8 - apapun itu, aku takkan menyesal

1335 Words
Eca perlahan mengerjapkan matanya, terbangun saat mendengar suara alaram pagi, membangunkan tubuhnya dan bersandar pada kepala ranjang, perlahan ia merentangkan tangannya, menggerakan tangan kanannya untuk menutupi mulut yang tengah menguap. bergerak secara perlahan hingga duduk di sisi ranjang dengan kaki yang masih menggantung di sana. ia mengedarkan pandangannya, ingatannya kembali berputar tentang kejadian kemarin kala pandangannya tertuju pada sofa yang sudah rapih, kejadian dimana ia mengalami hari buruk, hari dimana ia menyandang gelar seorang istri dari sosok yang tak ia kenal. ia sadar ternyata kemarin bukanlah mimpi, melainkan fakta yang memang harus ia tanggung. dan satu fakta yang tak bisa ia tolak, tentu saja semua karna kemarahan ayahnya yang membuat ia tak berkutik. dan pelaku utama dalam masalahnya tentu saja Rio, pria b******k yang tak tau diri itu. dengan perasaan yang bercampur, ia berjalan ke dalam kamar mandi, mungkin dengan berendam akan sedikit mengurangi beban fikirannya. dalam diam ia memikirkan betapa buruknya nasib yang ia alami, merenungi setiap kejadian yang telah berlalu. perlahan puing ingatan itu kembali kuncul, ingatan beserta kenangan manis yang pernah ia lakukan dengan Rio, perkataan manis dan semua perlakuan manis yang pernah ia dapat dari sosok yang dulunya ia cintai. sedetik kemudian pertanyaan sederhana muncul dala benaknya, jika dulu Rio selalu besikap manis kepadanya dan seolah tak pernah bisa jauh darinya, lalu untuk apa semua ini ia lakukan. apa mungkin itu hanya sebuah akal busuk untuk membuatnya sakit hati, atau memang ia tak pernah berharga untuk Rio. entah lah, ia tak mau memikirkan hal memusingkan itu, tentu saja karna semua telah berlalu, dan yang pasti perbuatan Rio telah sukses menumbuhkan sebuah rasa kebencian dan sakit yang begitu mendalam untuk dirinya. tangannya bergerak mengambil handuk guna mengeringkan tubuhnya, setelahnya ia langsung mengenakan hotpans dan kaos oblong, berjalan keluar sembari mengeringkan rambutnya. berjalan menuju meja riasnya, namun langkahnya terhenti tatkala ia melihat secarik kertas yang tertimpa oleh sebuah nampan yang berisi semangkuk bubur dan segelas teh, tepat di atas nakasnya. berjalan mendekat meraih lembaran kertas itu, membaca setiap kata demi kata yang ada. Eca maaf aku pergi tanpa membangunkanmu, aku tak tega untuk membangunkanmu kelihatannya kamu begitu kelelahan, ini aku sengaja nyiapin sarapan, semoga kamu suka. Eca menghembuskan nafasnya perlahan, melirik nampan yang ada di atas nakas, jarinya menyenyuh sisi mangkuk itu. menarik kursi kemudian duduk di sana. menikmati sarapan dalam diam. bukan suka, hanya saja memang cacing perutnya sudah memberontak. jadi untuk apa ia menyianyiakan makanan itu. setelah semua acara sarapannya itu selesai, ia lantas beranjak ke kamar mandi, mandi pagi adalah hal yang paling Eca sukai. setelah selesai ia segera beranjak keluar, berjalan di walk in closed untuk memilih pakaian yang akan ia kenakan hari ini. berhubung hari ini ia masih dalam masa cuti pernikahan, ia berfikir akan keluar untuk sekedar menghibur diri, mengajak kedua sahabatnya mungkin bisa membantunya meluoakan permadalahannya sejenak. setelah mengenakan celana jeans dsn sebuah kaos oblong, dengan ranbut di biarkan terurai dan di tambah dengan polesan make up tipis, kini Eca siap untuk pergi. tangannya meraih tas kecil yang bissa ia gunakan untuk menyimpan dompet dan juga ponselnya, setelah di rasa siap barulah ia beranjak kelar kamar, berjalan dengan mata dan tangan fokus pada benda pipih dengan jari lentik yang leluasa mengetikan sesuati di atas layar ponselnya. Eca : guys cus cabut. gabut gua di rumah mulu. gua tunggu kalian di Cafe biasa yak! setelah mengirimkan pesan tersebut, Eca langsung memasuki mini coper pink kesayangannya, menyalakan dan menjalankan seara perlahan. pak Jon penjaga keamana yang sudah lama bekerja di rumahnya, melihat jika mobil tuannya akan pergi, segera saja membukakan pintu untuknya. "pagi non" sapa pak Jono ramah. "pagi pak jono," Eca tersenyum membalas sapaan satpam rumhnya itu. "oh ya pak, ibu kemana ya?" "eh itu non. nyonya ada urusan sebentar katanya, berangkat pagi tadi" Eca mengangguk pelan, "yaudah tolong bilang sama ibu kalo Eca keluar bareng Vita sama Linda ya pak?" "siap non, nanti di sampaikan" Eca mengangguk, setelah mengucapkan terimakasih dan berpamitan, Eca langsung menutup kaca hingga rapat dan mejalankan mini copernya mebelah jalanan dengan kecepatan sedang. selama perjalanan Eca hanya terdiam dan kembali merenungi nasibnya. kakinya perlihan menginjak pedal rem kala melihat lampu lalulintas berubah warna menjadi merah. ia mengedarkan pandangannga ke kanan, seketika sekelibet sosok yang tak asing tertangkap tatapan matanya, Tomy yang tengah berjalan sembari menenteng sebuah koper, tengah mengobrol dengan seseorang yang mungkin saja rekan bisnisnya tepat di sebelah tubuhnya. "cih, sok sibuk...!" cibir Eca, mengalihkan pandangannya ke sebalah kiri, namun sepertinya keberuntungan tengah tak berpihak kepadanya. karna kini ia tengah melihat sepasang kekasih di atas sebuah motor sport, dengan perempuan yang tengah berpegang manja pada pinggang sang pria, tentu saja pandangan itu membuat Eca teringat kembali dengan kenangan manis bersama Rio dulu, bahkan kenangan manis itu terasa tak semanis dulu kala ia mengingat apa yang telah lelaki baningan itu perbuat padanya. kemudian kejadian demi kejadian seolah terulang kembali dalam pikirannya, kejadian dimana ia merasa seolah sudah terlalu di manfaatkan oleh pria b******k itu. dan kenapa Eca harus sadar sekarang, jika Rio memanglah seorang sosok benalu yang selalu menggerogkti siapa saja?, tapi biarlah itu urusan mereka. karna sekarang, Eca sudah lepas dari sosok itu. walau rasa sakit itu masih ada, dan kini dirinya harus terjebak pernikahan, dengan sosok yang tak di kenali. namun dirinya sangat bersyukur dengan keadaanya sekarang. tapi tetap saja, pesona seorang Rio susah untuk di tolak oleh Eca, terlihat jelas saat ia menatap sepasang kekasuh itu, bahkan tanpa sadar, air mata milik Eca sudah menetes dengan sendirinya, tanpa bisa di tahan sekalipun. jujur, Eca masih berharap akan sosok itu, walau egonya mengatakan tidak, namun hati dan perasaanya seolah masih terikat, begitu susah untuk melupakan sebuah kenangan bukan?. suara kelakson ketika lampu sudah berganti warna, berhasil menyadarkan lamunan Eca, perlahan Eca kembali menjalankan mobilnya, bahkan kini, ia sering kali melamun saat menyetir. kurang fokus membuatnya hsrus demskin berhati-hati. hingga 30 menit berselang, Eca sudah sampai di tempat tujuan mereka. di sana sudah terlihat kedua sahabatnya, yang selalu saja sama, memedan makanan tanpa mau menunggu dirinya. Eca merapihkan susunan rambutnya melalui kaca sepion, setelah di rasa rapih, barulah ia keluar. "lo talat 15 menit, itu artinya lo yang teraktir" putus Linda, sesaat setelah Ecs bsru daja mendaratksn pantatnya di kursi debelah Linda. "yap. lo kebiasaan telat mulu, seneng bener liat sahabatnya nunggu" timpal Vita yang berucap sembari menunjuk dengan sendok kecil yang terisi dengan sepotong kue, setelahnya memasukan sendok itu kedalam mulu, di temani dengan gumangan bernada. "sory, lo tau sendiri kan jam segini itu wayahnya jalanan macet." Linda mengangkan kedus bahunya acuh, "tetep aja lo gak bisa buat itu debagai alesan, dan lo tetep harus teraktir kita" "iye iye. gua yang teraktir. lo bebas deh mau makan apa aja di sini" "yey. ini nih yang gua demen dari Eca" pekikan itu tentu saja berasal dari Vita, si raja geratisan. sedangkan Eca hanya tersenyum simpul. biarlah hari ini akan mereka habiskan bersama, tanpa harus pusing memikirkan nadibnya. "btw, lo keluar udah bilang ke Tomy belom?, sacara yakan, lo udah menyandang setstus istri dari pak Perastyo" kini Eca lah yang mengangkan kedua bahunya, menjawab acuh tanpa peduli tanggapan mereka. "buat apa ijin, toh ini hidup-hidup gua, mau ngapain juga hak gua lah, dan dia gak bisa ngelarang gua di sini!" Linda menggeleng kepalanya pelan, tak percaya dengan apa yang di ucapkan sahabatnya itu. astaga kenapa begitu keras batu di hadapannya ini?, apa dia tak pernah takut dengan kata karma?. "gua sih terserah lo, di sini gua cuma sahabat lo, dan lo yang tentuin jalan lo sendiri, tapi sebagai sahabat gua saranin mending lo rubah sikap lo itu, coba terima apa yang ada di hadapan lo, dari pada lo nyesel di waktu yang akan datang" "udah deh lin, ini hidup gua, dan gua yang ngejalanin!. apapun itu, gua gak akan pernah nerima dia karna dia bukan siapa-siapa dan gua benci akan kehadiran dirinya!" inilah hal yang paling Linda benci akan sahabatnya, selalu keras dan susah untuk di beri tahu. "apapun itu, gua harap lo gak akan nyesel di hari yang akan datang Ca" "pasti!" jawab Eca mantab. apapun itu ia tak akan menyesal,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD