Dan sore itu dilalui Nayra sangat indah. Karena ternyata Bu Hanin adalah sosok wanita yang sangat hangat. Dia tidak segan-segan memuji hasil kerja Nayra. Nayra pun senang. Tapi Nayra tetap merahasiakan statusnya di rumah itu, hanya pembantu sementara. Khawatir dia malah disuruh melanjutkan kerjanya, padahal dia sama sekali tidak menginginkannya.
Untung saja Bu Hanin juga tidak bertanya ke Bu Sari. Sepertinya posisi Nayra akan aman-aman saja. Nayra tidak ingin merusak niatnya membantu Mbok Min. Itu saja. Pun tidak berniat merebut posisi Mbok Min, meski gaji yang diterima sangat besar jika dibandingkan menjual jamu setiap pagi. Ditambah lagi keberadaan duda ganteng yang menyebalkan bagi Nayra. Nayra sama sekali tidak tertarik.
***
Malam sebelum tidur, Nayra kembali menghubungi ibunya.
"Gimana kabar Farid, Bu?"
"Baik. Duh, senang liat adikmu semangat belajar, Nay. Kita doain biar dia bisa kuliah. Ini ibu sudah ngajuin surat keterangan tidak mampu ke pak RT. Farid juga sedang giat-giatnya cari informasi beasiswa. Katanya syukur-syukur yang ke luar negeri. Duh, ibu seneng liat semangatnya dia. Ibu doa-doa terus. Kamu juga ya, Nak?"
Nayra tidak sanggup menahan harunya.
"Iya, Bu. Farid emang rajin belajarnya. Makanya aku semangat cari duit buat dia. Nanti kalo aku sudah selesai bantu Mbok Min, aku ntar cari seseran jual daster pelangi lagi, Bu. Lumayan untungnya buat nambah-nambah penghasilan. Trus juga nanti aku cari info baju apa yang lagi ngetrend di Butik Fatmawati, Bu. Biar cepet laku."
Terdengar tawa renyah Bu Ola. Dia tahu Nayra sangat menyayangi adik satu-satunya. Apapun yang dia lakukan selalu ingat adiknya. Pun sebaliknya Farid, juga sangat menyayangi kakaknya. Keakuran ini yang membuatnya bahagia sehingga dirinya tidak punya keinginan untuk menikah lagi, meski ada beberapa pria menginginkannya.
"Oh iya, jamumu masih cukup? Nanti ibu suruh Farid antar jamu kering, biar kamu tinggal seduh di sana. Biar kamu selalu fit kerjanya,"
"Boleh, Bu. Besok aku tunggu pagi-pagi. Kalo udah tinggi hari, nggak enak sama Pak Guntur. Kemarin aja ada pembantu yang kedatangan temannya, langsung ditegur sama Pak Guntur."
"Oh. Ok, Nay. Ntar ibu bilangin sama Farid. Diusahain sebelum dia pergi sekolah."
________
Dan keesokan harinya di awal pagi. Nayra seperti biasa membersihkan halaman depan. Dengan perasaan cemas, dia sesekali menoleh ujung komplek perumahan berharap Farid mengantar jamu pesanannya tepat waktu. Dia tidak ingin kehadiran Farid terlihat Bapak satu anak itu.
Nayra lega.
"Cepet, Farid. Sini," teriak Nayra tertahan begitu dilihatnya tubuh kurus adiknya muncul menuju dirinya.
Farid dengan jalan tergesa-gesa langsung memburu kakaknya.
"Maaf, Kak. Tadi aku sakit perut, jadi bokernya lamaan," ujar Farid seraya menyerahkan beberapa bungkus jamu yang dibungkus dalam plastik ke tangan kakaknya.
"Ya udah. Sana. Makasih ya...,"
Farid pun cepat-cepat meninggalkan Nayra yang sedang membersihkan halaman depan rumah Pak Guntur.
***
Tapi sepertinya Nayra bernasib sama dengan pembantu yang ketahuan kedatangan temannya sebelumnya.
"Eh..., Pak Gun nanya. Siapa yang kamu temui pagi-pagi tadi? Barang apa yang kamu terima?" tanya Bu Sari.
Nayra terkesiap. Duh. Ternyata Pak Guntur melihat kehadiran adiknya awal pagi tadi. Padahal masih sangat pagi dan belum ada tanda-tanda matahari muncul.
"Oh. Itu Farid, adik aku, Bu. Antar jamu. Biar kuat kerja..., nih ibu boleh ambil kalo mau,"
Bu Sari menggelengkan kepalanya, dia menolak jamu yang disodorkan Nayra. Karena dirinya tidak doyan jamu.
"Nay, Nay. Kamu mbok ya izin. Biar cuma sebentar, tetap ngomong sama Pak Guntur. Kamu tuh, apa nggak khawatir dengan Mbok Min. Jangan mentang-mentang seminggu lagi kerja kamu kelar, terus kamu semena-mena begitu."
Nayra jadi tidak enak hati. Huh, padahal cuma antar jamu thok.
"Baik, Bu," tanggapnya.
"Soalnya kan ntar aku juga yang ditanya-tanya."
"Ok, Bu."
Bukan Nayra namanya membiarkan perasaannya berlarut-larut kecewa. Dia tetap semangat bekerja seperti biasa. Toh, dirinya akan bebas dalam waktu yang tidak lama. Dia ingin meninggalkan pekerjaan ini dengan perasaan bahagia.
Tampak Pak Guntur mengamati gerak gerik Nayra dari kamarnya yang pintunya terbuka. Dan Nayra tidak menyadarinya.
***
Dua orang gadis yang sedang berdiri di depan kantin kampus tampak ceria ketika membaca pesan dari ponsel milik salah satu dari gadis itu.
Kamu datang ke rumah saya saja. Saya tidak datang ke kampus hari ini. Saya sedang tidak enak badan. Guntur HB. Note: Jangan lupa baca jurnal dari database JSTOR terlebih dahulu, yang saya sarankan.
"Wah..., diundang ke rumah Pak Guntur? Anugrah, Raisa. Aku ikut ya...," seru Ila tertahan. Dia senang sekali, padahal bukan dia yan diundang, tapi sahabatnya, Raisa.
"Ah. Ganggu aja. Hehe..., pasti dong. Ntar aku nggak bisa pegangan. Haha...,"
"Kamu dandan dong. Jangan kalah sama Sheren. Hahaha...,"
Raisa menggelengkan kepalanya mendengar dukungan dari Ila, sahabatnya. Dia sih memang menyukai Pak Guntur. Tapi yah..., suka-suka begitu saja. Buat bersenang-senang. Soalnya pak Guntur memang sangat tampan. Apalagi statusnya yang sendiri alias duda, bertambah-tambahlah kegantengannya. Masalah isu yang menerpa Pak Guntur yang sudah memiliki tunangan, dia kesampingkan atau tidak peduli. Soalnya itu juga katanya isu-isu doang. Dan Raisa meyakini hal itu.
_______
Nayra gelisah. Bu Sari hari itu disuruh pergi ke rumah Bu Hanin yang jauh di Pantai Indah Kapuk oleh Pak Guntur yang sedang tidak enak badan. Bu Sari ditemani supir keluarga Pak Guntur ke sana. Katanya dirinya disuruh pak Guntur mengambil barang titipan Bu Hanin yang akan diberikan ke Sheren, tunangan pak Guntur.
Sheren sendiri akan datang menjenguk Pak Guntur yang sakit. Kedatangannya dijadwalkan malam hari pukul tujuh. ;)
So, Nayra dengan amat terpaksa mengambil alih pekerjaan Bu Sar hari itu. Dari memasak, melipat dan menyetrika baju, juga membuat kudapan dan minuman buat Pak Guntur. Dirinya juga harus membersihkan rumah.
Nayra cepat memutar otak. Dia selesaikan cepat pekerjaan utamanya hari itu, lalu beristirahat sambil memohon kekuatan dari Yang Maha Kuasa agar diberi ketabahan menghadapi makhluk yang di mata Nayra bagai Randall the Lizard di Monster Inc.
Nayra yang sedang asyik-asyik melipat baju yang sudah kering di ruang laundry, terkesiap melihat kedatangan Pak Guntur.
"Kamu buat minuman buat tamu saya," perintah Pak Guntur. Suaranya terdengar bindeng. Lalu terdengar batuk-batuk dari tenggorokannya.
Nayra mengangguk tanpa melihat Pak Guntur. Segera dia tinggalkan pekerjaannya, dan berjalan cepat ke luar dari ruang laundry. Nayra memang terlihat sangat cekatan.
Dan Pak Guntur hanya mengangkat alisnya saat melihat gerak lincah Nayra.
Nayra tidak serta merta langsung ke dapur, dia mengintip terlebih dahulu ke ruang tamu, ingin tahu berapa jumlah minuman yang mesti dia buat. Ada dua gadis cantik yang sedang duduk manis di sana, yang wangi parfumnya cukup menyengat.
Nayra menggelengkan kepalanya. Wangi rumah pun terlibas oleh wangi parfum dua gadis itu.
Nayra kemudian kembali ke dapur, melaksanakan titah sang majikan, membuatkan dua cangkir teh panas, satu air hangat buat Pak Guntur, dan beberapa cemilan, berupa biskuit. Nayra memilih wadah cantik untuk teh panas buatannya, juga gelas yang pas buat air hangat Pak Guntur. Nayra menata cantik baki yang akan dia antar ke ruang tamu.
Saatnya melangkah...
Nayra terkejut bukan main saat dilihatnya dua tamu cantik Pak Guntur. Pun dua tamu Pak Guntur juga tak kalah terkejut melihat Nayra yang sedang membawa baki ke hadapan mereka.
Sempat Nayra merasakan degup jantungnya yang tidak beraturan. Sekejap lemas melanda dirinya. Tapi dengan sekuat tenaga dia beranikan dirinya bersimpuh di hadapan dua tamu itu.
"Silakan, Mbak..., diminum...," ucap Nayra seramah mungkin dan serendah mungkin. Diletakkannya minuman-minuman dan kudapan serapi mungkin di atas meja.
Dua tamu itu berusaha menutupi keterkejutan mereka. Mereka diam saja.
Sementara Pak Guntur tidak bereaksi sama sekali. Dengan santai dia kembali melanjutkan pembicaraan dengan dua mahasiswinya tersebut setelah Nayra pergi meninggalkan mereka.