45. Tim Pencarian

1192 Words
“Apa kau bilang?” seru Lord Yasa. Sesungguhnya ia mendengar apa yang baru saja Rocky sampaikan. Namun ia hanya memastikan ulang, tentang kebenaran setiap kata yang terdengar dari alat komunikasi mereka. “Mohoh ampun, Tuanku. Hamba tidak tahu jika ternyata para penculik mengenali Aksata dan membawanya pergi dari pusat perbelanjaan. Saksi mengatakan bahwa para penculik itu…” “Orang suruhan Irish?” potong Lord Yasa. “Ya, orang yang diiming-imingi hadiah oleh Irish jika menemukan orang yang meracuni Putri Stary.” Terdengar suara geraman tertahan dari Lord Yasa, pemimpin pasukan bawah tanah itu terdengar frustasi dan menahan emosi. “Tuanku, hamba memohon ampun…” ujar Rocky sekali lagi. “Bukan saatnya untuk memohon ampunan. Sekarang apakah kau tahu kemana para penculik itu membawa Aksata?” “Sepertinya mereka akan langsung menuju pusat istana putih, mereka akan menyerahkan Aksata secara langsung kepada Irish.” “Sial!!!” Lord Yasa terkena serangan panik. Ia segera menekan tombol darurat yang ada di balik meja kerjanya. Tombol yang akan memanggil seluruh penghuni bunker untuk berkumpul di pusat pelatihan. “Rocky, pastikan kau terus mengikuti Aksata kemanapun mereka membawanya. Jangan biarkan Aksata tertangkap oleh wanita psikopat itu!” “Hmn! Anu… Lord Yasa…” “Ada apa?” serga Lord Yasa. Keningnya mengernyit mendengar keraguan di dalam suara Rocky. “Hamba dan musuh sempat melakukan baku tembak, hingga beberapa peluru bersarang di badan dan roda mobil yang hamba kendarai, sementara itu Hamba tidak membawa cadangan roda pengganti.” “Apa kau bilang!!!!” geram Lord Yasa sekali lagi. “Lalu bagaimana dengan kondisimu dan Baba? Apakah kalian terkena tembakan itu?” “Tidak, Tuanku. Kami tidak terkena peluru. Kami baik-baik saja. Sebab itu kami menunggu bala bantuan datang untuk membawakan mobil baru dan mengejar para penculik itu.” “Baiklah! Kalau begitu jaga dirimu baik-baik. Khev dan rombongannya terkenal ganas dan kejam. Kau harus berhati-hati. Kami akan segera menyusulmu untuk menjemput Aksata kembali.” Putus Lord Yasa. “Baik, My Lord.” Panggilan pun terputus, kemudian Lord Yasa keluar dari ruang kerja dan berjalan menuju tempat perkumpulan berada. Pria itu bergerak gesit dan cepat hingga datang bersamaan dengan para prajuritnya yang terengah-engah karena berlari kencang dari ruang istirahat. Seluruh prajurit itu berbaris rapi, seraya menatap Lord Yasa penuh tanya. Lord Yasa sangat jarang menekan tombol alarm darurat kecuali sesuatu yang benar-benar genting terjadi di kelompok mereka. Lord Yasa menyebutkan salam singkat, kemudian langsung memberikan pengumuman yang membuat semua orang di kelompoknya terdiam. “Sekelompok penculik telah membawa Aksata, dan akan membawanya ke Istana putih untuk diserahkan kepada Jenderal Irish.” “Bagaimana bisa itu terjadi? Apakah Aksata keluar dari wilayah bunker ini?” “Ya, Salah satu kawan kita membawanya ke tempat yang penuh dengan keramaian dan criminal. Sebab itu, para penculik mengenali Aksata sebagai pelaku peracunan Putri Stary.” Semua orang menahan nafas, mereka saling melirik dalam ketegangan yang terpancar jelas. Tertangkap oleh para penculik yang berlaku bak perompak di masa lampau itu bukanlah hal yang baik. Sama sekali tidak baik, bahkan bisa dikatakan merupakan mimpi buruk bagi anak kecil atau remaja manapun. Di antara semua orang yang ada di ruangan, hanya satu orang yang bersikap tenang dan tidak bereaksi berlebihan. Orang itu adalah Makula – sahabat Aksata.  Ia hanya diam sambil memejamkan mata. Lord Yasa pun menyadari kelakukan Makula, namun berusaha untuk mengabaikannya sejenak. “Melalui pengumuman ini, saya akan memerintahkan pasukan elite yang dipimpin oleh Arsen untuk mencari keberadaan Aksata. Sementara prajurit yang tersisa akan keluar dari bunker ini untuk sementara waktu.” “Keluar, Tuanku?” pekik salah satu prajurit. “Ya, keluar untuk sementara dan menjalani hidup bagaikan masyarakat pada umumnya. Bagi yang tidak memiliki rumah atau keluarga, kalian bisa tinggal di rumah salah satu anggota untuk sementara waktu dan berperan sebagai pelayan rumah agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi masyarakat lainnya.” “Mengapa harus keluar rumah?” tanya Dandi, Salah satu prajurit yang berdiri di barisan paling belakang. Pemuda itu tidak suka ide keluar dari bunker dan berperan sebagai pelayan di rumah kawannya sendiri. “Untuk antisipasi jika sampai Jenderal Irish maupun para penculik itu mengetahui pergerakan di tempat ini. Bahkan kolega kita di pusat  perbelanjaan pun sudah mengamankan seluruh dagangan dan keluarganya ke tempat yang aman untuk menghindari Jenderal Irish.” Lord Yasa menarik nafas, “Sesungguhnya kita tidak pernah tahu apa yang dilaporkan para penculik itu kepada Jenderal Irish. Dan kita tidak pernah tahu metode penyiksaan macam apa yang dilakukan Jenderal Irish kepada Aksata agar mau membuka mulutnya tentang tempat ini.” Semua prajurit mendengarkan penjelasan itu dengan khidmat, mereka pun mengangguk menyetujui apa yang disampaikan oleh pimpinan mereka. “Apakah kalian sepakat dengan apa yang baru saja saya bicarakan?” “Ya, My lord. Kami mengerti sudut pandang Anda, dan akan mengikuti seluruh perintah Anda.” “Kalau begitu, kalian bersiap-siaplah. Bungkus semua keperluan kalian dan keluarlah dari tempat ini satu per satu. Lord Bani akan membimbing kalian dalam hal ini. Sementara Arsen dan pasukan Elitenya menghadap kepada saya di ruang kerja. Sekian pengumuman yang saya berikan. Silahkan melaksanakan apa yang saya perintahkan.” “Siap, Laksanakan!” seru semua prajurit. Dalam sekejap mata, Prajurit itu bubar dengan langkah rapi dan berurutan keluar dari ruangan. Mereka semua merapikan seluruh barang-barang pribadi mereka yang ada di locker maupun tempat tidur mereka di ruang bawah tanah. Mereka tidak boleh meninggalkan satu jejakpun di wilayah itu. Setelah selesai membereskan barang pribadi, mereka pun merapikan seluruh ruangan. Mengumpulkan seluruh jejak aktifitas yang ada, dimulai dari dapur, tempat penyimpanan makanan, alat-alat latihan, dan bahkan beberapa barang lainnya seperti peta yang menunjukkan keberadaan lokasi mereka, pun jumlah pasukan yang ada. Mereka menghapus semua catatan dinding, dan mengumpulkan buku-buku catatan yang mereka miliki. Sementara di ruang kerja Lord Yasa, Pasukan Elite telah diberikan mandate dalam pencarian Aksata. Lord Yasa memastikan kepada para anggota pasukan itu bahwa Aksata adalah bagian terpenting dalam kelompok ini sehingga mereka tidak boleh kehilangan Aksata di tangan Jenderal Irish. Pasukan itu mengerti, kemudian bubar dan mempersiapkan diri untuk perjalanan jauh yang harus mereka lalui. Seluruh barang pribadi mereka telah dititipkan kepada kawan prajurit yang pulang ke rumah keluarga. Sementara mereka hanya akan membawa ransum dan persiapan pencarian lainnya, ditambah dengan senjata lengkap dibalik pakaian mereka. Setelah yakin semua orang mengikuti segala perintahnya, Lord Yasa pun berlari menuju perpustakaan, kemudian memasuki ruang rahasia yang ada di sudut tersembunyi wilayah itu. Ia mengeluarkan seluruh peralatan Artifisial intelegence yang bernama Eira itu dari persembunyiannya, lalu mencopy seluruh driver, dan bahkan melepas pusat mesin tersebut dari tempatnya. Setelah berhasil mengamankan alat canggih itu, Lord Yasa pun mengembalikannya seperti sedia kala. Namun saat hendak keluar ruangan Lord Yasa berpas-pasan dengan Makula. “Apa yang kau lihat, anak muda?” tanya Lord Yasa tanpa basa-basi, lalu membawa Makula keluar dari ruangan tersebut. “Sebuah badai. Badai yang sangat mengerikan…” “Apakah dia mampu bertahan?” “Gelap. Aku tidak bisa melihatnya…” “Dia tidak mampu bertahan?” simpul Lord Yasa. “Aku tidak tahu. Walau tidak menyadarinya, tapi sesungguhnya dia jauh lebih hebat dariku. Sebab itu, terkadang aku tidak bisa menembusnya terlalu jauh.” “Ya sudah, kau ikut bersamaku untuk mengatasi semua bencana ini dan tetap fokus pada ramalan masa depanmu!” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD