tiga

1135 Words
                Tiga hari setelahnya, keadaan ku membaik. Namun aku masih menikmati cuti ku yang masih tersisa dua hari. ku lihat sebuah sweater hitam milik Dokter tampan itu terlipat rapih di atas nakas tempat tidur ku, pasti Bi Lina sudah mencuci nya. Aku merentangkan otot-otot tubuh ku agar tidak terlalu pegal lagi, lalu seperti anak muda kebanyakan, aku segera mengecek ponselku, memeriksa chat sekaligus kerjaanku yang pasti sudah menumpuk. Satu hal yang membuatku terkejut dari sekian ratus chat yang masuk adalah, sebuah chat dari pemilik hoodie di nakas samping tempat tidurku itu. Fudhail Al-Kahf             Assalamualaiku. Sudah sehat?                 Aku langsung loncat dari tempat tidurku tanpa membalas pesan tersebut, aku langsung mencuci muka dan menggosok gigi sebentar, lalu berlari ke arah ibu ku yang sedang bersantai menonton acara televisi kesukaannya.                 “BU CELINE MAU DI JODOHIN SAMA MAS AL!” Ucapku yang justru terlihat seperti orang kesetanan. Ibu ku menatap ku dengan tatapan heran, ia aku sadar pasti sangat aneh melihatku seperti ini, namun jujur, aku sungguh sangat tertarik dengan anak dari teman ibu ku itu.                 “Lah ngawur ya! Masa iya cewek ngeduluin, lagian ibu nya Al belum ngasih aba-aba lagi. Masa iya kita langsung nyosor aja. Aneh, mana tiba-tiba suka lagi” Jawab ibu ku sembari menatap ku dengan tatapan aneh. Aku hanya cengengesan menatap nya.                 “Yah bu, terus gimana dong?” Tanya ku dengan sedikit kecewa, ku pikir ketika aku mengiyakan tawaran ibu, aku akan langsung di pertemukan langsung dengan keluarga pria dingin itu.                 “Usaha, PDKT, apa gitu terserah” Jawab Ibu asal, aku tahu sekarang ibu sedang serius menonton acara tv kesukaannya sehingga ia hanya menjawabku dengan asal-asalan. Aku tahu ini aneh, tapi entah kenapa aku malah bernafsu untuk menjadikan Mas Al sebagai milikku. Aku tau ini aneh, tapi yasudah.                 “Emang, kamu suka sama dia? Bukannya waktu itu kamu malah bilang kalau dia itu aneh terus dingin? Yang bener yang mana?” Kini Ibu mulai tertarik denganku, ia menyimpan remote yang sedari tadi ia pegang kemudian menggeser sedikit tubuh nya agar bisa menghadap ke arah ku.                 “Ya belum, Cuma lucu aja kayak nya kalau sama dia” Jawab ku jujur                 “Kalau dia gak suka sama kamu gimana?” Tanya Ibu.                 “Aku paksa aja, biar dia suka sama aku.” *****                 Hari minggu, tepat satu hari sebelum aku harus kembali bekerja, aku memandang sweater di hadapanku saat ini. Sial, aku kepikiran dengan pemiliknya, sikap manis yang ia tunjukan kepadaku beberapa hari yang lalu sukses membuatku menjadi penasaran dengan sikap asli nya. Aku heran mengapa ia rela mengantarku pulang siang itu? mengapa ia mau meluangkan waktu nya untukku?.                 “Bengong aja cel” Tegur Cena sembari berjalan masuk ke kamar ku. Saudara kembarku yang bahkan di rumah selalu menutup auratnya.                 “Eh? Enggak. Ngapain cen ? tumben lo masuk sini” Tanyaku sembari berbasa-basi, ketahuilah kami memang kembar, tetapi kami tidak seperti anak kembar yang lainnya, kami terkesan canggung bahkan tidak akrab sama sekali. Aku dan Cena jarang sekali saling menyapa, Cena yang pendiam, dan aku yang banyak tingkah, Cena yang lebih suka berkebun di belakang rumah sementara aku menyentuh air untuk mandi saja harus berpikir puluhan kali.                 “Gak apa-apa. itu punya siapa? Kamu tumben punya sweater” Ucap Cena sembari menunjuk hoodie yang sedang aku pangku.                 “Hah? Tumben? Kita gak se-akrab itu ya? Sampai lo gak pernah tahu kalau gue selama ini koleksi sweater” Ucapku sembari pura-pura marah, Cena langsung menunjukan ekspresi bersalah nya. Lalu kemudian aku tertawa.                 “Gak lah, bercanda. Punya anaknya temennya ibu, males cerita ah, pokoknya gue pinjem” Jawab ku. Cena hanya mengangguk mendengarnya. Kukira setelah itu ia akan keluar, namun ia masih berdiam diri di tempatnya, sungguh sangat canggung hingga aku sendiri tidak tahu harus berbicara seperti apa kepadanya.                 “Lo… ada perlu apa gitu Cen? Biar gua bantu?” Tanyaku pelan, takut – takut ia tersinggung. Cena kemudian tersadar, kemudian ia tersenyum menatapku.                 “Eh… Enggak, enggak kok Cel. Yaudah kalau gitu aku ke bawah dulu ya, laper banget soalnya”  Ucap Cena kemudian aku membalasnya dengan sebuah anggukan. Aku segera berdiri, mengambil kunci mobil, kemudian memasukan sweater milik Mas Al ke sebuah paper bag berwarna cokelat. Iya , hari ini aku akan mengembalikan paperbag tersebut kepadanya. ***** To : Mas Al             Mas, hari ini bisa ketemu gak? Aku mau ngembaliin hoodie.                 Aku mengirim pesan singkat tersebut, lalu mendapat balasan persetujuan oleh sang pemilik hoodie, aku sangat senang, hingga buru-buru berangkat agar bisa bertemu dengan dokter tampan itu. AUTHOR POV             Celine berjalan santai di lorong rumah sakit, menysuri lorong mencari ruangan yang didepannya tertulis nama Al. namun belum sempat menemukan ruangan pria itu, Celine sudah menemukan pria itu sedang berjalan dari arah yang berlawan bersama seorang dokter perempuan yang tinggi nya, sama seperti Celine. Buru-buru Celine menghampiri Al, menyapa pria itu dengan senyum manis milik nya.                 “Mas” Ucap Celine sembari tersenyum, menunjukan deretan gigi nya yang rapih.                 “Oh, iya” Al dan teman perempuannya berhenti, menatap Celine yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka sembari tersenyum cantik.                 “ti, kenalin, dia Celine, calon istri ku” Ucap Al sembari menunjuk Celine. Celine hampir saja berteriak kaget karena mendengar ucapan Al. tapi sebisa mungkin ia menahan diri nya agar tidak mempermalukan diri sendiri.                 “Hah? Serius? Boong ah” Ucap wanita ber jas putih yang berdiri di samping Al.                 “Serius kok mbak. Aku sama Mas Al bentar lagi nikah. Nanti kalau nikah, kami undang kok” Ucap Celine sembari tersenyum. Tangannya bahkan menggandeng tangan dokter tampan itu di hadapan dokter perempuan tadi.                 Al kaget, melihat tingkah Celine yang mendukung. Padahal ia mengatakan hal seperti itu hanya saja untuk membuat Dianti menjauh dari dirinya. Dianti Syefa Hakim. Seorang dokter yang pernah menjalin hubungan dengan Al namun tiba-tiba , mereka harus  berpisah lantaran Dianti menyetujui permintaan orang tua nya untuk menikah dengan salah satu anak kerabat mereka.                 “O-oh ya? Oh… kalau gitu, saya tunggu undangannya” Ucap Dianti yang kemudian pergi meninggalkan Al dan juga Celine berdua di koridor rumah sakit.  Sekepergian Celine, mereka berdua seketika menjadi canggung, mereka berjalan bersama hingga masuk ke ruangan Al. disana barulah Celine mengembalikan sweater milik Al.                 “Mas, Makasih ya, kemaren udah minjemin sweater nya” Ucap Celine sembari menyodorkan paper bag berwarna cokelat yang sejak tadi ia pegang kepada Al. pria itu hanya mengangguk sembari menerima paperbag cokelat itu.                 “Ya-yaudah aku balik ya mas” Ucap Celine, Al mengangguk. Kemudian sedetik setelah Celine berbalik, tiba-tiba Al mencegat gadis itu, ia menahan tangan Celine agar tidak pergi.                 “Tadi, kamu kok santai aja pas saya bilang kamu adalah calon istri saya?” Tanya Al, pria ber-rahang tegas dan berhidung mancung itu menahan tangan Celine.                 “Ya, karena aku emang mau jadi istri kamu” Jawab Celine dengan santai sembari menunjukan senyum terbaik dan deretan gigi nya yang rapih.                                                                                       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD