Arti Dari Kata Rindu

2239 Words
Orang gila mana yang tetap bertahan dan setia pada satu cinta, padahal hatinya sudah dihancurkan secara bertubi-tubi tanpa belas kasihan. Namun dia luluh hanya karena satu kata, maaf. Maaf yang bahkan tidak bisa menjamin salah itu tidak kembali bersua. Pandangan Amora teralihkan pada ponsel di atas ranjang Angelina. Ada panggilan masuk di sana dan Amora menatap layar ponsel itu, merasa tidak asing dengan nomer pemanggil itu, dan saat Amora berusaha mengingat akhir dari nomer itu , tiba-tiba layar ponsel itu padam, dan panggilan itu selesai. Amora masih menatap ke layar ponsel Angelina yang masih menyala dengan mode kunci, mencoba mengingat siapa pemilik nomor itu, akan tetapi Amora benar-benar tidak bisa melihat empat digit angka di akhir nomor tersebut dan tentu saja Amora tidak bisa berandai-andai bahwasanya itu adalah nomor yang sama dengan nomor yang tersimpan di ponsel miliknya. "Kak Amor. Ada apa?" Sapa Angelina yang baru keluar dari dalam kamar mandi dan melihat Amora yang tengah menunduk memperhatikan sesuatu di atas ranjangnya, dan Amora langsung berbalik menghadap Angelina. "Ah itu. Tadi aku lihat ada panggilan masuk di ponselmu, tapi aku nggak sampai mengangkatnya kok. Karena saat aku masuk panggilan itu justru sudah berhenti." Ucap Amora sembari menarik kedua sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman dan Angelina pun membalas dengan senyuman yang sama. "Oh." Hanya kata oh yang berhasil lolos dari bibir Angelina dan detik berikutnya Amora justru mendaratkan bokongnya di atas ranjang adik iparnya itu. "Aku mencarimu untuk mengambil obat pesananku tadi. Daniel kembali merasa nyeri dan gatal di bagian pahanya. Dan jika tidak segera diobati, dia akan terus menggaruknya." Ucap Amora dan kembali Angelina hanya mengangguk. "Ah iya. Enji lupa Kak. Wait." Balas Angelina saat mengambil jaket yang sebelumnya dia gunakan dan merogoh saku depan dari jaket itu , karena di sanalah dia menyimpan obat yang sebelumnya Amora pesan. Angelina masih membungkus tubuhnya dengan handuk yang melingkar di selingkar dadanya, dan Amora justru memperhatikan kulit putih Angelina dari arah belakang, ketika wanita itu menunduk untuk meraih jaket yang sebelumnya dia gunakan. Ada noda kebiruan di paha dan lengan Angelina, tidak hanya di sana tapi noda yang sama juga terlihat di belakang tengkuk Angelina. Amora mendekati lalu memperhatikan noda kebiruan itu dengan sangat cermat, dan yakin jika itu bukanlah tanda lahir, melainkan memar. "Enji. Ada noda kebiruan di punggung dan lengan kamu. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Amora untuk sesuatu yang menurutnya terlihat tidak biasa di tubuh adik iparnya. "What?" Angelina terkejut hingga handuk yang membungkus rambut kepalanya terjatuh dan Angelina buru-buru meraihnya untuk menutup bahu dan punggungnya agar tidak semakin diperhatikan oleh Amora. "Ada noda kebiruan di bahu dan lengan kamu. Apa itu noda memar?" Tanya Amora mengulang pertanyaan dia sebelumnya, tapi Angelina buru-buru menggeleng untuk menyanggahi pertanyaan kakak iparnya. "Oh itu. Iya." Jawab Angelina tergugu, tapi Amora justru menatap lekat wanita yang bergelar dokter itu , seolah menuntut penjelasan darinya. "Why?" Tanya Amora lagi. "Bukan apa-apa Kak. Kemarin aku coba terapi detok gitu. Terapi yang di sedot-sedot gitu lho. Eh malah gini jadinya. Asem dah!" Jawab Angelina saat mengingat jika kemarin Jello dan teman-temannya yang lain memiliki noda kebiruan yang serupa dengan noda di tubuh Angelina, noda yang dia dapatkan karena kalau bertaruh main catur saat mereka dapat ship malem. "Oh,,, astaga. Kakak kira bekas apa tadi. Ternyata!" Seru Amora sedikit bernafas lega. "Jangan mikir yang enggak-enggak, Kak. Apa lagi sampe bilang ke Mommy. Bahaya!" Seru Angelina setelahnya. "Tau sendiri kalo Mommy itu kek mana!" Sambung Angelina lagi dan Amora hanya terkekeh menanggapi ucapan adik iparnya, karena begitu lah Luci. Jangan kan untuk urusan Angelina, satu-satunya Putri yang dia miliki, untuk urusan cucu-cucunya saja Luci akan langsung panik setengah mati untuk satu perkara yang sederhana seperti demam atau sekedar flu, padahal Amora pikir itu wajar, mengingat anak-anak mereka memang sedang masa pertumbuhan dan Amora tidak bisa memungkiri jika ketiga putrinya itu memang sering mengalami demam mendadak, dan jika Luci mengetahui hal itu, maka Luci juga akan segera mendatangi Pulau tempat tinggal Amora dan Daniel , hanya untuk memastikan cucu-cucunya baik-baik saja dan iya , setelahnya Luci juga akan menginap sampai dia puas dan kadang itu yang membuat Daniel merasa pergerakannya terbatasi karena kehadiran ibunya. Ah, Daniel memang seperti itu, dia terlalu ingin menguasai Amora , dia terlalu serakah ingin memiliki Amora untuk dirinya sendiri bahkan terkadang dia tidak ingin membagi Amora dengan pekerjaan-pekerjaannya dan selalu mencari alasan untuk membuat Amora diam di rumah, tapi Amora tetaplah Amora, wanita independen yang tidak akan pernah mau menengadahkan tangannya untuk meminta, dan dia tetap ingin berkarir dengan cara dia sendiri, dan tentunya Daniel tidak bisa mencegah hal itu, meskipun dia berharap Amora bisa menjadi wanita manja yang akan bergantungan dengan dirinya, tapi sayang , harapan itu hanya sebuah asa. "Ah kau benar. Mommy emang sangat protektif." Balas Amora. "Ini. Aku sudah naikin dosisnya, agar reaksinya lebih cepat. Dan jangan lupa paksa dia minum obatnya. Apapun alasannya." Ucap Angelina saat menyerahkan dua bungkus obat untuk Daniel beserta salep khusus untuk bekas luka operasi di pahanya. Iya, Daniel memang agak sulit untuk diminta minum obat. Ada saja alasannya untuk menghindari minum obat, dan hal itu kadang kala membuat Amora kesal. "CK. Dia emang payah." Jawab Amora tapi kali ini Angelina yang terkekeh menanggapi reaksi kakak iparnya. Setelah mendapatkan obat yang dia inginkan, Amora juga langsung keluar dari kamar Angelina dan selang beberapa detik setelah Amora menutup pintu kamar Angelina, ponsel di atas ranjang Angelina terlihat bergetar dan layar ponsel itu menyala dengan ritme tertentu dan itu adalah notifikasi panggilan masuk. Angelina melihat layar ponselnya dan tertera nama my sweet heart di layar itu. Iya, itu adalah daftar kontak milik Sky. Angelina memang menyimpan nomor ponsel Sky dengan nama kontak my sweet heart. Bukan karena apa, Angelina hanya tidak ingin jika keluarganya tahu jika dia menjalin hubungan dengan Sky, dan iya, Angelina memang masih menyembunyikan hubungannya itu dari kedua orang tuanya juga kedua saudara laki-lakinya, bahkan Angelina juga merahasiakan hubungan itu dari kedua orang tua Sky. (Atas permintaan Sky) Angelina menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat pelan , kembali melakukan hal yang sama berharap rasa sesak dan menghimpit di dadanya bisa sedikit lega, sebelum akhirnya dia juga harus menerima panggilan telepon laki-laki itu. "Iya hallo!" Sapa Angelina lebih dulu. "Kenapa kau mengabaikan panggilan ku dari tadi siang? Apa kau tidak bisa melihat seberapa banyak notifikasi pesan dan panggilan masuk dari ku?" Tanya Sky di seberang telepon dan Angelina kembali menghela nafas. "Aku sedang berada di rumah Mommy, Sky. Ada Amora dan keempat anaknya juga di sini, dan maaf jika dari siang aku tidak menerima panggilan telpon darimu, karena aku sedang tidak memegang handphone!" Jawab Angelina apa adanya dan kali ini terdengar Sky yang menghela nafas di seberang telepon. "Aku sedang di apartemen, Enji, dan aku sedang membutuhkan mu. Cepatlah kembali!" Ucapnya dengan intonasi suara yang terdengar sangat lembut, dan penuh harapan. "Iya. Ini aku baru selesai mandi, dan secepatnya aku akan kembali." Jawab Angelina dengan sama lemahnya. "Aku harap kau tidak lupa dengan rencana kita malam ini, karena aku sudah memesan private room untuk kita. Jadi aku akan menunggu mu!" Sarkas Sky untuk rencana manis mereka, makan malam di salah satu restoran langganan mereka dan Angelina hanya kembali mengangguk seolah lawan bicaranya ada di depannya. "Iya. Ini aku sudah akan balik. Udah tutup aja telponnya, aku akan sampai di unit mu dalam waktu dua puluh menit!" Ucap Angelina dan Sky juga langsung mengakhiri panggilan telpon itu. Angelina diam sejenak, memikirkan bagaimana takdir dan cinta mempermainkan dirinya. Di satu sisi Sky bisa bersikap sangat manis dengan penuh cinta, tapi kadang Sky bisa menjadi sangat menakutkan dari monster. Sky terus saja mengatakan jika dia benar-benar mencintai Angelina, tapi sikap dan tindakan Sky kadang membuat Angelina berpikir sebaliknya. Sebenarnya cinta seperti apa yang Sky miliki untuknya. Sky sering sekali menyakiti Angelina, entah itu fisik atau batinnya. Angelina sudah sangat lelah, tapi untuk mengakhiri pun dia tidak bisa. Sekali lagi Angelina menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat kasar sebelum akhirnya dia bangkit dari duduknya dan bergegas berganti pakaian agar bisa segera kembali atau resikonya Sky akan kembali marah besar padanya, terlebih lagi sudah dua hari Angelina tidak pulang ke unitnya karena Angelina yang harus stay di rumah sakit untuk menunggu pasien yang dua hari lalu selesai melakukan operasi transplantasi sumsum tulang belakang dan Angelina memang harus stay mengawasi perkembangan dari operasinya itu, dan pagi tadi, Angelina terpaksa harus berjanji jika dia akan pulang dan makan malam bersama Sky, hanya untuk membuat laki-laki itu tenang. Selesai berganti pakaian, Angelina juga bergegas keluar dari kamarnya, tas mewah, kaca mata branded nya turut menemani, begitu juga , pakaiannya. Nyaris semuanya bermerek, dan semuanya di beli dan di siapkan oleh Sky. "Mau kemana lagi? Mommy pikir kau akan menginap , Sayang!" Seru Luci saat melihat putrinya kembali rapi seperti bersiap untuk pergi lagi. "Enji harus kembali ke rumah sakit Mommy. Enji tadi barter ship sama dokter lain karena pasien Enji yang satu ini sedang butuh pengawasan ekstra , karena dua hari yang lalu, kami baru melakukan transplantasi sumsum tulang belakang padanya." Ucap Angelina dengan nada penuh sesal. "Tapi kau belum bertemu Daddy kamu, Enji!" Seru Luci lagi, tapi Angelina hanya tersenyum. "Mommy jangan berlebihan. Daddy bisa datang kapan saja ke rumah sakit atau ke unit Enji jika dia rindu. Toh sekarang Enji kan ada di Indonesia!" Seru Angelina saat mencium pipi kiri dan kanan ibunya. "Lagian Mommy itu udah di khianati sama Daddy. Dia sering sekali datang ke unit Enji, bawain makan, lalu Enji bisa bermanja sama suami Mommy."_____"Mommy pasti gak tau kan!" Sambung Angelina tapi Luci hanya terlihat menarik nafas dalam diam karena sejatinya dia tau semua itu, tau jika David memang sering ke unit Angelina untuk memastikan wanita itu baik-baik saja, karena Luci sendiri yang memintanya, tapi sudah dua Minggu ini David ada di Boston, dan sepertinya Angelina tidak tau hal itu. "Jadi kalian mengkhianati Mommy!" Luci pura-pura kecewa tapi Angelina justru kembali mencium pipi ibunya. "Daddy juga punya Enji, Mommy. Jadi , Mommy harus rela membagi suami Mommy sama Enji!" Serunya lagi sambil berlari dari pandangan ibunya , dan buru-buru masuk ke mobilnya untuk menghindari cercaan ibunya. "Dah Mommy. Love you,,,!" Seru Angelina sembari mengirim kecupan udara pada Luci setelah berada di belakang kemudinya, dan detik berikutnya Angelina juga lekas bergegas meninggalkan rumah kedua orang tuanya, dan pastinya tujuan dia kali ini adalah unit Sky. Sepuluh menit di perjalanan, Angelina akhirnya sampai di kawasan apartemen elit itu, memarkirkan mobilnya di lobby parkiran khusus, karena Angelina punya akses khusus di tempat itu. Angelina baru turun dari dalam mobilnya dan menutup pintu mobil itu, saat pandangannya justru tertuju pada satu mobil yang sangat familiar untuknya terparkir tidak jauh dari tempat dia biasa parkir, sekitar lima blok dari garis parkir Angelina. Angelina mengamati sangat mobil itu dan yakin jika itu adalah mobil yang sama dengan yang Angelina pikirkan saat ini, tapi yang membuat Angelina heran, kenapa mobil itu ada di sana? Tidak mungkin. Angelina tidak mau berpikir jauh, jadi Angelina mengalihkan pikiran, jika mungkin saja mobil itu hanya kebetulan mirip , mengingat seri mobil itu yang cukup banyak, meskipun Angelina tidak yakin jika mereka akan memiliki selera modifikasi yang sama juga. Angelina berbalik dan langsung bergegas ke lift khusus , masuk dan memencet nomer 12 di mana unit Sky berada, dan saat Angelina keluar dari lift itu, dia justru melihat seluit bayangan seseorang yang juga sangat dia kenal masuk ke lift yang lain. "Kenapa aku merasa melihat Nessa disini?" Batin Angelina sambil menatap pintu lift yang sudah tertutup, dan menuju lantai dua atau lobby apartment dan saat Angelina terpaku, getar ponselnya justru mengalihkan perhatiannya. Ada panggilan masuk di sana, dan nama my sweet heart langsung terpampang jelas di sana. Angelina langsung menerima panggilan itu sembari berjalan menuju unit Sky. "Aku sudah di sini, Sky!" Sapa Angelina saat membuka pintu unit Sky dan menutup panggilan telpon itu saat sudah masuk dan melihat Sky sedang duduk di sofa ruang tengah dengan jubah tidur kimono yang asal membungkus tubuh liatnya. "Kenapa kau lama sekali, Angelina. Bukankah kau tau aku tidak suka menunggu! Oh kau nyaris membuatku gila!" Seru Sky dan Angelina meletakkan tasnya di sofa. "Maaf. Jalanan rada macet. Tapi kan sekarang aku sudah di sini." Jawab Angelina terdengar lemah saat berjalan ke arah meja pantry untuk mengambil segelas air minum, menarik nafasnya untuk menormalkan degup jantungnya yang bergemuruh karena lelah dan letih setiap kali berhadapan dengan Sky, dan Sky juga bangkit dari duduknya, mengikuti langkah Angelina ke arah pantry, lalu menarik pinggang wanita itu untuk memeluknya. Sky menopang wajahnya di bahu Angelina sembari menghirup aroma segar di leher wanitanya. "Aku merindukan. Sangat merindukanmu!" Bisik Sky dan sedetik berikutnya Angelina justru kesulitan menelan nafasnya sendiri karena sebenarnya dia tahu arti kata merindukan yang baru saja Sky ucapkan padanya dan sungguh, Angelina benar-benar sedang sangat letih untuk sekedar menuntaskan rasa rindu laki-laki itu. Letih jiwa raga , karena itu artinya penyiksaan akan segera dia hadapi. {Aku mencoba bungkam, saat kata tidak lagi bisa kau baca. Saat kalimat tak mampu mengungkapkan rasa yang ada. Saat ucapan tak lagi bermakna dan tidak bisa kau pahami. Saat syair tak mampu lagi terdengar merdu. Lantas apa gunanya berdebat, jika hanya emosi yang lebih menguasai? Diam. Dia lah jawab nya. Meskipun diam tidak berarti bisu, dan diam bukan berarti tidak tahu. Dan iya, dalam diam ku tersimpan sejuta tanya, yang tak sempat diucapkan pena pada kata. Hanya perlu kau tau; aku bukanlah mereka, yang lebih berirama sebelum mengeja. Aku hanya mencoba bermain dengan sajak untuk mengungkap sebuah kata bahwasanya hatiku sedang terluka.} Dairy Angelina lembar ketiga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD