Masih menatap Rama untuk menunggu penjelasan pria itu, tapi justru Rama mulai sibuk membuka laptop dan memandang layar yang ada di hadapannya dengan wajah yang serius.
Khas Rama!
“Sa, apa kabarmu?” Ikbal kembali mengulang pertanyaannya, pandangannya kembali beralih pada Elsa.
“Baik,” jawab Elsa dengan ragu.
“Jadi kamu yang merancang gambar untuk gedung baru perusahaanku?” tanya Ikbal lagi dan Elsa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
“Kapan kamu mulai bekerja dengan Mas Rama, Sa?” tanya Ikbal lagi.
Mas Rama? Ikbal memanggilnya Mas Rama? Elsa berpaling melihat ke arah Rama dengan wajah yang kembali bertanya-tanya, jangan-jangan pak Rama itu ...?
“Duduklah Bal,” kata Rama menyuruh Ikbal untuk duduk, karena pria itu masih berdiri terpaku melihat Elsa.
Ikbal melihat pada Rama, “Mas, kenapa tidak bilang kalau Elsa bekerja di perusahaan di tempat yang sama dengan Mas?”
Rama hanya menarik napas dan menatap Ikbal tajam, mengangkat salah satu alisnya, “Aku rasa kita di sini untuk membahas pekerjaan bukan membahas Elsa, jadi duduklah.”
Melihat tatapan Rama membuat Ikbal terlihat segan, “Baiklah.”
Kemudian Ikbal duduk di hadapan Elsa dan saat pria itu akan menyentuh tangan gadis itu, dengan cepat Elsa menarik tangannya ke bawah meja.
Membuat Ikbal terlihat tersinggung dia menatap tajam pada Elsa, tapi gadis itu berusaha bersikap tidak peduli.
“Sekarang kita akan membahas kerja sama yang akan kita lakukan,” ujar Rama dan memberi kode pada Elsa agar mulai bicara juga membuat berbagai catatan untuk masukkan tentang permintaan apa saja dalam perubahan dan tambahan dalam pembangunan gedung yang akan dibangun.
Elsa berusaha bersikap profesional dan Ikbal tidak berhenti untuk terus memperhatikan semua yang Elsa bicarakan.
Bukan tentang apa yang di terangkan oleh Elsa tentang pembangunan gedung tapi yang menjadi perhatian Ikbal adalah wajah dan suara dari wanita yang sudah begitu lama dia rindukan.
“Bagaimana Pak Ikbal, apa ada yang perlu ditambahkan atau perubahan apa saja yang Anda inginkan dalam rancangan ini?” tanya Elsa sambil menunjukkan desain gambar yang ada di laptop milik Elsa.
Tapi sikap Ikbal seperti tidak fokus dengan gambar yang ditunjukkan Elsa dia malah asyik terus memandangi wajah gadis itu.
“Ikbal.. Ikbal!” akhirnya Rama memanggil Ikbal dan membuat pria itu terkejut.
“Oh maaf, saya... saya akan mempelajari dulu semuanya,” sahut Ikbal terkejut.
“Pada dasarnya saya menyukai rancangan itu dan apa pun yang kau buat selalu bagus dan indah untuk saya Elsa,” lanjut Ikbal sambil terus menatap Elsa.
“Kalau tidak ada pertanyaan lagi apa bisa kita sepakat untuk semuanya?” tanya Rama.
“Belum bisa, saya masih akan mempelajari lagi semuanya kembali, mungkin akan ada tambahan dan perubahan yang harus saya diskusikan dengan anggota dewan yang lain,” sahut Ikbal.
Elsa menarik nafas dalam-dalam, dia sebenarnya tak ingin berurusan dengan Ikbal, seandainya tahu mungkin dia akan menolak pertemuan ini juga merancang bangunan ini.
“Jadi kapan kau akan memberikan kami keputusannya?” tanya Rama.
“Aku akan mengabari secepatnya,” kata Ikbal. “Elsa bisa aku minta nomor teleponmu mungkin kita bisa mendiskusikan ini lebih lanjut.”
Elsa hanya diam memandang pada Ikbal, “Kau bisa membahas dan mendiskusikan semuanya dengan Pak Rama karena dia juga tahu tentang semua rancangan ini.”
“Dengar Elsa aku rasa...” belum selesai Ikbal bicara Elsa sudah berdiri dan bersiap untuk pergi.
“Saya duluan ke mobil Pak Rama, saya akan tunggu disana,” kata Elsa tapi sebelum dia melangkah pergi lengannya ditahan oleh Ikbal yang ternyata sudah ikut berdiri.
“Sa, tunggu saya mau ngomong sama kamu dulu,” ucap Ikbal berusaha untuk menahan Elsa.
Sementara Elsa berusaha melepaskan tangannya, tapi justru Ikbal semakin erat memegangnya sampai gadis itu meringis kesakitan.
Rama melihat itu langsung berdiri dan melepaskan pegangan tangan Ikbal.
Elsa langsung berdiri di belakang Rama dan pria itu memberikan kunci mobilnya pada Elsa, “Kamu duluan nanti saya menyusul.”
Elsa segera mengambil kunci itu dan pergi berlalu, tapi ketika Ikbal ingin menyusul Elsa Rama menahan tubuh Ikbal.
“Jangan ganggu dia lagi Bal, Elsa bukan kekasihmu lagi,” kata Rama.
Ikbal memandang tajam pada Rama yang dibalas dengan tatapan yang sama.
“Aku hanya ingin bicara dengannya Mas, aku sudah lama ingin bertemu lagi dengan Elsa,” kata Ikbal.
“Jangan membawa Elsa dalam masalah yang akan kau timbulkan padanya,” kata Rama.
“Apa maksudmu Mas?” tanya Ikbal heran.
“Evy istrimu, kau paham apa maksudku,” ujar rama dan itu membuat Ikbal terdiam mendengar perkataan pria yang ada di hadapannya.
“Istriku, itu urusanku,” sahut Ikbal.
“ Terserah, tapi tidak akan aku biarkan kalau kau sampai menyakiti Elsa lagi atau kau akan berurusan denganku,” ucap Rama dengan tajam.
“Sejak kapan kau jadi pelindung Elsa?” tanya Ikbal mengejek.
“Sejak dari dulu aku sudah melakukannya kau tahu itu,” kata Rama.
“Tapi sayang, saat kejadian itu aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya,” lanjut Rama. “Dan kali ini aku tidak akan membiarkan kau melakukan itu lagi kau paham.”
Dan Rama pun pergi berlalu meninggalkan Ikbal yang terlihat kesal dan marah.
Sesampainya di mobil Rama melihat pada Elsa dengan mata yang merah karena gadis itu terlihat sedang menangis.
“Kau baik-baik saja?” tanya Rama.
Elsa hanya menganggukkan kepalanya dan terdengar tarikan napas berat dari gadis itu.
Rama hanya menatap Elsa, kemudian dia mengambil tisu dan memberikan pada gadis itu.
“Lap hidungmu itu masih ada ingusnya,” kata Rama.
Mata Elsa pun melotot, lalu segera mengambil tisu dan mengelap sisa air yang menetes sedikit dari hidungnya.
Sepanjang jalan mereka hanya diam tak mengeluarkan suara.
Terdengar suara ponsel yang berbunyi dan itu berasal dari milik Rama yang segara diangkat oleh pria itu dengan menggunakan speaker yang terhubung di mobil.
Elsa melihat tulisan Ibu di sana.
“Ya halo Bu, ada apa?” sala Rama.
“ Halo juga anak ibu yang paling ganteng sedunia,” terdengar suara sahutab wanita di sana,
Elsa mengerutkan dahinya saat panggilan untuk Pak Rama anak Ibu paling ganteng.
“Ada apa Bu?” tanya Rama.
“Rama, sebentar sore pulangnya bisa lebih cepat tidak?” justru ibunya balik bertanya.
“Kenapa Bu?” tanya Rama heran dan juga balik bertanya.
“Ibu mau kenalkan kamu sama anak teman Ibu, orangnya cantik, tinggi, putih dan dia itu kerja di perusahaan yang terkenal Ram,” sahut Ibunya.
“Ngak usah Bu,” tolak Rama.
“Lho, enggak usah bagaimana? Kamu tahu ngak , ini sudah Ibu usahakan biar dia mau ikut datang ke rumah,” jawab wanita itu di seberang telepon, “Ibu sudah promosi gede gedean soal kamu.”
Terdengar tarikan napas panjang juga kesal dari Rama.
“Ibu bilang kamu selain ganteng, juga pekerja keras, sudah punya rumah terus ya Ibu juga bilang kamu kerja di perusahaan yang sangat terkenal dan punya kedudukan yang sangat bagus dan dia akan jadi wanita yang paling beruntung kalau dia bisa dapat kamu ngak bakal rugi, malah cuan habis.”
Elsa yang tadinya terlihat sedih mulai tersenyum dan ingin tertawa ketika mendengar kata-kata seperti sebuah promosi iklan,tapi kemudian dia terdiam saat mendapat tatapan tajam dari Rama.
“Bu, bisa bicaranya nanti saja ngak? Aku lagi menyetir mobil,” ujar Rama.
“Jangan coba-coba kamu matikan ya, Ibu belum selesai bicara atau kamu punya rencana kencan sama cewek yang baru kerja di kantor kamu itu? Ibu ada tanya Danu kemarin, katanya cantik rambutnya panjang kulitnya putih pernah tinggal di Jerman namanya El... “ belum selesai suara Ibunya bicara Rama langsung mematikan ponselnya itu.
Elsa yang tadi ingin tertawa menjadi pucat saat mendengar semua ucapan dari ibunya Rama.
Bulu kuduk Elsa langsung meremang dan menatap Rama dengan takut.
“Bren gsek kau Danu, akan aku hajar kau nanti!” maki Rama sambil memukul setir.
“Pak itu tadi?” tanya Elsa sedikit gugup juga takut.
“Tidak usah dipikirin,” terdengar nada geram dari Rama.
“Tapi itu ngak benarkan?” tanya Elsa bertambah gugup.
“Danu Cuma bercanda,” sahut Rama kesal.
“Tapi..” Elsa tidak meneruskan kata-katanya.
“Diam Elsa! Saya sedang sibuk menyetir!” kata Rama.
Aku bakal bikin perhitungan denganmu Danu, lihat saja nanti, batin Rama dengan geram.