satu dari kalian. Ibu pikir, akan bagus buat kamu kalau dapat suami yang seperti Mas mu, ibu pikir Cena akan dapat yang jauh lebih baik dari Mas mu, ternyata ibu salah, ternyata Cena juga suka sama Mas mu dan… ibu pikir, karena Cena tidak lebih bisa bergaul daripada kamu, ibu minta sama Celine untuk nge ikhlasin Al untuk Cena… sore tadi pas Celine pergi, Cena cerita sama ibu sambil nangis-nangis kalau dia suka sama Al, dan dia juga gak bisa ngeliat Celine nikah sama Al, benar kata Cena, gak akan baik untuk kalian berdua kalau kalian suka sama laki-laki yang sama, Celine… kalau kamu ngelepasin Al untuk Cena, mungkin kamu bisa dapat penggantinya lebih cepat, ibu janji, ibu janji sama kamu kalau kamu ngelepas Al untuk Cena, siapa pun pacar kamu setelah nya, ibu akan setuju tanpa syarat apa-apa seperti Aldo kemarin.” Ucap Mia, tangannya terasa dingin apalagi ketika Celine menatap nya dengan tatapan yang begitu dingin.                 Walaupun kemarin Celine memang membuat surat perjanjian pernikahan dengan Al agar pria itu membatalkan perjodohan mereka, mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh ibu nya sendiri membuat hati Celine tersayat-sayat, sebegitu pentingnya kah Cena di mata ibu nya hingga ibu nya sendiri selalu meminta Celine untuk mengalah hanya untuk Cena. Celine berdiri, kemudian mendekati ibu nya dengan senyum licik di wajah nya.                 “Aku tau, ibu lebih sayang sama Cena di banding sama aku, makanya ibu minta aku mundur Cuma-Cuma buat bikin Cena senang, Cuma bikin apapun yang Cena mau jadi kenyataan. Ibu gak mikirin aku ya? Cuma Cena aja terus yang ada di pikiran ibu, tapi terserah deh, ibu maunya gimana, aku gak bakal ngelepasin Mas Al, tapi kalau Cena mau coba buat ngambil hatinya Mas Al, ya silahkan aja, kalau Mas Al yang mau, baru aku lepasin, kalau Cuma Cena yang mau, nggak akan, sampai mati juga nggak bakal, selama ini aku udah cukup ngalah sama Cena.” Ucap Celine sembari tersenyum licik, Celine yakin setelah ini Cena akan lebih sering mendekatkan diri kepada Al, apalagi Cena sudah mendapat dukungan dari ibu mereka. “Celine… gak gitu sayang, ibu sayang kalian berdua, gak ada yang ibu bedain, ibu Cuma takut, Cena gak mau buka hati lagi untuk orang lain karena dia suka nya sama Al, ibu juga pengen dek ngeliat kakak kamu nikah, kamu tau sendiri kan dia bagaimana, ibu sadar Al itu sukanya sama kamu, bukan sama Cena tapi gak tau kenapa menurut ibu, Cuma Al yang bisa nerima Cena, mungkin dia perlu waktu buat ngelepasin kamu tapi, pasti dia bisa.” Ucap Mia, lagi.                 “Ya terserah, kalau suatu saat Cena hati nya sakit gara-gara ini, jangan salahin aku. aku pastiin Mas Al gak akan milih Cena, bagaimanapun kondisinya bu.” Jawab Celine. Setelahnya, Celine berjalan ke arah kasur, meninggalkan ibu nya yang masih duduk di sana. Sebenarnya sejak tadi air mata nya sudah hampir saja jatuh membasahi pipi, hanya saja Celine menahannya ia tidak suka terlihat lemah di hadapan manusia lain, sekalipun keluarganya sendiri, sementara itu Mia sudah di penuhi dengan rasa bersalah, lagi-lagi ia menyakiti hati putrinya sendiir.                 Bisa di tebak bahwa keesokan hari nya, Celine bersikap tidak biasa, ia tidak ikut sarapan, pamit kepada papa nya saja, dan bahkan tidak menjawab ketika di tanya oleh ibu nya, rasanya ia masih sakit hati sekaligus kesal akan apa yang di sampaikan oleh ibu nya semalam. Haru yang melihat perubahan sikap Celine tentu saja seketika sadar, ia langsung menatap istrinya, seakan-akan meminta jawaban.                 “Nanti aku cerita mas.” Ucap Mia, sekilas ia menatap Cena yang pandangannya masih tertuju ke jendela yang tepat mengarah ke luar, memperlihatkan Celine yang sedang di jemput oleh Al.                 “Cena jangan lupa, besok malam pulang cepat ya, kita ada makan malam bareng sama keluarganya Al buat nentuin tanggal jadi nya nikahan adik kamu sama Al.” Ucap Haru.                 “Gak jadi mas, besok gak jadi. Celine kan minta di longgarin waktu nya, jadi makan malam nya lain kali aja, lagi pula besok aku ada acara sama Wika jadi gak jadi.” Balas Mia.                 “Loh keluarganya Al sudah tau?” Tanya Haru. Mia mengangguk “Iya, sudah.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD