12. Black Dragon

2258 Words
Tomas sedang duduk di kantor bersama istrinya, Lucia, ketika ponselnya berbunyi. Begitu mengamati nomor yang tertera dan menemukan kode negara Jepang, buru-buru pria itu memencet tombol hijau dan mendekatkannya ke telinganya. “Halo?” “Hai Daddy.” Suara putrinya yang terdengar baik-baik saja membuat Tomas menghembuskan nafasnya lega. Shinichi sudah mengabarinya semalam. Tapi karena Nicole tertidur dalam perjalanan, Tomas belum sempat berbicara secara langsung dengan putrinya itu hingga sekarang. “Hai, Babygirl. Bagaimana kabarmu?” “Baik, Daddy. Aku sudah sampai di rumah Shinichi.” “Oh baguslah kalau begitu. Bagaimana keadaan mu sejauh ini di sana?” Sejenak tidak ada balasan dari ujung sambungan. Yang kemudian membuat kening Tomas berkerut. “Missy?” panggilnya. “Uhm… Sampai kapan aku di sini, Daddy? Aku ingin pulang. Aku rindu padamu dan Mom.” Getaran di suara gadis itu membuat Tomas mendesah. “Sabarlah okay, Honey? Secepatnya keadaan membaik, kau pasti langsung kujemput sendiri. Sementara itu, apakah Shinichi memberikan semua yang kau perlukan?” “Tidak adakah orang lain yang bisa menjagaku? Bagaimana dengan Ice? Tidak bisakah ia menjagaku?” “Baby, kau tahu sendiri Uncle Ice sudah tidak segesit dan se-fit dulu. Bisa-bisa ia kehabisan nafas duluan jika ia harus berlarian dari bahaya. Apakah sesuatu terjadi dengan Shinichi?” Tomas bertanya. “Aku benci Shinichi!” “Oh?” “Tahukah kamu, Dad… Ia membuang ponselku kemarin, lalu... lalu ketika aku meminjam ponsel Uncle Simon, ia membanting juga benda itu hingga hancur. Dan tidak hanya itu… ia... ia... menciumku dengan paksa di kamar mandi… ia jahat sekali, Daddy….” Kini wajah Tomas mulai terlihat membeku. “Menciummu? Apa maksudmu, Missy?” “Menciumku…, Daddy.... Di bibir… a-aku sedang di kamar mandi dan ia memaksa masuk lalu menciumku begitu saja…” “Apa?!!” Tomas sepertinya berdiri dari kursinya dan membentak dengan suara keras karena kini istrinya ikut mengamati dengan mata mendelik seakan ingin tahu apa yang terjadi. Tapi Tomas tidak punya waktu untuk menjelaskan. Karena Nicole melanjutkan. “Ya, Daddy. Lalu ketika kita menginap di San Fransisco, ia memaksaku tidur di dalam bath tub dengan tangan terikat dan mulut tersumpal sepanjang malam. Bukan hanya itu... ia hanya memesan satu kamar untuk kita berdua. A-aku sangat ketakutan aku tidak bisa tidur semalaman, Daddy.” Suara Nicole kini terdengar gemetaran dan serak. “Aku takut ia akan datang dan memukuliku atau lebih parah... kembali memaksaku melakukan sesuatu yang tidak aku inginkan.” Darah sudah mencapai ubun-ubun Tomas sekarang. Ia perlu tahu apa maksud Shinichi melakukan semua itu terhadap putri semata wayangnya. Walau istrinya berhutang nyawa pada ayah Shinichi, dan mempercayai Shinichi, tapi Tomas tidak pernah menyukai keluarga Goto. “Berikan teleponnya ke Shinichi!” Pria itu membentak sambil meremas ujung meja yang ada di depannya. Sejenak terdengar suara gemrrisik di telepon sebelum kemudian muncul suara Shinichi menjawab. “Selamat pa—.” “KAU MENCIUM ANAK KU LALU MENGIKATNYA SEMALAMAN?! APA-APAAN?!” teriak Tomas tanpa menunggu Shinichi menyelesaikan salamnya. “Aku bisa menjelaskan, Uncle,” Shinichi membalas dengan nada suara datar membuat kemarahan Tomas makin memuncak. “Kau bisa jelaskan? Oh okay... Baiklah. Jelaskan!” Shinichi menceritakan apa yang terjadi. Mulai dari alasannya melempar ponsel Nicole keluar jendela hingga alasannya mengikat Nicole di kamar mandi. “Aku mungkin bersalah sudah menciumnya, tapi aku hanya ingin memberinya pelajaran agar tidak meremehkan perintahku, Uncle. Teknologi jaman sekarang mudah sekali untuk di retas, dan kita tidak tahu sejauh mana musuh uncle akan menggunakan nya untuk mencari Nicole. Sama dengan mengapa aku memutuskan untuk mengikatnya di kamar mandi. Nicole tidak perlu menyukaiku, Uncle, tapi ia perlu mematuhiku. Karena ketika bahaya datang, kepatuhan Nicole adalah yang membedakan hidup dan mati. Kuharap kau paham. Maafkan aku, Uncle.” Penjelasan Shinichi membuat Tomas terdiam. Diakuinya penjelasan Shinichi masuk akal. Tapi mencium Nicole untuk memberi putrinya pelajaran, terdengar seperti sebuah kesempatan dalam kesempitan. Tomas mendecak dalam hati sambil melirik ke arah istrinya yang menatapnya dari tadi. Bukan hanya wajah Shinichi yang mirip Shinjiro, rupanya sifatnya tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Tapi mengingat kondisinya sekarang yang tidak memiliki banyak pilihan selain mempercayakan anak satu-satunya pada Shinichi, Tomas hanya bisa menggeram. “Aku paham, Shin. Aku akan menasehati Nicole untuk menurutimu. Tapi jika kau berani sekali lagi memaksakan dirimu atau mengasari putriku, dengan alasan apapun, aku tidak akan segan hati untuk datang ke sana dan mengingatkannya padamu. Apakah kau paham?” “Tentu saja, Uncle. Tidak akan terjadi. Maafkan aku.” “Berikan teleponnya kembali pada Missy.” Kembali terdengar bunyi gemeresak diikuti suara anaknya. “Jadi? Apakah Daddy akan memenggal kepala Shinichi? Atau menembak kakinya? Atau mungkin menggantung bocah itu di batang pohon hingga menangis?” Tomas berdecak. Ia sadar bahwa anaknya memang terkadang suka seenaknya sendiri. Wajar jika Shinichi dongkol dan ingin menghukum. “Missy, dengarkan Daddy baik-baik. Permintaanku kepadamu selama di sana hanya satu bukan? Patuhi perintah Shinichi. Aku tidak mau mendengar hal seperti ini lagi! Masalah ponsel , aku setuju dengannya. Aku tidak ingin kau memberitahu siapa-siapa dimana kau berada, termasuk Jayden.” “Tapi—” “Termasuk Jayden!” sela Tomas memotong protes anaknya. “Dan tentang Shinichi mengasarimu, ia tidak akan melakukannya lagi. Ia sudah berjanji.” Didengarnya dengusan kesal dari Nicole diikuti dengan gerutuan. “Tidak adil.... Mengapa aku yang harus menurut? Kan jika di pikir-pikir, aku adalah bosnya. Ia lah yang seharusnya menurutiku.” “Nicole Margaret Salazar. Please. Lakukan yang Daddy perintahkan!” Begitu mendengar ayahnya memanggil nama lengkapnya, Nicole langsung mengkerut. Pria itu tidak main-main. Nicole pun menyerah. “Huh! Baiklah!” “Bagus,” sahut Tomas. Beberapa pintu kantor nya yang diketuk membuat Tomas mengalihkan pandangannya. Lucia membukakan pintu dan beberapa kapten berjalan masuk. “Baiklah, Missy,” Tomas melanjutkan ucapannya ke sambungan telepon. “Daddy masih ada urusan. Katakan pada Shinichi untuk menghubungiku bila ada apa-apa. Bye, Missy. Aku dan Mom menyayangimu.” “I love you too, Dad. Sampaikan salamku pada Mommy.” Selesai Nicole membalas, sambungan telepon ditutup. Lucia langsung menatap wajah suaminya dengan cemas. “Apa yang terjadi?” wanita itu bertanya. Tomas menggelengkan kepalanya dan melemparkan ponselnya diatas meja. “Arg… entahlah… Shinichi mencium Missy… Missy berbuat ulah, lalu Shinichi mengikat Missy di kamar mandi... atau sesuatu semacam itu lah,” balas Tomas menggaruk lehernya. “Apa?!” timpal Potter sambil menghempaskan tubuhnya keatas sofa. “Apakah bocah itu mencari mati berani mencium Missy?” “Siapa mencium siapa?” timpal Kid yang baru saja melangkah masuk. “Anak Goto, mencium Missy,” jawab Phyton sambil menghempaskan tubuhnya di sebelah Potter. Pria itu memiliki dendam khusus pada ayah Shinichi, Shinjiro Goto. Keduanya sempat beradu otot sebelum Shinjiro meninggal, dan berakhir dengan Phyton kehilangan tangan kanannya terpotong oleh pedang Shinjiro. “Mengapa Shinichi mencium Missy?” lanjut Kid mengerutkan dahinya menoleh ke arah Tomas. “Ia melanggar perintah Shinichi untuk tidak memakai telepon menghubungi Jayden. Shinichi kesal dan memutuskan menghukum Missy dengan menciumnya,” jawab Tomas sambil menggelengkan kepala. “Ah… entahlah… anak jaman sekarang aku tidak paham cara pikir mereka.” Lucia tertawa tergelak mendengar cerita suaminya. “Missy akhirnya menemukan musuh yang seimbang,” celetuknya. “Aku setuju dengan Shinichi. Semakin sedikit orang yang tahu keberadaannya semakin baik.” “Ya… Aku paham… tapi haruskah ia mencium Missy?” balas Tomas. Lucia berjalan ke arah suaminya dan menyenderkan tubuh rampingnya ke sisi meja. Dengan satu tangan meremas pundak Tomas, wanita itu memiringkan kepalanya sedikit. “Jangan khawatirkan mereka. Missy adalah anak yang kuat. Ia tidak akan membiarkan Shinichi mengambil kesempatan untuk kedua kalinya. Pemuda itu lah yang akan kewalahan. Percayalah.” Tomas meraih lengan Lucia yang ada di pundaknya dan mencium telapak tangan wanita itu. “Kurasa kau benar. Missy adalah jiplakan Mommynya. Ia akan baik-baik saja mengatasi rayuan seorang Goto.” Lucia tersenyum kecil mendengar ucapan Tomas. Bahkan setelah sekian lama pria itu masih merasa cemburu pada Shinjiro. Ia mengelus pipi Tomas pelan lalu menoleh ke belakang tepat dengan munculnya Fish. Pria bertubuh jangkung kurus itu langsung menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah sofa. “Semua sudah ada di sini, tinggal Ice. Kemana dia?” gumam Lucia. “Sedang menyusu ke istrinya mungkin,” celetuk Potter yang langsung di ikuti oleh tawa seisi pria di dalam ruangan. Lucia meraih buku diatas meja Tomas dan melemparkannya ke kepala Potter yang dengan sigap menghindar. “Dasar pria-pria m***m,” gumam Lucia. “Hei! Tanyakan saja padanya mengapa ia terus-terusan menambah anak kalau bukan ingin ikut menyusu ke istrinya. Tidakkah kau lihat perut buncit pria itu yang semakin lama semakin membuncit?” timpal Potter membela diri. “Ya,” balas Kid. “Susunya cocok.” Gemuruh tawa kembali terdengar dan baru berhenti ketika kepala botak Ice muncul masuk ke dalam ruangan. “Maaf terlambat, apa yang sedang kalian tertawakan?” tanyanya dengan wajah tidak sadar bahwa dirinyalah yang sedang dijadikan bahan ejekan oleh temannya. “Nah ini dia yang sedang kita bicarakan akhirnya muncul,” teriak Potter menggelegar. “Apa yang membuatmu terlambat, hah?” Ricky menggaruk belakang kepalanya yang tidak berambut. Sejak menikah ia memang memangkas rambut biru ciri khasnya yang terus menerus rontok. “Uhm… si kembar rewel meminta susu.. jadi—” Tawa semua orang kembali pecah di dalam ruangan, memotong ucapan Ricky yang merengut bingung. Dehaman Tomas mengakhiri ejekan para kapten pada wakil Bossnya itu, “Sudah…sudah... Berhenti membahas Ice dan s**u istrinya.” Ucapan Tomas rupanya kembali membuat beberapa orang tertawa tertahan. “Es dan s**u… es susu.” Kidd, kapten termuda di grup itu, tidak bisa menahan dirinya untuk berbisik kepada Poter. Tomas menggelengkan kepalanya melihat ulah anak buahnya. Tidak disangka tingkah laku ke limanya masih seperti anak kecil. Padahal kebanyakan dari pria itu sudah berkepala 4, kecuali Phyton yang kini sekitar 50-an. Dan kecuali Phyton, semuanya sudah menikah dan sebagian bahkan memiliki anak. “Hei! Pria-pria tua m***m!” Lucia membentak. “Berhenti main-main. Kami memanggil kalian kemari, pagi-pagi di hari Sabtu, bukan untuk membicarakan Ice dan susunya. Tapi Black Dragon.” Ucapan Lucia berhasil menghentikan tawa semua orang. Black Dragon. Ancaman terbaru bagi Salazar yang kali ini sanggup membuat Tomas dan Lucia kewalahan. “Tiger,” Tomas memanggil rekannya. “Apa yang sudah kau pelajari tentang mereka?” Tiger menegakkan punggungnya. Sebagai mata-mata di grup mereka, Tiger adalah orang yang dipercayai Tomas untuk mencari informasi tentang lawannya. “Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak muda yang tidak memiliki tanggungan seperti kita, Bos. Jenis orang-orang yang berbahaya. Apalagi ketua mereka, Edi Cheng. Pria itu bukan orang sembarangan.” “Bukan orang sembarangan bagaimana?” Kid bertanya. “Edi Cheng adalah anak dari seorang taipan pengusaha ekspor tobako. Lulusan universitas ternama dengan nilai sempurna, Edi bukan hanya berpengaruh tapi juga cerdas luar biasa. Bisa saja ia meneruskan usaha orang tuanya, tapi Edi menolak. Ia memilih untuk mendirikan organisasi Black Dragon. Dengan kedok sebagai wadah bagi narapidana yang baru saja lepas dari penjara untuk mencari pekerjaan, Edi mengumpulkan orang-orang yang berbahaya ke dalam organisasinya. Pembunuh, pengedar narkoba, perampok. Benar-benar penjahat kelas kakap yang akan membuat Phyton tampak bagaikan seekor kelinci yang lucu,” Tiger melanjutkan sambil menunjuk ke arah pria buntung yang ada di sebelahnya. Phyton mendengus mendengar ejekan rekannya. Tapi Tiger tidak salah. Phyton adalah seorang mantan pembunuh bayaran. Ia masih memiliki koneksi di dunia lamanya, dan dari apa yang di dengarnya, beberapa dari orang yang berkecimpung di dunianya direkuit oleh Black Dragon. Orang-orang berbahaya yang tidak bisa di anggap enteng. Orang-orang sepertinya. Tomas menarik laci mejanya dan mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya. Ia menyerahkannya ke Lucia yang kemudian mengedarkannya ke Potter yang duduk paling dekat darinya. “Menurutmu Black Dragon ada di balik surat ini?” lanjut Tomas. Potter membaca isi surat keras-keras. “Salazar sudah terlalu lama mencengkeram Metro. Sudah saatnya kota ini di pegang oleh anak-anak muda dengan… uhm… Apa tulisan ini bacanya?” Potter mencondongkan wajahnya ke arah Phyton sambil menunjuk ke dalam kertas yang dipegangnya. “Tulisannya mirip sekali dengan cakar ayam aku tidak bisa membaca dengan jelas.” Phyton menyipit kan mata sambil menjauhkan kertas dari hadapannya. “Uhm… Visi?” tanyanya. Potter kembali mendekatkan kertas ke wajahnya, “Oh… benar. Anak muda dengan visi yang baru. Serahkan kendali tanpa perlawanan, dan kami akan membiarkan Nicole untuk melanjutkan kehidupan remajanya dengan tenang. Melawan, dan kami tidak akan menjamin keselamatan putri tunggal Salazar.” Seisi ruangan mendadak sunyi begitu Potter berhenti membaca. Ricky menjadi yang pertama memecah kesunyian di ruangan itu. “Inikah yang menyebabkan kalian mendadak memindahkan Missy?” Tomas mengangguk. “Aku tidak mau mengambil resiko,” Pria itu berkata. “Hanya kalian berlima yang tahu keberadaan Missy saat ini. Jadi kumohon jagalah informasi ini.” Semuanya mengangguk paham. Menggunakan keluarga untuk mengancam organisasi adalah hal kotor yang memang merupakan resiko dari orang-orang seperti mereka. Nicole sudah menjadi bagian dari mereka sama seperti mereka menjadi bagian dari Salazar. Semuanya membayangkan jika diri mereka berada di posisi Tomas. Seorang ayah yang menerima ancaman akan keselamatan anaknya. “Tapi surat ini tidak di tanda tangani,” lanjut Potter. “Menurut mu ini ulah Black Dragon?” “Kami tidak tahu dengan pasti untuk saat ini,” Lucia menjawab. “Karena itulah aku ingin kalian mulai mencari tahu pergerakan mereka. Lokasi markas mereka. Bisnis mereka. Anggota mereka. Apapun yang bisa digunakan untuk melawan jika rupanya mereka adalah dalang di balik semua ini.” “Bagaimana jika ini rupanya bukan ancaman dari Black Dragon?” lanjut Potter. “Aku dengar cartel dari Mexico mulai ingin menurunkan jangkarnya di Metro.” “Maka tugas kalian untuk menemukan siapa yang mengancam Salazar,” jawab Tomas. “Aku butuh putriku kembali, dan aku tidak akan membiarkan seorang Edi Cheng menghancurkan apa yang sudah kubangun di Metro.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD