Bab 3 : Cukup Satu Detik

1076 Words
"Ya, Anda benar sekali Tuan, ini semua adalah hal yang tidak penting. Kalau begitu saya pergi dulu. Jika Anda mau meminta konsultasi, silahkan hubungi asisten saya. Atau jika mau mengajukan kerjasama, kirim syarat-syaratnya ke sekretaris saya." Ray berdiri dari duduknya, pergi meninggalkan hotel itu. "Bukankah saya sudah mengundang Anda secara baik-baik dengan penuh hormat Tuan Ray?!" Cao menarik tangan Ray, meninggikan suaranya. Ray berdecak kesal, menepis tangan Cao. "Saya tidak punya waktu mengurusi masalah Anda yang tidak menarik perhatian saya Tuan. Anda bisa cari orang lain untuk urusan Anda, jangan libatkan saya. Namun, jika Anda benar-benar butuh bantuan saya, silahkan hubungi sekretaris saya!" "Apa begini timbal balik yang saya dapatkan setelah mengundang Anda Tuan Ray!? Lihat!" Cao menunjuk-nunjuk orang-orang yang ada di lobi hotel serta para resepsionis yang hanya melihat mereka, tidak berani menganggu atau menengahi. 2 orang yang jadi pusat perhatian saat ini bukanlah orang sembarangan, membuat mereka tersinggung sedikit saja maka kau akan langsung hilang besoknya atau hidupmu sampai 7 turunan akan tragis. "Banyak orang di sini, mereka akan tau bagaimana sifat asli orang brengs--" "Boleh saya minta menganggu sebentar?" Laki-laki dengan tubuh tegap menengahi Ray dan Cao. Orang-orang yang menonton kini sibuk berbisik. "Kenapa kau kemari?!" seru Ray, memasang wajah kesal pada Tio yang telah menengahi mereka, jika perdebatan mereka dilanjutkan, pasti akan jadi trending topik di dunia maya. Untunglah Tio datang tepat waktu. "Sia-- ah, ck!" Cao berdecak sebal, beranjak pergi, meninggalkan hotel. Tidak ada yang tidak mengenal siapa itu Tio, bukan karena Tio asisten pribadi dari laki-laki seperti Ray. Tio adalah pemenang taekwondo berturut-turut di tiga benua, ahli bela diri yang disegani bahkan oleh para pejabat, artis-artis ternama, sampai pembunuh bayaran. Tio juga pemimpin mafia terbesar di negara ini. Tak ada yang berani menyentuh Tio seujung rambut pun. Kenapa dengan posisi Tio, kedudukan, kehormatan, dan kekuatannya, dia mau jadi asisten Ray bahkan juga dibayar rendah pula seperti Yeye? Itu karena Tio punya hutang budi yang sangat besar pada Ray, hutang yang wajib dibayar dengan jasa, walau Ray tidak meminta Tio untuk perlu menjadi asistennya, Tio lah yang 5 tahun lalu menawarkan diri secara sukarela. Hutang budi yang lebih mahal dari sekedar hutang nyawa. Tio membungkukkan tubuhnya, "Maaf. Maafkan ucapanku tadi, aku tidak bermaksud--" "Sudahlah, kau tidak perlu sampai membungkuk padaku! Tidak ada posisi tuan dan asisten di antara kita, aku sahabatmu, kau tak perlu melakukan ini. Akunya saja yang sensian, tapi sampai saatnya tiba, jangan pernah ungkit tentang itu lagi," bisik Ray sambil menepuk ringan bahu Tio. Mengajak Tio untuk keluar dari hotel sebelum wartawan berdatangan, karena ada beberapa penghuni kamar hotel yang merekam perdebatan yang telah dimulai oleh Cao tadi. Tio balas berbisik. "Aku cukup senang karena akhirnya kau menyadari bahwa kau orang yang sensian." Tio tertawa kecil, memukul ringan baju Ray. Ray berseru tertahan, berusaha menjaga imej pada orang-orang yang masih melihat mereka, agar tidak membalas pukulan Tio dengan hantaman. Karena dipukul sekeras apa pun, Tio pasti tahan. Walau dihantam pun tidak ada kemungkinan dia tidak bisa menahan. "Kenapa kau menemui orang tadi? Tidak biasanya kau seperti ini. Menemui orang lain tanpa membuat perjanjian dulu denganku atau Yeye." Tio bertanya alasan kenapa Ray sampai mau menemui Cao, menerima undangan langsung Cao padanya. Padahal kalau bukan tanpa perantara Yeye dan Tio, Ray tidak akan menerimanya. "Karena dia pejabat penting, aku berharap dia akan sangat berguna dalam promosi perusahaanku." Ray menjawab santai, sudah melupakan permasalahannya dengan Cao. "Kau tidak berpikir apa yang kalian lakukan tadi akan muncul siang ini di berbagai media? Kau akan jadi isu panas lagi minggu ini." Tio berdecak sebal, menatap jengkel Ray yang telah melakukan perbuatan bodoh yang merugikan. "Justru itu yang aku nantikan. Isu konferensi minggu lalu hanya bertahan seminggu, aku ingin punya skandal yang bisa bisa terus jadi trending topik selama satu bulan." Ray nyenggir, semua yang telah terjadi tadi di dalam rencananya. "Otakmu yang hanya diisi dengan otot itu tidak akan tau maksudku, jadi jangan berkomentar lagi." Ray melempar kunci mobilnya ke Tio. Tio langsung menangkap lemparan kunci Ray, refleks Tio tidak perlu diragukan lagi. Tio bersungut-sungut, kesal mendengar perkataan Ray yang sejatinya tidaklah salah, bahwa isi otak Tio hanya otot. "Kau tadi ke sini dengan apa? Jangan bilang angkutan umum lagi?!" Ray memasang sabuk pengaman. Teringat saat dulu, Ray ada rapat penting tapi Tio datang terlambat ke apartemennya. Tio tidak membawa mobil karena baru balik dari pertarungan bela diri tertutup di Singapura, dia diantar ajudannya dalam dunia mafia yang langsung balik ke markas setelah mengantar Tio. Kebetulan ponsel Tio juga lowbat, Tio jadi naik angkutan umum karena tidak ada taxi yang lewat. Urusan keterlambatan Tio tidak hanya sampai di sana. Karena orang-orang di angkutan umum itu mengenal Tio, mereka jadi pada berteriak histeris, minta foto bersama, angkutan umum itu jadi bergoyang hebat, hilang keseimbangan. Jalan raya jadi macet sampai 2 km, polisi saja bahkan sulit menyalip untuk sampai ke pusat penyebab kemacetan. Tio akhirnya di antar ke perusahaan Ray dengan mobil polisi, parahnya karyawan-karyawan Ray pada panik semua saat itu, mereka berpikir pria 30 tahun itu akan ditangkap karena sering terlibat dengan pimpinan-pimpinan negara-- mereka berpikir bos mereka telah memakan uang suap. Tio telah mencemarkan nama Ray. "Kau lupa? Aku tidak dibolehkan lagi naik angkutan umum." Tio balas menjawab santai. "Aku naik mobil sendiri tadi, kau tenang saja, aku telah menghubungi ajudanku untuk membawa pergi mobilku dari hotel ini." "Ajudanmu yang punya rambut mohawk biru dongker itu?" tanya Ray. Tio mengangguk. "Sekarang rambutnya sudah ganti warna, jadi perak." "Kenapa ajudanmu itu sering gonta-ganti warna rambut?" tanya Ray penasaran. "Kau tidak ada pertanyaan yang lebih baik lagi dari itu? Semisal alasan kenapa aku meminta maaf padamu, atau pukul berapa berita tentangmu tadi akan beredar?" Tio menatap malas Ray, mulai menginjak pedal gas. Mobil melaju membelah jalanan. "Kau tidak tau seberapa jeniusnya aku? Tanpa kau suruh tanya pun, aku sudah tau jawabannya. Pertama, kau meminta maaf padaku karena memang kau yang salah, kau juga sempat datang ke perusahaanku bukan? Menyampaikan perihal pagi tadi pada Yeye. Kau boleh membuka ponselmu sekarang, berita tentangku barusan pasti sudah tersebar di banyak media. Hanya perlu menekan enter untuk membuat dunia maya bergetar, 1 menit-- tidak! 1 detik, itu sudah cukup." "Bagaimana kau bisa tau?" tanya Tio heran. "Beritaku sudah tersebar?" "Bukan. Tentang aku menyampaikan perihal pagi tadi pada Yeye." "Ah, itu karena Yeye mengirimiku pesan, mengingatkanku untuk mencari pacar segera, batas waktunya hari ini. Dia lebih tepatnya mengancamku, sampai menyebutkan perihal aku kerepotan memasang dasi, dari mana lagi dia tau kalau bukan dari kau?" Ray tertawa renyah. Memperbaiki dasinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD