Seminggu kehebohan satu sekolah akhirnya mulai menyusut, karena Abiyyu bukannya senang mendapatkan perhatian yang berlebihan malahan bersikap cuek tetapi ramah terhadap setiap orang dan lebih banyak bersosialisasi dengan teman cowok di kelas terutama dengan Adrian anak basket. Tetapi tetap saja ada yang belum menyerah sampai kapanpun sepertinya. Sabtu sore, saat ekskul basket, tidak terkejut melihat Abiyyu datang lengkap dengan persiapan untuk bermain basket.
Perkenalan singkat dilakukan ke setiap anggota basket, dan seperti biasa anak baru diuji kemampuan yang dimiliki. Sepertinya tidak mengejutkan melihat postur tubuh Abiyyu, dia sangat handal dalam bermain basket dan dapat dipastikan akan menempati pilihan pemain starter teratas setelah senior kelas tiga.
Pertandingan antar sekolah diadakan akhir tahun biasanya setelah ujian caturwulan pertama sebelum liburan dimulai. Satu bulan menjelang pertandingan, jadwal latihan ditambah pada hari Jum’at dimulai pukul 14.00 – 18.00, hari Sabtu pukul 15.00 – 18.00, dan hari minggu menjadi dua kali latihan pagi seperti biasa pukul 7.00 – 10.30 dan latihan pukul 14.00 – 18.00. Benar-benar melelahkan tetapi semua anggota semangat untuk memenangkan turnamen dan menyamakan kedudukan kembali dari SMANLI.
Abiyyu selalu memperhatikan kebiasaan semua orang, terutama kebiasaan Q saat latihan. Setiap latihan hari Minggu pagi, Q datang paling awal, jadwal latihan dimulai pukul 7 tetapi Q sudah berada di lapangan lebih pagi dan melakukan pemanasan sendiri. Minggu ini Abiyyu datang lebih cepat karena dia memang ingin lebih dekat dengan Q, ada sesuatu daya tarik menarik antara mereka yang dengan tegas tidak ditanggapi oleh Q secara tidak kentara. Apakah dia memang tidak peka tentang sinyal yang terus diberikan Abiyyu atau anak tersebut tidak menyukainya dan Abiyyu jelas salah menafsirkan setiap tatapan mata mereka bertemu yang suka dilontarkan Abiyyu lebih sering melirik Q secara sembunyi-sembunyi tetapi juga terang-terangan jika berada di dekat sahabat terdekatnya Adrian.
Setiap hari Minggu Abiyyu datang pada pukul 6.30 dan anggota tim basket mulai berdatangan dan saat itupun Q sudah bermain melihat dari peluh yang membasahi baju yang dipakainya itu bukan orang yang baru melakukan pemanasan beberapa menit yang lalu, jadi Abiyyu bertanya tepatnya pukul berapa Q sampai di sekolah. Sedangkan teman-teman yang lain belum menunjukkan bahwa mereka telah melakukan pemanasan. Mengorek keterangan dari Adrian peta kekuatan di kelas urutan rangking yang diperoleh setiap teman dikelas, Abiyyu mengetahui bahwa Q termasuk 10 besar di kelasnya. Cewek itu ternyata mempunyai otak yang cukup encer, bila dibandingkan dengan kebanyakan cewek yang mencoba menarik perhatiannya kecuali Febri yang menurut Adrian merupakan rangking pertama dan ternyata teman Qistina juga satu ekskul di karate yang anggotanya seperti keluarga. Dan tentu saja Qistina tidak mencoba menarik perhatiannya, tetapi itu membuat ketertarikan Abiyyu menjadi lebih kuat.
Minggu berikutnya Abiyyu sengaja datang pada pukul 6.00 kemudian berdiri sedikit tertutup dengan bayangan bangunan dan mendapati Qistina datang sambil berlari yang langsung melakukan pemanasan. Tentu saja langsung memulai latihan sendiri. Abiyyu yang kebiasaan isengnya tersulut mendekati Qistina dari belakang dan berdiri terlalu dekat sehingga saat Qistina melakukan tembakan benturan terjadi yang membuat Qistina menjerit terkejut. Setelah melihat ke belakang dan mengetahui bahwa yang berbenturan dengannya tadi adalah Abiyyu, keterkejutan di matanya memudar.
“Abiyyu.... kau membuatku terkejut. Ada angin apa sampai kau datang lebih pagi?” Qistina bertanya dengan nada sedikit kesal karena terkejut.
“Aku ingin berlatih lebih pagi hari ini, kebetulan pertandingan semakin dekat.” Abiyyu memberikan alasan logisnya. “Mau bertanding satu lawan satu?” tantang Abiyyu dengan mengangkat kedua sudut bibir membentuk senyum seperti tawaran mengisi waktu sebelum latihan inti di mulai. Melihat Qistina tidak terlalu tertarik Abiyyu memberikan alasan yang lebih menarik. “Kau bisa melatih kemampuan bertahan dan menyerangmu dengan lawan yang bertubuh lebih besar darimu.” Logika yang diberikan Abiyyu lebih menggugah Qistina dan akhirnya menyetujui untuk berlatih atau lebih tepatnya bertanding satu lawan satu.
“Baiklah. Siapa yang menyerang duluan?”
“Kau menyerang duluan. Sampai kau dapat melawati aku, kemudian kita ganti posisi. Bagaimana?”
Qistina menyerang duluan mencoba memutari Abiyyu, bukannya melakukan posisi bertahan ketika Qistina membelakangi yang dilakukan Abiyyu seperti memeluk Qistina dari belakang. Qistina tidak menyadari bahwa Abiyyu melakukan gerakan hanya agar dapat menyentuh sekilas dirinya secara tidak kentara, bagi Qistina yang terlalu fokus untuk membongkar pertahanan Abiyyu mencari celah agar dapat melakukan tembakan. Saat berhasil, teriakan kemenangan dari Qistina membuat Abiyyu terpana yang menganggap binar senang yang ada di mata Qistina semakin berkilau.
“Sekarang. Giliranmu!” kata-kata Qistina yang terlontar memutuskan kontak mistis yang memikat Abiyyu.
Abiyyu sebenarnya ingin lebih lama menahan Qistina, tetapi Qistina bergerak cukup gesit pada gerakan terakhirnya sebelum melakukan tembakan yang dilontarkannya. “Baiklah ganti posisi. Jika kau bisa menghentikan tembakanku, berarti pertahananmu sudah cukup baik. Oke, kita mulai.”
Tembakan demi tembakan dilakukan Abiyyu karena dia serius untuk menguji pertahanan Qistina, walaupun dengan usaha yang keras membuat Abiyyu bersemangat. Ini anak bisa main lebih baik dari sebagian besar lapis kedua tim putra, jika sering melakukan latih tanding dengan orang yang lebih kuat darinya akan semakin meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Setelah lima tembakan, sifat iseng Abiyyu muncul kembali. Permainan yang mulanya serius berubah menjadi seperti lelucon yang membuat Abiyyu tersenyum lebar. Upaya yang dilakukan Qistina tidak sekalipun dia dapat menyentuh bola yang di pegang Abiyyu, bahkan saat Abiyyu melewati Qistina bola yang ditangannya tidak ditembakkan ke ring tetapi disentuhkannya di pundak Qistina. Qistina yang memahami bahwa Abiyyu tidak lagi serius melatihnya dalam bertahan mulai kesal.
“Kau serius ingin melatih atau hanya ingin membuatku terlihat bodoh.” Bentak Qistina.
“Mengganggumu lebih asyik daripada melatihmu. Aku memang serius tadi melatihmu, tetapi aku tidak tahan menjahilimu. Kita istirahat sebentar sebelum teman-teman datang.” Abiyyu bergerak menunju pinggir lapangan melewati Qistina dan menyentuh pipi Qistina dengan punggung tangannya.
Qistina terpana apa yang baru saja dilakukan oleh Abiyyu, membuat ia teringat akan sikutan Sabrina saat Abiyyu pertama kali masuk kelas. Apakah benar ia menyukaiku? Mengetahui bahwa Abiyyu senang melakukan sentuhan kecil saat mereka berpas-pasan, sekarang hati Qistina berdebar-debar dan jika ia tidak berusaha mengendalikan reaksinya maka ia akan gugup bahkan tersipu di hadapan Abiyyu yang akan berusaha ditahan oleh Qistina.
Melihat keterkejutan di mata Qistina saat ia menyentuh pipinya dengan punggung jari, membuat Abiyyu mengetahui bahwa Qistina tidak sepenuhnya cuek akan tindakan yang dilakukannya selama ini. Tetapi pertahanan diri yang besar dari Qistina yang membuat hal itu tidak nampak dipermukaan, apalagi dihadapan orang banyak.