drama kehamilan

1156 Words
“Ini beneran? Ini beneran neng? Mas? Kalian lagi nggak bercandain ibu sama bapak kan?” tangan Wika bergetar memegang testpack dan juga hasil check up pertama Celine, mata nya berkaca-kaca sembari sesekali melirik anak dan juga menantu nya. Di sebelahnya ada sang suami, yang juga turut menatap hasil pemeriksaan menantu mereka. Rasanya ia masih tidak percaya, bahwa menantu nya akan hamil secepat ini, padahal kemarin ia masih ragu terhadap Celine, mengingat tentang surat perjanjian pernikahan yang keduanya buat sebelum mereka menikah. “Iya ibu, itu beneran.” Jawab Celine, di detik selanjut nya, Wika langsung menghambur, berlari ke arah menantu nya dan memeluk perempuan itu erat-erat. Rasanya ia tidak bisa mendeskripsikan rasa bahagianya saat itu juga, Wika masih tak percaya bahwa apa yang telah ia inginkan sejak lama, kini tiba-tiba ia dapatkan, Celine hamil, Celine akan memberikannya seorang cucu. “Terimakasih ya sayang… terimakasih banyak atas apa yang sudah kamu kasih ke ibu, ibu senang sekali, ini kabar yang paling membahagiakan yang ibu dengar tahun ini.” Tanpa terasa air mata nya bercucuran ketika ia memeluk menantu nya, hasil pemeriksaan Celine masih di tangannya dan ia tak henti-henti nya menangis, Wika terlalu senang, harapan dan doa nya terkabul dalam jangka waktu yang begitu cepat. “Iya ibu… sudah ibu jangan nangis lagi, aku jadi ikutan nangis juga nanti.” Balas Celine. Wika mengangguk, ia mengusap air mata nya sembari duduk di samping sang suami. “Ibu sama papa udah tahu neng?” Tanya Wika. Celine mengangguk “Iya bu, sudah, tadi udah di telfon.” “Ayo bikin syukuran, ibu udah gak sabar banget pengen bikin syukuran untuk calon cucu pertama ibu.” Ucap Wika dengan penuh semangat, binar mata nya bahkan dapat menunjukan betapa senang nya wanita tua itu saat ini. Hari itu menjadi salah satu hari yang tak akan pernah Celine lupa seumur hidup nya, untuk pertama kali nya, ia kembali merasakan kehangatan keluarga, ia mendengar suara senang dari papa nya lagi setelah sekian lama melihat papa nya tak pernah seperti itu lagi. belum lagi respon dari kedua mertua nya yang semakin membuat hati nya merasa tenang, kekhawatirannya selama ini seketika menjadi sirna, rasanya ia pelan-pelan sepenuh nya siap menjadi seorang ibu. Sementara itu, di lain sisi, Cena sedang berada di dalam kamar nya, membaca lantunan ayat suci alquran. Kegiatan sehari-hari nya hanya itu, karena sudah tak lagi bekerja, dan ia di larang keras untuk keluar rumah, kecuali untuk pemeriksaan kandungannya. Cena memang seperti sedang terpenjara, sementara ayah dari bayi yang sedang ia kandung saat ini masih belum jelas siapa orang nya. Hal itu juga yang membuat pikiran Cena semakin kacau, belum lagi pikiran tentang orang tua nya yang juga semakin hari semakin membuat nya semakin merasa bersalah, terlebih kepada papa nya sendiri, mungkin ketika Celine masih di rumah yang sama dengannya, ia masih bisa sedikit tenang, entah kenapa, namun setelah Celine menikah lalu pindah dari sana, Cena jadi kacau sendiri, ia merasa sudah tidak punya orang yang akan selalu ada untuk nya lagi. “Cena…” Suara Mia mengagetkan Cena yang masih duduk di atas sajadah nya, Cena langsung bergegas berdiri, membuka pintu untuk ibu nya. Dengan pakaian yang rapih, setelannya setelah menerima para tamu arisannya Mia berdiri dengan senyum merekah di wajah nya. “Kenapa ibu?” Tanya Cena. Sejak ia membuat ibu nya kecewa beberapa bulan yang lalu, Cena jadi tidak berani lagi menatap ibu nya, ia sering kali merasa tidak enak dan merasa bersalah setiap kali mereka berdua harus berhadapan, rasanya canggung sekaligus aneh. “Kamu sudah dapat telfon dari adik kamu, Celine?” Tanya Mia, raut wajah nya terlihat begitu senang, Cena bahkan kaget ketika melihat ibu nya datang dengan senyum sumringah di wajah nya itu. “Belum bu, emang ada apa?” Tanya Cena. “Celine hamil! Celine hamil anak pertamanya!” Suara Mia sedikit tercekat karena terlalu senang mendengar kabar dari anak keduanya tersebut, sementara Cena langsung mematung di tempat nya, bukannya ia tidak senang atas berita tersebut, namun hanya saja, yang ada di kepala Cena saat ini, jika Celine juga hamil di saat ia sedang hamil seperti ini, akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri, orang-orang akan jauh lebih fokus kepada Celine bahkan kedua orang tua mereka sekalipun, anak nya akan di sisihkan mengingat bahwa anak nya tidak jelas ayah nya siapa, selain itu juga, harapannya kepada Al seketika pupus begitu saja, seakan tak ada lagi yang bisa ia harapkan. “Cen? Cena?” Mia menegur putri nya. Seketika Cena tersadar dari lamunannya dan lantas tersenyum menatap sang ibu, senyum terpaksa yang ia buat untuk menutupi rasa aneh dalam dirinya. “Iya bu, belum, Cena belum dengar dari Celine. Tapi Cena senang banget dengernya, nanti Cena telfon Celine nya langsung.” Jawab Cena. Mia mengangguk lalu mengelus pundak putri pertamanya tersebut dengan pelan. “Iya, kamu telfon ya adik kamu, kasih selamat sama dia. Yaudah kalau begitu, kamu istirahat gih, ibu mau istirahat juga.” Sambung Mia. Cena mengangguk, lalu kembali menutup pintu kamar nya, ia terduduk di atas kasur dengan pikiran kalut. Cena bahkan berkali-kali menarik napas panjang untuk menutupi kegundahan hati nya sendiri, pikirannya tentang anak yang sedang ia kandung, dan calon bayi dari Celine membuatnya merasa tidak nyaman sendiri, Cena tidak suka perasaan seperti itu, ia takut bayi nya akan mendapat diskriminasi oleh keluarga mereka, ia juga tidak siap membesarkan bayi itu sendirian, karena biar bagaimanapun juga Cena masih terlalu muda dan ia juga pasti butuh pendamping untuk membesarkan bayi itu, setidaknya pria yang telah melakukan hal itu dengannya. “Apapun yang terjadi, ayah dari anak ini harus ketemu sama aku sebelum anak nya lahir.” Desis Cena kepada dirinya sendiri, ia terus mengatakan hal tersebut akhir-akhir ini, menyemangati dirinya sendiri, walau dalam hati ia juga merasa ragu, bagaimana mungkin ia bisa mendapatkan pria itu dalam waktu beberapa bulan dalam kondisi nya yang tengah hamil? sementara dirinya saja hanya boleh keluar rumah jika ada jadwal ke Dokter. ***** “Hari ini mau nginep di sini aja apa di rumah?” Bisik Al kepada istri nya ketika mereka berdua baru saja selesai makan malam bersama, Celine mengangkat bahu pertanda tidak tahu, ia bebas saja mau menginap di mana, toh tak ada masalah bagi dirinya. “Nginep di sini aja neng ya? Ibu masih pengen lama-lama sama kamu.” Ucap Wika ketika sedikit mendengar percakapan antara menantu dan juga anak nya. “Gimana cantik?” Tanya Al. “Yaudah kalau gitu, tapi subuh kita balik ke rumah ya mas? Kita kan gak bawa baju buat kerja.” Balas Celine. “Emang gak mau cuti dulu? Kan kata dokter nya kamu harus istirahat.” “Nanti kita bicarain itu ya? Aku lagi banyak kerjaan soalnya.” Celine tak berbohong, ia juga mau beristirahat untuk putri nya, hanya saja, pekerjaan di kantor nya terlalu menumpuk sehingga jika ia kembali mengambil cuti, pekerjaan-pekerjaan itu akan semakin terbengkalai dan juga menumpuk yang akan membuatnya semakin sibuk dan kelelahan di kemudian hari jika tidak segera di selesaikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD