10 - pertemuan membawa luka

1299 Words
Pagi ini suasana hati Eca sedang tidak baik. Belum lagi kepalanya masih sangat pusing efek minuman semalam. Di tambah pikirannya yang sedang kacau, kehadiran pria b******k yang telah menghianatinya membuat mood gadis itu berantakan. Eca baru saja menginjakan kakinya di depan pintu ruangannya. Ia berhenti sejenak kemudian menatap Mela sekertarisnya yang tengah berdiri menunduk memberi hormat padanya. "Mel, apa jadwal saya hari ini?" tanya Eca kemudian melangkah masuk. Sera tau apa yang di inginkan oleh bosnya, ia langsung menyambar buku agendanya dan mengikuti Eca dari belakang. Setelah Eca duduk, Sera langsung berdiri di sampingnya dan membacakan semua agenda hari ini. "Jam 9 nanti ada rapat dengan dewan direksi, dilanjutkan pengecekan pabrik pukul 1, dan terakhir ada janji temu makan malam dengan investor tepat pukul 7" "Huft... Tolong buatkan kopi seperti biasa, dan bawakan berkas yang perlu saya pelajari dan tandatangani, saya ingi semua cepat selesai" ucap Eca sedikit lesu. Mela yang sudah lama mengenal dan bekerja dengan Eca sangat paham dengan suasana hati bosnya saat ini, Tanpa banyak protes Mela langsung pergi mengerjakan apa yang bosnya suruh. Selepas kepergian Mela, Eca langsung menurunkan bahunya, menundukan tubuhnya dan menyembunyikan wajahnya di sela tangan yang ia lipat di atas meja. Ia terlalu malas menghadapi hari ini, Belum lagi si b******k Tomi yang sudah mengganggunya di pagi hari. Kehadiran Tomi seolah menghancurkan hari-hari tenang Eca. Melihat wajah Tomi selalu sukses membuat emosi dan mood nya berantakan. Ia benci dan jijik dengan laki-laki itu. Baginya semua lelaki sama saja. b******k, b******n, selalu bertingkah semaunya sendiri Ia kembali mengingat kejadian kemaren sore. Kejadian dimana ia harus bertemu dan melihat muka lelaki b******k yang membuatnya harus terjebak dan terikat dalam suatu pernikahan bersama lelaki yang sama sekali tak di cintainya, bahkan tak pernah ia kenal. Ia benci mengakui ini, namun fikirannya selalu berkecamuk, saat ia mengingat wajah mantan calon suaminya itu. Antara benci, jijik dan rindu, seolah semua tengah beradu kekuatan dan menunjukan siapa yang paling unggul. Dan kebebcian lah yang memenagkan fikiran Eca. Ia benci dengan semua ini, benci dengan kehidupannya dan benci dengan semua yang berbau lelaki. Banyak yang bertanya pada Eca, apakah dirinya belum bisa melupakan Rio? Jabawannya tetap sudah!. Hanya saja bekas luka peninggalan Rio seolah merambat bak virus yang menginfeksi seluruh bagian tubuhnya. Merubah luka itu menjadi perasaan dendam dan penuh kebencian. Kehidupan ceria Eca telah berubah. Kini tak adal agi Eca yang periang dan Eca yang ramah. Karna baginya Eca periang hanyalah membuat dirinya semakin bodoh, bodoh karna bisa percaya pada sososk lelaki b******n seperti Rio. Semua kebenciannya berhasil membunuh Ecabyangperiang dan sekarang hanya ada Eca yang dingin, bermulut pedas dan penuh akan kebencian. "Permisi bu, ini kopi dan berkas yang perlu ibu selesaikan hari ini" Mela yang baru saja datang langsung membuyarkan lamunan Eca. Di letakannya kopi pesanan bosnya itu diatas meja. Kemudian di susuul dengan tumpukan map yang sangat banyak. Eca menghela nafas lelah, namun mungkin dengan semua pekerjaan nya ini, ia akan melupakan sejenak tentang masalah hatinya itu. "Terimakasi mel, kamu boleh kembali ke mejamu" Mela mengangguk kemudian beranjak keluar, meninggalkan bosnya tanpa ucapan apapun selain "permisi" Dalam dian dan wajah teramat serius Eca mulai mengerjakan pekerjaanya, membaca dan mempelajari setiao berkas yang ada di hadapannya, dan yah..., seperti yang Eca harapkan, Fikirannya kini teralihkan, melupakan sejenak kepenatan dan kepelikan permasalahan batinnya itu. ➰▫➰ Eca baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Kini dirinya bisa bernafas lega, di temanu dengan kedua sahabatnya. Dirinya menghabiskan makan siangnya yabg memang sudah molor jauh dari jam makan siang. Tepat pukul tiga Eca baru bisa mengisi perut kosonya. "Kenapa lo?, murung amat. Masih mikirin Rio?" tanya Linda telak. Eca tak menghiraukan ucapan Linda, ia lebih asik memainkan makanannya dengan fikiran yang kembaki berkecamuk. "Kalo saran gua, lebih baik lo lupain Rio deh ca, lo tau kan gimana berengseknya dia. Toh seksrang juga lo udah ada Tomi yang selalu ngerti dan perhatian akan diri lo" Eca hanya menycebikan bibirnya menaggapi ucapa Linda. Tanpa mau membalas, Eca kini beralih memainkan jus melonnya dengan tak semangat. "ca lo denger gue kan, buat apa sih lo masih mikirin Ri-" "Stop lin, gua tau apa yang gua lakuin. Jadi tolong jangan lo bikin perasaan gua makin runyam, lebih baik lo diem. Gua bisa tanganin ini semua" Eca kini menatap Linda dingin, tercetak jelas aura kemarahan yan "Lo gak usah sok tau dengan apa yang gua alami. Lo gak akan ngerti, karna lo gak bakal ngerasain apa yang gua rasain. Lo cuma bisa ngekiat tanpa bisa merasakan. Di sini gua yang tau. Dan lo gak berhak ngatur-ngatur hidup gua!" Perkataan yang sukses membuat Linda menganga. Tak percaya dengan apa yang elah keluar dari mulut sahabatnya itu. Tungfu, mungkinkah jika memang sahabat akan tega berucap seperti itu. Atau memang dirinya tak pernah di anggap oleh Eca. Sungguh, kebencian Eca sudah menutup semua kebaikan yang ada dalam dirinya. "Yah lo bener, gua gak tau apa-apa tentang lo. Gua bahkan gak tau gimana keadaan lo sekarang, semua udah berubah, lo bukanlah Eca yang gua kenal." Eca mengalihkan tatapannya kearah luar jendela, menatap babyaknya manusia uang berlalu lalang disana, tepak kala ia melihat raut wajah Linda yang terlihat begitu terluka , belum lagi nada bicara Linda yang mengutarakan segalanya, begitu pula dengan Vita yang sedari tadi hanya diam dan menikmati cake kesukaanya, bahkan kini Vita sudah berhenti menikmati cake nya, meletakan dengan tak berselera. "kalo lo emang udah gak butuh lagi saran gua, gua bakal diem dan cuma bisa denger lo ngeluh" balas Linda lirih, menunduk dan menatap makanan di hadapannya dengan tak selera. "tapi tolong denger omongan gua ini, gua cuma bisa ngasih tau lo. Apapun yang lo lakuin itu, sangatlah gak baik buat kelanjutan rumah tangga lo. Dan jangan salahin gua sebagai sahabat lo, apalagi kalo lo sampek bilang kalo gua gak pernah nasehatin lo!. Intinya jangan sampek lo nyesel dengan semua tingkah lo itu. Jangan sampek nyesel kalo suatu hari nanti orang yang begitu sayang dan selalu ada huat lo pergi begitu aja. Karna gua yakin, kalo lo masih kayak gini aja maka suatu saat nanti rasa benci lo itu membuat semua pergi dari kehidupan lo. Di sini gua cuma sebagai sahabat yang gak mau kalo sahabat gua bakalan ngambil jalan yang berliku dan menyakiti diri lo sendiri." Linda berbicara lirih sebelum beranjak dari sana, mengutarakan semua perasaanya. Biarlah kali ini dirinya yang menjadi sosok cerewet untuk sahabatnya itu. Linda hanya tak ingi jika Eca sampai salah mengambil langkah, dan kembali terpuruk dalam keadaan, cukup tindakan bodoh yang membjat Eca terluka karna begitu mempercayai Rio, dan kini Linda tak ingin jika efek yang di buat oleh Rio kembali menghancurkan kehidupan sahabatnya. karna Linda tau, dari sorot mata Tomi, banyak menyimpan perasaan di dalamnya. tayapan itu adalah tatapan terhangat yang pernah Linda lihat dari sekiat banyak mantan Eca, tapi sayang kebencian Eca seolah menutup segalanya. "Gua cabut. Gak guna juga nungguin orang yang gak punyak pendirian kayak lo". Linda beranjak, meraih tas dan pergi meninggalkan mereka dengan perasaan kesal bercampur pilu, tak pernah menyangka jika sahabaynya akan berubah menjadi sosok uang tak pernah ia kenal selama ini. Vita yang tau dengan suasanya mereka berdua memilih mengikuti Linda. Ia lebih memilih membiarkan Eca sendiri berperang dengan batinnya, dari pada harus di sana dan menjadi bahan pelampiasan Eca. karna Vita tau, Eca uang tengah bad mood adalah hal pertama yang harus ia jauhi. bukan tak ingin setia kawan. hanya saja kelakuan Eca pasti akan menjengkelkan dan ribet, Vita benci kedua hal itu. Eca berdecih pelan melihat kepergian kedua sahabatnya. Namun ucapan Linda tadi masih saja terniang di kepalanya. menggeleng kepala sembari mencibir. "Apa tadi yang di bilang?, jangan sampek gua nyesel katanya?. Cih gak akan mungkin gua nyesel dengan apa yang gua lakuin sekarang, karna bagi gua semua laki-laki itu sama. Berengsek dan gak guna!" kebencian mengalahkan segalanya, membuatakan semua perlakuan baik seseorang, dan menumpulkan semua perasaan yang ada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD