Bab 2 : Perihal Dasi

1007 Words
"Kau mau kemana Ray?" tanya Tio, laki-laki bertubuh tegap yang menemani Ray saat konferensi dua minggu lalu. Tio adalah sahabat dan asisten merangkap bodyguard dan sopir pribadi Ray, sekaligus suami dari Yeye, sekretaris pribadi Ray. Jika Yeye adalah sekretaris Ray di perusahaan properti, maka Tio adalah asisten Ray dalam menyusun jadwal harian untuk pertemuan kerja. "Ah Tio, aku ada ajakan makan malam di hotel bintang lima bersama calon konsultanku nanti." Ray menoleh ke Tio, tangannya masih sibuk mengikat dasi. Tio menatap Ray yang nampak kerepotan. "Kau harus cari istri Ray. Lihat, memasang dasi sendiri saja kau susah." Ray menatap jengkel Tio, dua suami-istri ini sama saja, menyuruh Ray untuk mencari istri. Ngomongin soal istri, Ray jadi ingat dengan ancaman Yeye-- walau Yeye sebenarnya tidak mengancam Ray, Ray takut jika Yeye mengundurkan diri dari pekerjaannya, Ray akan kehilangan sekretaris terbaiknya. Itu akan terjadi jika Ray menolak perempuan yang dicarikan oleh Yeye. Ray tipe pria yang anti dengan perjodohan. "Kau sudah 30 tahun Ray, kau sudah mapan, banyak perempuan yang mengidolakanmu, banyak tawaran perjodohan untukmu, dari anak-anak pejabat, bahkan sampai artis-artis ternama yang sedang naik daun, tidak adakah satu pun dari mereka yang menarik hatimu?" tanya Tio yang sedang bersandar di balik lemari baju Ray. Menatap datar sahabatnya yang jomblo akut itu. "Karir kau sukses, hidup kau makmur, kau berbahagia dengan semua yang ada, aku juga yakin urusan percintaanmu akan lebih baik dari karirmu." Tio kembali mengoceh, Ray tidak peduli, mengacuhkan Tio. "Atau kau tidak ingin apa yang terjadi pada orangtuamu juga akan terjadi padamu?" Ray menghentikan gerakan tangannya yang kini sedang memasang kancing jas. Ray terdiam sejenak, kembali memasang kancing yang tersisa. "Kau perlu tau, aku tidak akan meminta maaf padamu atas perkataanku tadi." Tio kembali menimpali kalimatnya sendiri, Tio tau apa yang ada dipikiran Ray saat ini. Mereka sudah 24 tahun bersahabat, Tio paling tau Ray melebihi siapa pun, termasuk melebihi Yeye. "Seterah kau," jawab Ray. "Kau tak perlu menemaniku hari ini, aku bisa sendiri." Ray melewati Tio yang jelas-jelas sudah menungguinya sejak tadi. "Mana kunci mobilku?" Ray berbalik, menangkap lemparan kunci dari Tio. Tio menghela nafasnya setelah punggung Ray menghilang dari balik pintu. oOo "Ada apa Sayang?" Yeye berjalan mendekat ke arah Tio, membawa secangkir kopi panas untuk suaminya. "Kenapa kamu sendiri? Mana Ray?" Yeye kini duduk di samping Tio, menatap heran suaminya itu.. "Dia pergi." Tio menyeruput kopi yang dibuatkan oleh Yeye, istrinya. "Tidak kamu temani?" Tio menggeleng. "Dia mau sendiri." Kening Yeye berkernyit mendengar jawaban Tio. "Ada apa dengan kalian? Kamu bertengkar dengannya lagi?" Ray dan Tio walau dibilang sahabat dan bos berserta asisten merangkap bodyguard, mereka tetap sering bertengkar dalam berbagai hal, contohnya saja Ray yang sering membatalkan perjanjian dengan kliennya setelah mendapat perjanjian yang lebih penting, yang memiliki jabatan di pemerintahan lebih tinggi. "Aku hanya menyarankannya untuk mencari istri karena melihatnya kerepotan memasang dasi sendiri." Tio tak mau disalahkan, dia telah memberi saran yang baik untuk Ray. "Aku yakin bukan itu permasalahannya." Walau Ray memang tidak suka dengan topik yang menyuruhnya untuk mencari istri, tapi itu tak akan membuat Ray sampai menolak Tio untuk pergi dengannya, Yeye tau itu. "Kamu mengatakan apa padanya?" Tio meremas rambutnya, tertekan. "Aku membuat dia mengingat orangtuanya." Yeye menghela nafas mendengar jawaban Tio. "Itu salahmu Sayang, kamu yang paling tau dia sensitif dengan topik itu. Dia bisa merajuk berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu karenamu. Minta maaflah cepat! Atau aku tidak akan membiarkanmu naik ke ranjangku malam ini." Tio mendengus sebal. "Ini bukan karena aku merasa bersalah padanya jadi harus meminta maaf, aku hanya tak ingin pisah ranjang denganmu malam ini." Tio berdiri dari duduknya, menciumi kening Yeye. "Aku pergi dulu." Yeye tersenyum melihat Tio yang berlari keluar. Tio memang merasa bersalah, bukan Yeye yang membuatnya rela menurunkan ego dan menebalkan muka untuk meminta maaf, tapi karena Tio tak ingin hubungan persahabatannya dengan Ray pecah. Hal ini pulalah yang membuat hubungan persahabatan Tio dan Ray yang selalu di dalam pertengkaran tetap baik. Tio mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh. Tio punya kartu bebas hambatan, mobilnya di desain untuk adegan kejar-kejaran di jalanan. Tidak akan ada masalah selama Tio tidak menabrak sesuatu, termasuk kucing yang sedang menyebrang di jalan. Di lain tempat, Ray sedang bersalaman dengan calon kliennya. "Apa perihal apa Tuan Cao mengundang saya?" Ray memasang mimik wajah serius. "Kalau butuh bantuan saya, sebaiknya langsung saja menghubungi asisten saya untuk meminta jadwal pertemuan." Ray tersenyum tipis. Laki-laki dengan perawakan 50 tahunan itu tersenyum bersahabat. "Saya tidak ingin meminta bantuan apa-apa dari Tuan Ray. Saya hanya ingin bertemu dengan Anda." "Menjalin koneksi karena perusahaan Anda di ambang kebangkrutan?" Ray memotong. Memulai pertanyaan ke topik yang serius dan utama, terkadang topik serius di awal pembicaraan bisa menimbulkan kenyamanan tersendiri saat berbicara, bisa lebih saling terbuka. Cao mendengar pertanyaan Ray dengan raut muka senang. "Seperti yang saya dengar, Anda benar-benar tau semua hal," ucap Cao di sela-sela tawa renyahnya. "Bagaimana kalau kita mengobrol sambil menyantap desert dulu, Tuan?" saran Cao. Ray menggeleng ringan. "Tidak sekarang Tuan, dalam obrolan penting ini tidak perlu menyediakan apa-apa, atau Anda nantinya akan mengalihkan topik ke menu dessert, semisal berkomentar tentang rasanya, atau jika Anda menguasai menu-menu dessert, Anda akan menceritakan sejarah penemuannya pada saya, sampai ke cerita hidup koki-kokinya. Saya tidak punya waktu untuk mendengarkan cerita itu Tuan." Ray berkomentar seadanya-- yah benar-benar seadanya. Cao kembali tertawa. "Anda benar Tuan, saya tidak bisa menolak pernyataan Anda. Hahaha." "Daripada membahas tentang kerjasama, tentang kebangkrutan perusahaan Anda, bagaimana kalau kita membahas hal yang lebih menarik dari itu Tuan?" tawar Ray. Cao menatap heran. "Hal yang lebih menarik?" "Ya, semisalnya saja tentang hubungan antara putra Anda dan putri tiri Anda." Cao kembali tertawa. 2 kali Ray memberi pertanyaan, dan 1 kali Ray memberi pernyataan, Cao terus tertawa. Tidak bosan-bosannya, secara tidak langsung dia tengah menertawai dirinya sendiri. Dia sadar itu, tapi tetap saja tertawa lepas. "Bagaimana bisa Anda tau itu Tuan Ray?" "Semua orang tau Tuan, itu sudah menjadi rahasia umum." Ray menjawab santai. "Benarkah? Saya sama sekali tidak tau bahwa hubungan mereka sepanas itu. Hahaha." Cao berdehem pelan. "Akankah kita terus mengobrolkan hal tidak penting seperti ini Tuan Ray?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD