Sepuluh tahun kemudian. Binar Annas, wanita berusia 25 tahun yang sudah tampak rapi dan cantik dengan gaun pengantin, serta make up-nya yang dapat mencuri perhatian dunia, berdiri di balik jendela kaca rumah, seraya menunggu kedatangan pengantin laki-laki bernama Ben Cashel.
Bagi Ben, Binar adalah wanita yang sangat ia cintai. Ben selalu menjaga Binar bak permata yang indah dan mahal harganya.
Namun sayang, bagi Binar, Ben hanyalah pemuas kebutuhan duniawi yang begitu ia incar dan inginkan untuk saat ini.
Ben, memiliki cinta yang murni, berkat ajaran kedua orangtuanya. Sementara Binar palsu, ia adalah wanita yang memiliki sejuta rahasia.
Ben, terkenal sebagai laki-laki yang ramah. Kini, usianya menginjak angka 30 tahun, memiliki bentuk fisik sempurna, dengan otot tubuh bagai seorang binaragawan profesional.
Ia berhasil membuat Binar menjadi semakin gila hanya dengan tatapan matanya yang tajam.
Setelah acara resepsi pernikahan yang mewah dan melelahkan berakhir, Ben dan Binar langsung menuju ke hotel di mana mereka akan memadu kasih, layaknya pasangan suami istri yang tengah berbahagia.
"Aku mau kamu!" bisik Binar yang mendahului hasratnya.
"Kamu tampak berbeda," sahut Ben Cashel seraya menatap tajam, sarat makna.
"Emh, jangan melepaskanku!" mohon Binar sekali lagi bersama aura manja yang menggoda.
"Kita lihat saja nanti!" Ben, menyekap birahi Binar hanya dengan ucapannya.
Gaun pengantin berwarna putih dengan manik-manik yang mampu menyilaukan mata, semakin terperosok hingga tergeletak di atas lantai berwarna hitam, sembari memperlihatkan kemewahannya.
Suara desah berbaur hasrat terdengar cukup kuat, dalam balutan napas wangi beraroma sparkling wine atau lebih sering dikenal dengan champagne, sisa acara tradisi "The wedding toast, sore tadi."
Angin malam pun semakin merayu dan mampu menembus pori-pori kamar dan berhasil menyapa kulit sepasang pengantin baru yang tampak begitu bahagia tanpa balutan busana.
Sentuhannya yang tipis dan terasa dingin, seakan menambah keinginan yang mendalam, tentang hasrat percintaan di malam pengantin.
Punggung Ben di dalam kemasan tubuh yang kokoh, melekat pada dinding kamar hotel bintang lima.
Di depannya, berada seorang wanita yang selama ini tampak keibuan dan penyayang. Namun ternyata, ia sangat agresif.
Sepertinya, sudah lama sekali Binar begitu ingin menikmati tubuh laki-laki yang kini menjadi suaminya tersebut. Hal itu di luar ekspektasi Ben yang selama ini menganggap bahwa Binar adalah wanita pemalu dan feminim.
Ben Cashel tidak pernah menyangka, bahwa mantan kekasihnya tersebut begitu buas dan haus akan percintaan.
Sebab, selama ini keduanya memang selalu dipisahkan oleh kesibukan dan jarak. Jadi wajar saja jika mereka jarang sekali berjumpa, apalagi bersentuhan lebih dari sekedar menyapu bibir.
"Sayang, aku menginginkan malam pertama yang hebat. Kamu tidak boleh membuatku kecewa!" pinta Binar seraya menarik kedua sisi kemeja putih yang Ben Cashel kenakan.
Binar dan Ben menikah setelah satu tahun lebih berpacaran. Hubungan keduanya sangat baik, apalagi didukung oleh orang tua dari kedua belah pihak yang selalu memberikan kesempatan dan motivasi terbaik untuk putra putri mereka.
"Kamu semakin terlihat berbeda malam ini, Binar."
"Inilah diriku yang sebenarnya, Ben." Binar mulai mencumbui bibir Ben. Tidak seperti biasanya karena selama ini, selalu saja Ben yang memulai aktivitas romantis di antara keduanya.
Ben sangat menyukai proses yang bertahap dalam sebuah sentuhan. Sementara Binar, tampaknya adalah orang yang lebih mengutamakan hasil dan rasa yang besar di dalam satu sentuhan. Bagi Binar, tatapan romantis dan napas yang memburu, bukanlah hal yang berharga.
Binar sudah tidak sabar lagi untuk menikmati percintaan yang hebat bersama suaminya. Ia pun memutuskan untuk langsung menarik paksa kedua sisi baju yang Ben kenakan, sehingga kancingnya, terlepas dan berserakan di lantai.
'Tak lama, Binar menarik pakaian dalam Ben ke atas hingga ia dapat melihat susunan otot perut milik suaminya yang hangat yang rapi.
Rintihan Binar terdengar jelas di telinga Ben, tapi entah mengapa, Ben malah tidak dapat merasakan sensasi adrenalin yang naik turun seperti biasanya.
Binar menuruni tubuh Ben sembari menempelkan lidah dan memainkannya dengan gerakan kecil, namun terus menggelitik. Dadaa Ben adalah sasaran utama Binar untuk melemahkannya.
Ujung lidah hangat milik Binar terus menari liar sembari menyusuri perut hingga bagian bawah tubuh Ben yang ternyata memiliki ukuran yang luar biasa.
"Monster," puji Binar yang semakin terbakar, bersama alunan napas yang sudah tersendat.
Agaknya, Binar dapat merasakan bagaimana jika milik Ben, telah menelusuri lautan miliknya yang berharga.
Ben merasa bahwa dirinya utuh milik Binar, ia pun membiarkan istrinya menikmati apapun yang ia inginkan.
Termasuk lumatan nakal dan kecupan beruntun bernada basah yang liar. Namun dibalik semua itu, Ben bertanya-tanya di dalam hati tentang kebenaran sikap Binar yang dirasa berbeda 180 derajat dari Binar yang ia kenal.
Rasanya, wanita yang berada di hadapannya ini, lebih seperti perempuan binal yang sudah biasa bermain cinta dan memanggang hasrat sambil tersenyum puas.
"Aku ingin kamu, seperti bocah bodoh yang membutuhkan botol air minumnya, Ben!"
Ben hanya menatap, tanpa menjawab. Ia terus saja memastikan bahwa wanita yang bersamanya adalah Binar, kekasihnya dulu.
Mendapatkan tatapan yang terus membunuh, Binar melepaskan milik Ben dari mulutnya dan berdiri untuk kembali menantang mata suaminya tersebut.
"Apa ada yang salah, Ben? Kamu tidak terlihat seperti Ben milikku yang hangat?" tanya Binar dengan matanya yang berkaca-kaca. Saat itu, hati Ben bergetar dan ia dapat merasakan kembali adrenalin yang tadinya sempat menghilang.
"Sorry, aku hanya terkejut dengan cara dan sikapmu."
"Apa?"
"Semua sikapmu barusan. Itu tidak seperti dirimu, Binar."
"Aku hanya rindu. Apa itu salah? Setiap waktu aku berdo'a untuk malam ini, Ben. Kalau kamu pikir aku adalah orang lain, silahkan tanyakan saja tentang semua perjalanan kita selama setahun ini. Seperti menikmati es krim strawbery asli dari pabriknya di New Zealand, bermain balon dan layangan di Paris, atau membenamkan diri di dalam pasir saat di Bali," ujar Binar dengan matanya yang tampak sangat bersedih dan terluka karena tatapan tajam dan sikap curiga dari Ben.
"Sorry," sesal Ben sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya dan menghela napas panjang.
"Aku hanya rindu, Ben. Apa salah? Selama ini, aku menahan semuanya agar tidak salah pergaulan." Binar memundurkan tubuhnya untuk menjauhi Ben. "Maaf, jika ini salah menurutmu," ucap Binar dengan suara yang bergetar.
Binar semakin menjauh, ia pun langsung mengangkat gaun pengantin miliknya yang sudah terlepas sejak tadi dan diletakkan di atas lantai.
Ketika Binar berniat untuk mengenakannya kembali, Ben menarik tangan Binar, lalu memeluknya.
"Sorry, Sayang. Aku tidak berniat untuk menyakiti hatimu. Aku hanya sedang bingung dan tidak menyangka. Semua itu karena selama ini, kamu begitu terlihat pemalu dan, dan, ya ... ." Ben, tidak mampu melanjutkan perkataannya.
"Sudahlah. Lepaskan aku, Ben!"
"No, please," bisik Ben tepat di telinga kanan Binar dan itu berhasil menghentikan niat Binar. "Aku akan membuatmu bahagia, Binar. Ini semua adalah hadiah untuk kesabaran dan kesetiaan kamu, terhadapku."
Binar mengangkat wajahnya tinggi-tinggi dan menatap mata Ben seolah dia adalah korban atas perilaku buruk seorang suami.
Tapi dengan cepat, Ben mengambil alih keadaan hingga ia memegang kendali atas suasana yang romantis dan hangat.
Tangan Ben, mencengkeram erat bokoong Binar yang lentik. Ia mulai geram dan merasa bersalah dengan sikap dan caranya menilai Binar beberapa saat yang lalu.
Kini ia menyimpulkan sesuatu, bahwa Binar menjadi tampak liar karena sebuah kata, yaitu rindu.
Perlahan, Ben mendorong tubuh muda Binar ke atas tempat tidur yang memang dipersiapkan untuk pertarungan manis di malam pertama mereka.
Bibir Binar mulai menyeringai, kala Ben mengeksplorasi seluruh bagian tubuhnya.
Seperti drakula yang haus akan darah, Ben terus menghisap mahkota milik Binar hingga wanitanya itu menggeliat dengan tubuh yang semakin basah akibat peluh.
Erangan Binar tidak dapat ditutupi lagi dengan tangannya. Ia pun berusaha mendorong Ben untuk menjauh, namun Ben yang ingin memberikan kejutan, terus saja menjadi kumbang penghisap madu.
Teriakan kenikmatan terdengar sekali lagi dari bibir tipis Binar. Saat itu, mahkotanya sudah basah hanya dengan lumayan bibir Ben yang bervolume dan dikelilingi kumis tipis nan menggelitik.
"Ben, cukup. Aku mau kamu," desah Binar dan hal itu membuat Ben tersenyum.
Permainan panas yang sebenarnya terjadi. Namun ada satu hal yang kembali menghantui benak Ben, yaitu kenapa pesawat pribadi miliknya mendarat dengan begitu mudah dan mulus? Padahal, katanya, Binar masih suci dan tidak pernah tersentuh. Setidaknya, itulah yang Binar katakan.
Seharusnya, aku harus bekerja keras untuk membelah selaput keperawanan milik Binar. Tapi ternyata tidak.
Apakah mungkin aku terlalu mabuk untuk bisa merasakan kenikmatan yang sebenarnya? Ben terus bertanya di dalam hati, sembari memainkan miliknya dan membuat Binar terus mendesah manja.
Binar tampak puas saat Ben mempercepat hentakannya. Suara desahan dan rintihan itu seakan tidak pernah putus dan terus mengisi panggung di atas peluh Ben.
Namun, sepertinya hanya Binar saja yang bahagia saat ini, sementara Ben terus bergerak sembari berpikir keras.
Kenapa aku tidak bisa menikmati apa yang papa dan mama katakan disaat malam pertama? Apa yang salah? Padahal aku sudah berusaha keras untuk menjaga Binar selama ini. Ujar bagian dari diri Ben yang lainnya sambil terus memompa pinggul.
"Ben ... kamu hebat, Sayang!" pekik Binar, tetapi tidak terdengar erotis di telinga Ben. Bahkan ia sangat sulit untuk membubarkan jauhar miliknya karena Binar membuatnya merana.
Gerakan cepat dan berenergi terus Ben hadiahkan untuk perempuan yang sudah ia perjuangkan.
Namun sayangnya, semakin lama Ben menyentuh Binar, ia semakin merasa bahwa wanita yang dihadapannya ini bukanlah akhir dari impiannya.
Bersambung.
Halo pembaca semuanya. Maaf ya, n****+ ini kembali aku revisi. Tapi diusahakan bisa diup kembali seperti semula.
Jangan lupa tinggalkan love dan follow aku, serta melanjutkan membacanya. Makasih.