2. REAGAN

3130 Words
Nara mengerjap perlahan, dingin menusuk sampai ketulangnya. Matanya masih ingin terpejam. Dengan segala tenaga yang ada, Nara mencoba mencari selimut. Pergerakannya membuat sosok lelaki bertubuh atletis disampingnya ikut terbangun. Dengan cepat lelaki itu menarik selimut yang ada di sampingnya untuk menutupi tubuh telanjang Nara. Nara terkejut sebentar karena menemukan Reagan berbaring disampingnya dan sepertinya, telanjang juga seperti dirinya. Nara hendak menjauh, ketika tangan kekar Reagan menahan dan menariknya kembali ke pelukan lelaki itu. "Tidur lagi aja, ini masih belum pagi." kemudian lelaki itu menggeliat sedikit. Suara seksi itu mampu menghipnotis Nara yang kemudian mengeratkan dirinya ke pelukan Reagan. Nafas Reagan kemudian menjadi teratur menandakan bahwa lelaki itu sudah kembali terlelap. Ini merupakan hal baru untuk Nara. Daniel tidak suka disentuh ketika tidur. Jadi, sepanas apapun malam yang mereka lewati, tetap saja Daniel akan memilih tidur jauh atau pisah kamar dengan Nara. Baru kali ini, Nara tertidur dalam pelukan seorang lelaki. Dan itu menyenangkan. *** Nara terkejap lagi. Kali ini dia sendirian di kasur. Matanya mencari dimana Reagan berada sampai telinganya menangkap bunyi percikan air. Nara memejamkan mata lagi. Tubuhnya masih kelelahan setelah 3 kali pertarungan ranjangnya dengan Reagan semalam. Tanpa sadar ia tersenyum mengingat kenangan mereka. "Bayangin apa sih sampe senyum-senyum gitu" Suara Reagan membuyarkan pikiran Nara. Nara membuka mata mendapati Reagan berdiri dihadapannya hanya dengan handuk yang menutupi bagian perut sampai lututnya. Perut kotak-kotaknya tampak seksi karena bekas air yang belum kering sempurna. Nara menelan ludahnya. "Stop natap aku kayak gitu, kalau kamu mau kita ngelewatin sarapan," ancam Reagan sementara Nara terkikik kecil. "Maksud kamu apa?" tanya Nara berpura-pura bodoh sambil menyingkirkan sedikit selimut sehingga memperlihatkan satu paha putihnya. "Nar ...," kata Reagan lagi. Wajahnya menjadi sangat merah. Reagan segera masuk lagi ke kamar mandi meninggalkan Nara yang kali ini sukses tertawa. Tidak lama kemudian, Reagan keluar sudah menggunakan bajunya yang kemarin. "Aku mau balik dulu ke cottage. Ganti baju sama bawa baju aku kesini," kata Reagan sambil mencium puncak kepala Nara. Gadis itu sontak bangun. "Kok baju kamu dibawa kesini?" tanya Nara. "Ya, aku mau pindah kesini," jawab Reagan santai "Nggak bisa! Nanti apa kata Pak Amir sama keluarganya?" kata Nara. "Santai, mereka udah biasa juga. Dan lagi, tempat aku tuh belum jadi, nggak ada kamar mandi, aku selama ini numpang di tempatnya Pak Amir kalau mau ke kamar mandi," jelas Reagan lagi. "Ya tapi, kamu mau tidur dimana? kasurnya cuma satu." Reagan memutar matanya kesal. "Dengan apa yang terjadi semalam kamu masih mau bilang kamu canggung tidur disamping aku?" Nara diam. "Aku nggak masalah, mau tidur disamping kamu, diatas kamu, dibawah kamu juga bisa," kata Reagan dengan sedikit menyeringai yang sukses membuat sebuah bantal melayang sempurnya ke arahnya. Reagan tertawa lepas. "Udah, kamu langsung mandi terus sarapan aja. Aku udah ada janji sama Pak Amir sampe nanti sore. Dah sayang," Kata Reagan sambil berlalu. Nara terduduk diatas kasurnya. Akh ... perasaan hangat ini lagi. Tiba-tiba suara langkah setengah berlari menuju ke arahnya. Reagan kembali muncul dari pintu. "Ada yang ketinggal... hmmpp-" Belum sempat menyelesaikan pertanyaannya, mulutnya sudah di bekap ciuman Reagan. "Yang ini ketinggalan" kata Reagan lagi sambil ibu jarinya mengelap bibir bawah Nara. Gadis itu tersenyum kearah Reagan. "See you, Reagan," ucap Nara lagi. *** Nara menatap piring yang sudah kosong di depannya. Entah karena yang buat makanannya enak, atau karenan ikannya yang segar yang jelas ikan bakar saus tiram ini cukup enak sehingga membuat Nara menghabiskan sebakul nasi sendirian. Nara menatap perutnta yang membuncit karena kekenyangan. Tidak biasanya ia makan sampai sebanyak ini, tapi makan siangnya kali sungguh sangat lezat. Tiba-tiba Nara teringat Reagan, orang itu apa dia sudah makan siang? batin Nara. Sedetik kemudian bayangan Reagan tadi malam terlintas ke kepalanya. Nara menggeleng cepat, membuyarkan ingatannya sendiri. Bagaimana mungkin dia segila itu bisa tidur dengan Reagan yang baru ditemuinya lagi? Nara yakin lelaki itu pasti sedang tersenyum jahil sekarang merasa menang dari Nara. Reagan dan Nara mungkin terlihat cocok diluar, namun tidak banyak yang tahu bahwa keduanya sering bersaing dalam hal apapun itu. Seperti tidak ada yang mau mengalah untuk itu. *** (Flashback on) Reagan menggulung kertas hasil ujian matematikanya. Dia harus segera mencari keberadaan Nara. Dengan setengah berlari Reagan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah sampai akhirnya matanya menemukan sosok Nara sedang duduk di bawah pohon bunga besar sambil membaca buku. Dia harus segera mencarinya dan membuat gadis itu bangkrut karena kali ini dia berencana makan sampai uang jajan Nara seminggu itu ludes. "Arennn!" teriak Reagan. Suaranya cukup keras sehingga bisa di dengar oleh murid-murid lain di lapangan. Nara yang menyadari suara itu dan melihat teman-temannya yang lain memandangi Reagan kemudian menutup wajahnya dengan buku karena malu. Nara sangat tidak suka dipanggil Aren, dan panggilan itu hanya di ucapkan oleh satu orang, Reagan. Menurut Nara itu seperti body shamming karena secara tidak langsung Reagan seperti mengatai kulitnya namun alasan itu tidak diterima Reagan. Menurutnya dia menamai Nara Aren karena nama Nara kalau dibalik akan menjadi Aran, dibandingkan Arang, Reagan lebih bermurah hati untuk memanggilnya Aren. Lagi pula Aren juga manis. "Berapa nilai ujian matematika kamu?" tanya Reagan saat berada di depan Nara. "Memangnya kamu berapa?" tanya Nara lagi "Sembilan puluh depan," jawab Reagan sambil tersenyum penuh kemenangan. Nara hanya menarik nafas dan menghembuskannya keras. "Okey, kita ketemu di warung bakso Mang Ujang pulang sekolah," Kata Nara lagi sebelum berlalu meninggalkan Reagan. "YES!!" Reagan menarik kepalan tangannya ke belakang. "Kamu harus siap, karena aku bakalan makan banyak banget kali ini. Bahkan kalau perlu sampai aku muntah." Reagan tertawa puas. *** "Mang, baksonya empat porsi!" teriak Reagan kepada Mang Ujang yang sudah menjadi langgannya. Warung bakso ini memang terletak lebih jau dari sekolah tapi Reagan hanya akan memilih tempat makan setelah pulang sekolahnya disini. "Gila kamu, mana bisa aku makan 2 porsi?" Nara melotot. "Emang siapa yang bilang kamu makan 2 porsi? balas Reagan "Terus?" "Ya kamu makan 1 porsi, aku makan 3 lah," jelas Reagan santai sanggup membuat Nara geleng-geleng kepala. "Aku kan udah bilang, aku bakalan makan sepuasnya kalau perlu sampai muntah," ejek Reagan lagi. Tidak butuh waktu lama empat mangkok bakso tersebut sudah berada di hadapan keduanya dan langsung dilahap oleh Regan dan juga Nara yang memang sudah kelaparan. Reagan melahap bakso terakhirnya kemudian diikuti dengan suara sendawa. "Ih.. Gak sopan." Nara memukul kecil tangan Reagan yang hanya dibalas dengan cengengesan. Anak itu memang raja makan. "Terimakasih untuk makanannya," Ucap Reagan sambil menempelkan kedua telapak tangannya. "Loh, kok kamu yang makasih? Harusnya aku dong," balas Nara. Reagan melotot, dia memandang wajah Nara yang entah sejak kapan menjadi dingin begini. Sebuah senyum kecil muncul di bibirnya, tidak! senyum itu lebih mirip senyum iblis. Nara terlihat seperti psychopat sekarang. Reagan bergidik ngeri melihat Nara, firasat buruknya pun datang. Nara meraih tasnya dan merogoh kedalam mencari sesuatu. Dia mengeluarkan selembar kertas yang sudah dilipat rapi. "Nilai kamu berapa, Reagan?" Tanya Nara dengan nada rendah membuatnya semakin terlihat seperti psikopat dalam film-film. "Se-sem-sembilan puluh delapan" ujar Reagan kaku. Nara kemudian membuka lipatan kertas itu, menghempas kertas itu kemeja dan mendorongnya kearah Reagan. Reagan menelan ludahnya dengan susah payah, entah karena sambal atau karena suasananya yang jelas keringat Reagan menjadi lebih banyak dari yang sebelumnya. Reagan melirik ke arah kertas tersebut. Angka 100 tertulis dengan tinta biru di kertas tersebut. Reagan memeriksa nama, kelas, sampai ke tanggal pun itu tetap kertas ujian matematika milik Nara. Mata Reagan kembali menatap Nara. Gadis itu menegakan duduknya dan melipat tangannya di d**a. Senyum iblis itu telah kembali, memandang hina ke arah Reagan. Kalah telak! Reagan sudah kalah telak. Kini seminggu ke depan Reagan tidak akan merasakan jajan di kantin. Uang jajannya habis. Nara berdiri dari duduk dan meraih tasnya. "Terimakasih baksonya, senang berkompetisi dengan anda," kata Nara tapi sesaat kemudian dia sudah berlari meninggalkan Reagan yang membara dengan dendam. "Akan kubalas, Nara.... Akan kubalas," kata Reagan sambil menyerahkan uangnya kepada Mang Ujang. (Flashback off) *** Tok tok tok Suara ketukan pintu terdengar, Nara menutup bukunya tapi hanya melihat pintu itu. Dia terlalu malas membukanya. Lagipula tujuan awal Nara ke tempat ini untuk mencari ketenangan bukan teman baru. Tok tok tok Ketukan itu berbunyi lagi, Nara meletakan buku itu di wajahnya dan mengulet malas. "Nar.... Nara... Kamu tidur??" Suara familiar itu akhirnya terdengar. Dengan cepat Nara melompat dari sofa itu dan berlari kearah pintu. "Kok baru dibuka? Tidur??" cerocos Reagan saat Nara membuka pintunya. "Euhmmm itu, gak ngenalin suara kamu," jawab Nara asal. "Kalau aku manggilnya sambil mendesah baru kamu ngenalin?" Reagan sambil tersenyum jahil. Wajah Nara memerah. "Ngapain kamu kesini?" tanya Nara "Kan aku tinggal disini juga, aku mau ganti baju," jawab Reagan "Kamu gak bisa balik aja ke cottage kamu?" tanya Nara lagi Reagan Menggeleng. Nara menghembuskan nafas pasrah. Orang seperti Reagan tidak bisa dipaksa. Dulu saja, saat orang tuanya ingin Reagan menjadi dokter seperti Ayah dan kakaknya dia malah mendaftarkan diri ke IPS dan masuk IPS. Menentang Reagan artinya sia-sia. "Kamu mau ikut?" tanya Reagan. "Kemana?" tanya Nara "Ada keperluan yang harus dibeli di kota. Pak Amir yang seharusnya pergi cuma dia ga bisa karna dia sakit," jelas Reagan sambil mengeluarkan kemeja berwarna hijau dari tasnya. "Bisa, kapan perginya?" tanya Nara lagi kali ini dia melangkah menuju lemari untuk melihat baju yang akan di pakainya. "Sekarang," jawab Reagan. Nara berbalik kaget. "Kok dadakan?" protes Nara "Ya, aku juga baru dikasih tahu sama bu Ijah," jelas Reagan. Nara melirik jam di dinding, pukul 3 sore. "Kita kesana naik apa? trus gimana baliknya? jam berapa?" tanya Nara lagi. "Naik speed boat. Balik juga naik speed boat. Balik paling lama jam 9. Makanya harus berangkat sekarang," jelas Reagan lagi. "oh okay." Nara mengangguk lagi sambil memilih bajunya. Matanya tertuju pada sebuah dress biru dengan motif nanas lucu yang baru ia beli satu hari sebelum berangkat ke pulau ini. Tangannya langsung meraih dress itu dan tersenyum. Nara berbalik dan terdiam karena dihadapannya sekarang ada Reagan. Dalam keadaan. Topless. Karena sedang ganti baju. Nara menelan ludahnya, ingatannya kembali ke malam panas mereka berdua semalam. Merasa di perhatikan Reagan melihat ke arah Nara. "Buruan ganti bajunya," kata Reagan. Nara mencoba mengembalikan dirinya dari ingatan nakalnya. Dia sudah memegang ujung kaosnya tapi mendapati Reagan masih berdiri disitu sambil mengancing kemejanya. "Kenapa?" tanya Reagan lagi karena Nara mematung di tempatnya. Nara membuat gestur menyuruh Reagan keluar dengan kepalanya. "Kenapa memangnya? kamu malu aku liatin kalo lagi gak pake baju?" kata Reagan dengan senyum jahilnya. "Karena mungkin kamu lupa, aku udah lihat semuanya," sambung Reagan lagi. Nara memutar bola matanya tidak percaya betapa Reagan sudah berubah dari bocah jahil menjadi lelaki b******k. Dengan langkah cepat dia langsung menuju kamar mandi karena sekali lagi, berdebat dengan manusia bernama Reagan adalah sia-sia. "Aku tunggu di dermaga!" teriak Reagan sebelum langkah kakinya terdengar menjauh. *** "Kamu yakin bisa bawa speed boat ini? Kalau kita hilang arah gimana? Emang kamu bisa baca arah angin?" Nara mendadak tidak yakin stelah mengetahui bahwa yang akan membawa speed boat-nya adalah Reagan. "Aku udah cukup paham dan jago bawa speed boat ini setelah 5 bulan hidup di pulau ini. Gak usah khawatir, aku juga bisa baca kompas dan peta laut. Sekarang, naik atau kamu aku tinggal," jelas Reagan setelah ia selesai menyalakan mesin speed boat itu. Nara melompat ke dalam speed boat itu dan segera duduk di kursi penumpang. Reagan menggulung atap dari speed boat itu. Reagan berada di belakang kemudi itu menjalankan speed boat itu. "Kok kamu bisa bawa speed boat?" tanya Nara masih penasaran. "Aku ini pernah jadi murid terbaik waktu sekolah dulu kalau kamu lupa. Belajar hal begini gak terlalu susah," kata Reagan berlagak. Nara kembali memutar matanya, rasanya begah juga lama-lama mendengar Reagan terus membanggakan dirinya. Ingin rasanya Nara memukul kepala dari belakang. Nara merogoh tasnya dan meraih kamera yang tadi sudah ia persiapkan. Seperti prediksinya, sunset langsung dari tengah laut adalah pemandangan terbaik. Dia terlihat bahagia melihat hasil jepretan fotonya. Nara memotret awan, langit senja, mataharinya yang terefleksi indah di permukaan laut dan kemudian entah karena warna kemeja tosca yang indah berpadu dengan langit jingga, atau karena rambut panjangnya yang terhempas karena angin, atau karena tubuh tegapnya, yang jelas Reagan terlihat indah saat itu membuat Nara mengambil gambarnya secara diam-diam dari belakang. *** "Buahnya udah kamu ambil?" tanya Nara pada Reagan yang sedang meletakan pewangi pakaian ke dalam keranjang. Banyak juga list belanjaan yang dibuat bu Ijah. "Semangka, pepaya, nanas. Oke udah semua. Let's go bayar," ajak Reagan setelah dia memastikan semuanya barang sesuai list belanjaan sudah lengkap. Keduanya mendorong 2 keranjang ke kasir. Nara kemudian membantu untuk mengeluarkan barang dari keranjang dan menaruhnya ke meja kasir. Setelah barang-barang di keranjangnya selesai di keluarkan, Nara mendorong keranjangnya dan bersama-sama dengan Reagan mengeluarkan barang-barang dari keranjang no dua itu. Tiba-tiba saja Reagan mengambil sesuatu dari etalase samping kasir. Ditangannya kini ada dua kotak alat kontrasepsi yang kotaknya sering dikira permen karet. Nara hanya bisa melotot. "Kamu suka yang stroberi atau anggur?" tanya Reagan pada Nara membuat wajah gadis itu langsung memerah saat itu juga. "Oke, yang stroberi saja," kata Reagan santai sambil menyerahkan benda itu ke kasir yang malah terlihat menahan tawanya setelah melihat wajah merah padam Nara dan kelakuan Reagan. Nara bersumpah dia sudah akan mencakar wajah Reagan jika saja mereka tidak ada di keramaian dan tidak dipisahkan oleh keranjang belanjaan ini. *** "Oke, ini yang terakhir," kata Reagan sambil meletakkan kantong belanja yang terakhir ke dalam speed boat. "tujuh, delapan" oke pas," kata Nara lagi. Reagan kemudian naik ke atas dermaga lagi untuk membayar ongkos taksi mereka. "Ini pak, terima kasih." Reagan menyerah ongkos taxi-nya kemudian bergegas kembali ke speed boat. "Mas Reagan," panggil seorang pria paruh baya. Membuat Reagan dan Nara secara otomatis menoleh ke arah sumber suara. Di tangan kanannya ada sebuah cangkir dan ditangan kirinya terselip sepuntung rokok. "Ngopi dulu, mas!" ajaknya sambil mengangkat gelasnya. "Kapan-kapan deh pak de. Mau cepat-cepat balik nih," kata Reagan sambil melepas tali speed boat kemudian melompat ke speed boat. "Eh, eh, eh, siapa tu mas?" tanya si Pak De setelah melihat Nara. Reagan menyalakan mesin speed boat kemudian berjalan ke arah kemudi, "Istri saya, Pak De," katanya sambil tersenyum ke arah si Pak De. "Duluan ya," sambung Reagan lagi sambil mengangkat tangannya. "Oh pantes pengen cepat-cepat pulang, ada istrinya ternyata hahaha hati-hati!" teriak si Pak De sambil melambai. Nara? Oh iya. Ya begitu, ini mungkin adalah hari sabar untuk Nara. Yang pasti satu yang ingin dilakukan Nara begitu mereka sampai ke pulau yaitu menghajar bocah tengik ini. *** Laju speed boat menjadi pelan sampai kemudian berhenti di tengah lautan lepas. "Eh kenapa nih?? mesinnya mati?" tanya Nara panik. Ya Tuhan, dia tahu dia masih banyak dosa tapi sepertinya mati di tengah lautan agak berlebihan. Reagan turun dari kursi kemudinya, dia kemudian duduk disamping Nara. "Kamu gak lihat mesinnya atau apa kek gitu?" Kata Nara lagi. "Nar ... Nara." tangan Reagan memegang bahu Nara. Cahaya bulan purnama sangat terang sampai ia bisa melihat dengan jelas wajah Reagan. "Kalau kamu dalam kegelapan lagi, coba cari sumber cahayanya daripada kamu diam dalam gelap itu. Coba cari jalan keluarnya, yang perlu kamu lakukan hanya cari sumber cahayanya," kata Reagan lagi. Nara melihat ke sekitarnya, pemandangan lampu kota dan juga dibantu sinar bulan sangat cantik. Pemandangan cantik itu bahkan hampir membuatnya menangis. Tangan Reagan melingkar di bahunya. Untuk sesaat Nara menikmati hangat tubuh Reagan diantara angin laut yang menerpa. "Kalaupun kamu terlalu takut untuk keluar dari kegelapan itu, aku yang akan nemenin kamu sampai saat kamu sadar kita udah ada di tempat terang," bisik Reagan lagi. Nara ingin sekali bilang bahwa dia tidak mungkin keluar dari kegelapan itu dan menyuruh Reagan berhenti untuk berjuang dari sekarang tapi hangat tubuh Reagan mengalahkan pikiran Nara. Toh, dia akan berpisah dari Reagan lagi dan kemungkin mereka tidak akan bertemu lagi. Reagan melepaskan pelukannya kemudian kembali ke kemudi. Speed boat itu kembali menyala dan melaju. Nara keheranan. "Speed boat-nya gak mogok?" tanya Nara "Gak," jawab Reagan sambil menggeleng "Trus kenapa berhenti tadi?" kali ini Nara sudah cukup kesal "Biar kamu bisa nikmatin pemandangan malam di tengah laut. Muka kamu udah mirip ikan blopfish tahu gak? Lagian, kesempatan kayak tadi jarang bisa kamu dapetin kan?" Reagan menjawab dengan santai. Membuat Nara naik pitam dan menghantam pria itu dengan sendal jepitnya. *** Nara keluar dari kamar mandi dengan keadaan segar. Rasanya menyenangkan melihat bu Ijah senang karena belanjaannya siap dan dia kembali siap memanjakan lidah penghuni disini dengan masakannya. Nara mendapati Reagan berada dikasur tengah membaca novel milik Nara dengan muka kebingungan. Nara mengabaikan pria itu dan kemudian melakukan skincare rutinnya. "Kamu tau kenapa vampir pria ini harus gigit ceweknya?" tanya Reagan tiba-tiba. "Berhentilah membaca itu kalau kamu gak punya cukup imajinasi untuk membayangkannya," ketus Nara. "Kamu membaca bukan hanya memakai imajinasi, tapi juga akal sehat" bantah Reagan. Nara mengangkat tangannya seolah menyerah menghadapi Reagan. Dia sudah lelah menghadapi manusia yang satu ini. Tingkat menyebalkannya sudah di level dewa. Nara segera naik di kasur, dia mengambil guling dan meletakannya di tengah. "Ini wilayahmu, dan ini wilayahku. Jangan melewati batasannya" jelas Nara. Sementara Reagan memandangnya dengan kebingungan. "Jadi apa gunanya kita tidur seranjang?" protes Reagan. "Gak ada. Emang kata siapa ada gunanya? kamu yang ngeyel pindah ke sini. Ini cottage aku, aku yang bayar jadi ... Ikut perintahku. Thank you, and goodnight." Nara langsung membaringkan dirinya dan langsung menutup matanya. Nara menunggu sampai kemudian ada pergerakan di sampingnya menandakan bahwa pria itu menyerah dan memilih tidur. Nara tersenyum penuh kemenangan, akhirnya ia menang juga hari ini. "Nara," panggil Reagan. Astaga pria ini akan tetap mengganggunya atau apa. Nara bergerak kasar. "Hmm," jawab Nara seadanya "Nara!!!" kali ini suara Reagan lebih keras. Mau tidak mau Nara bangkit dari posisi tidurnya. "Ini bagaimana?" tanya Reagan sambil menunjukan alat kontrasepsi yang tadi ia beli. Wajahnya terlihat sangat lucu, seperi bocah yang berharap dibelikan permen. Nara menarik nafas panjangnya. "I'm so sorry to tell you but, I got y period. Today. Thank you," kata Nara lagi kemudian kembali tidur memunggungi Reagan yang masih shock karena artinya, alat kontrasepsi itu tidak akan pernah terpakai. "Kok kamu gak bilang kalau kamu lagi dapet?" protes Reagan merasa dibohongi. "Pertama, aku baru tahu tadi pas mandi. Yang kedua, aku gak pernah suruh kamu untuk beli itu!. Udah aku ngantuk mau tidur, jangan di matiin lampunya. Aku gak bisa tidur kalau gelap," kata Nara lagi, kali ini bukan hanya dengan senyuman tapi dengan sebuah cengiran. Kemenangan akhir memang terbaik rasanya. *** Nara membuka matanya kemudian panik karena keadaan kamar itu gelap. Dia panik dan mulai bergerak tapi mendapati sesuatu yang berat berada di atas tubuhnya. Beberapa detik kemudian dia tahu bahwa itu adalah sebuah lengan. Pemilik lengan itu mengeliat sedikit kemudian menarik Nara kembali kedalam pelukannya. "Please... nyalain lagi lampunya," ucap Nara lirih. "It's okay, Aku kan udah bilang, aku yang bakalan nemenin kamu sampai terang itu datang," balas Reagan sambil menarik kepala Nara ke d**a bidangnya. Sambil mengusap-usap rambut Nara. Nara yang semula gemetar perlahan mulai tenang dan kemudian tertidur dalam pelukan Reagan. Melupakan bahwa keduanya telah melewati batas masing-masing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD