Kevin & Vanessa

1116 Words
                “Celine!” Panggil Cena ketika Celine sudah di ambang pintu rumah nya, Al belum datang namun Celine sudah jengah berada di satu tempat yang sama dengan Cena sehingga ia memilih untuk menunggu Al di luar, suasana rumah mereka pagi itu cukup tenang, hingga Cena memulai percakapan mereka tadi, Celine tidak berhenti, ia tetap berjalan keluar, namun Cena dengan cepat menahan tangan Celine agar gadis itu berhenti.                 “APA!” Balas Celine dengan bentakan, Cena langsung diam ketika mendengar Celine berkata seperti itu, Cena tahu jelas bagaimana Celine, namun ia memberanikan dirinya untuk berbicara dengan Celine duluan, jika ia tidak begitu, mereka akan terus saling bersikap dingin.                 “Kita gak bisa begini Cel… kita ini saudara, salah satu di antara kita harus ada yang mengalah.” Ucap Cena, ia berdiri tepat beberapa langkah sebelum Celine.                 “Iya, lo yang ngalah, gua gak mau.” Balas Celine, tanpa menatap Cena. Ia betul-betul kesal dengan apa yang di lakukan oleh kakak nya itu, bukan karena Celine egois, hanya saja ia juga mau mempertahankan apa yang seharusnya ia dapatkan, lagi pula, Cena selalu saja begitu, ingin memiliki apa yang Celine miliki, padahal jika di pikir Cena seharusnya bisa dapat yang lain, selain yang Celine miliki.                 “Cel… kamu tau kan, kalau aku susah bergaul, kalau sama Mas Al aku gak harus lagi gak jadi diriku sendiri di depan orang-orang kamu tau sendiri gimana aku, beda sama kamu, kamu bisa bergaul sama orang lain, kamu punya banyak teman, dan yang mau sama kamu ada banyak, ngelepasin Mas Al gak akan bikin kamu jadi perawan tua Cel…” Desis Cena, suaranya lirih, namun masih bisa di dengar oleh Celine, sentak Celine langsung tersenyum sinis, ia memutar tubuh nya, berjalan pelan ke arah Cena, kemudian berbisik tepat di telinga gadis itu.                 “Dari seribu orang, kalau ada Mas Al di antaranya, gua cuma mau sama Mas Al. jadi jangan harap, gua bakal mundur gitu aja.” Balas Celine. Cena menggertakan rahangnya, dia selalu benci dengan ekspresi jahat yang di tunjukan oleh Celine barusan, apalagi ia berkata seolah-olah apa yang dikatakannya selalu benar, gadis itu selalu jahat di mata Cena.                 “Tapi aku juga mau sama Mas Al.” Sambung Cena. Celine tertawa, “Hmm kalau begitu selamat menikmati sakit hati Celena.” Celine tertawa, tampak tidak begitu peduli dengan apa yang di katakan oleh saudara kembarnya sendiri, ia malah tetap berjalan ke depan, bersamaan dengan suara klakson yang menandakan bahwa Al sudah datang.                 “See? Calon suami ku sudah datang.” Ucap Celine, sebelum ia benar-benar melangkah ke luar, menemui pria yang selama ini di inginkan oleh saudara kembar nya sendiri. Cena hanya bisa diam di tempatnya memandangi Celine yang perlahan menghilang dari pandangannya, ia merasa dunia tidak adil kepada dirinya sebab apa yang ia inginkan selalu ada pada Celine, selalu di miliki oleh Celine. *****                 Di rumah sakit, Cena kebetulan sedang menangani satu pasien yang seharusnya di tangani oleh Al, namun karena pria itu sedang berada di dalam ruang operasi untuk menangani pasiennya yang lain, seharusnya catatan kesehatan pasien itu bisa di berikan kepada suster yang sedang membantu Al hari ini, namun Cena ingin memberikan langsung catatan tersebut kepada Al, setidaknya dengan cara itu mereka bisa bicara berdua tanpa di ganggu oleh Celine.                 Cena berjalan menuju ruangan Al, berharap pria itu sudah selesai, sebab para coass yang juga ikut dalam operasi tersebut sudah lewat di kantin saat Cena tengah makan siang bersama teman-temannya yang lain, melihat hal itu Cena buru-buru menyelesaikan makannya kemudian menghampiri Al di ruangannya, namun belum sampai di ruangan pria itu, Cena sudah di hadang oleh salah seorang Dokter yang juga sekaligus pernah satu angkatan dengannya di fakultas Kedokteran dulu, Inggrid, Dokter Inggrid, gadis yang paling terkenal di angkatannya, si cantik yang di kenal oleh banyak orang, yang sekarang sedang menjalani kehidupannya sebagai dokter sekaligus istri dan ibu, suaminya seorang pejabat, kehidupan mereka hampir sempurna. Cena iri, ia juga ingin seperti Inggrid, namun apa daya, ia bahkan takut untuk berkenalan dengan orang lain.                 “Hai Dokter Celena, gak lunch?” Ucap Inggrid, Cena berharap Inggrid hanya basa-basi.                 “Hai, Iya udah, kamu?” Tanya Cena, Cena bahkan tidak tahu harus membalas apa, Cena tidak tahu mengobrol.                 “Baru mau nih, tadi ketemu sama Dokter Kevin, ini undangan party nya nanti malam, telat sih ngasih nya but semoga kamu ada waktu ya soalnya dia nikah nya sama teman angkatan kita sendiri, kamu tau Vanessa kan? Yang pernah pingsan pas ketemu Guru Besar dulu. Nah itu. kamu datang ya? Kapan lagi bisa foto bareng anak-anak angkatan, mumpung kata Vanessa dia undang semua, ya walaupun pasti gak dateng semua sih, tapi kamu dateng ya.” Ucap Inggrid. Cena menerima undangan pernikahan berwarna emas itu, nama nya tertulis rapih di bagian depan undangan, Cena berpikir sejenak kemudian mengangguk dan tersenyum menatap Inggrid. “Iya aku usahain.” Balas Cena. Setelahnya Inggrid mengangguk kemudian pamit kepada Cena sebab waktu istirahat tinggal sebentar lagi dan mereka harus bergantian lagi dengan dokter yang lain untuk menangani pasien.                 Cena berjalan ke ruangan Al, di ruang tunggu sudah banyak orang yang menunggu untuk di periksa oleh pria itu, tidak ada suster yang berjaga di depan ruangan Al, yang berarti pria itu masih di ruang operasi, atau sedang beristirahat, Cena mengetuk pintu nya, namun tidak ada jawaban dari pria itu hingga Cena memutuskan untuk masuk saja, walau belum di beri izin. Sesampainya ia di dalam, ia sama sekali tidak melihat keberadaan Al, entah kemana pria itu, namun satu hal yang menarik perhatian Cena, yaitu undangan yang ia pegang, sama persis ada di atas meja kerja pria itu, Cena tersenyum, lalu segera menyimpan berkas pasien di atas meja Al, lalu segera keluar dari sana, pasti Al datang, dan Cena harus datang juga.                 Sore itu, Cena pulang lebih awal, selain karena sudah tidak ada lagi pasien yang mengantri untuk di tangani, ia juga ingin menghadiri pesta yang sudah pasti akan di hadiri oleh pria itu, ini adalah kesempatannya untuk semakin dekat dengan Al. tidak sekalipun Cena pernah berdandan yang heboh saat pergi ke suatu pesta, bahkan pesta keluarganya sendiri, kali ini ia ingin tampil berbeda dari biasanya, tentu karena ingin menarik perhatian dari pria itu, Cena bahkan sampai meminta ibu nya untuk memilihkan baju terbaik yang ia punya hanya untuk datang ke acara itu.                 “Bu… mending yang mana?” Tanya Cena sembari menunjukan dua buah baju kepada ibu nya, tentu saja Mia kaget, Cena tidak pernah se semangat ini jika mengunjungi suatu acara.                 “Kamu emang mau kemana kak? Kok semangat banget gitu. Tumbenan loh, nih yang Gold nih bagus, pakai aja.” Balas Mia, sembari menunjuk baju di tangan kiri anaknya.                 “Mau pergi kondangan sama Mas Al.” Balas Cena sembari tersenyum senang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD