Chapter : 17

1776 Words
Niko mendekati Tiger dan Esther, keduanya tengah bersiap membaluti dirinya dengan lakban. “Bang gimana sama lengan lo, itu aja udah bengkak.” Ujarnya menekuk lutut membantu Esther mengeratkan ikatan. Hal itu mendapat respon dengusan kesal dari sang kakak sementara Esther hanya santai menerima bantuan Niko. “Modus lo anjir.” gerutu Tiger jengkel sembari terus mengeratkan lakban di lengan. Niko jengah sekalian saja ia memanasi sang kakak dengan lontaran, “Iri bilang bos.” Tak lupa memeletkan lidahnya. Tiger panas menendang Niko pelang sampai dokter itu ke jungkang kebelakang kalau saja Esther tak menariknya yang malah membuat Niko dan Esther semakin dekat. “Eh? Jangan dekat-dekat ya anda!” dengan santainya Tiger kembali mendorong Niko tak suka melihat kedekatan mereka. “Awh... santai aja bangke!!” kesal Niko bercampur malu dengan kelakuan kekanak-kanakan Tiger. Esther diam-diam kembali hendak membantu Niko namun Tiger lebih dulu berada di depan sampai tidak menyadari jika ia memberikan b****g tepat di wajah Esther. “Buru, jangan manja.” Ketus Tiger membantu Niko, kalau saja Esther tak menyamping mungkin wajahnya akan mendapat sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan. Niko ingin marah tak jadi melihat Juna sedari tadi memandang mereka polos. Menghirup nafas pelan mencoba untuk tersenyum. “Bang Tiger awas, muka kakak nya kena di belakang.” Tegur Juna mendongak melihat Tiger yang berdiri. “Oh?” tiger menoleh tersenyum canggung buru-buru pindah dari hadapan Esther. Gadis itu berdehem, “Khem..” untuk mengusir kecanggungan nya lalu beranjak dari tempat ia duduki. Plak!! “Auh.. sakit sia.. “ “Sakit sama maluan mana daripada gue yang nemplok di depan dia, hah!? Gila kali ya, cemburu gitu banget nyiksa adik sendiri biar di lirik.” Setelah mengatakan itu Niko pun pergi bersama Juna. Tiger mencebikkan bibir mengikuti langkah Niko, semua orang tengah menyantap makan malam seadanya dari hotel. Tiger melangkah memasuki ruang pengendali, “Pak, mending istirahat sebentar orang-orang lagi pada makan, biar saya disini.” Ucapnya setelah tiba di samping pak Jupri. “Eh, beneran gapapa mas? Tadi katanya mau keluar ya?” “Iya pak. Kebetulan daerah timur ada tempat jual senjata jadi mau ke sana buat ngambil beberapa, sekalian kata nona dia mau nyari teman-temannya. Tapi bapak gapapa’kan?” “A-ah.. gapapa kok mas, Cuma kaget aja tadi sama kejadian di depan.” “Yakin pak? Saya ngerasa kalau bapak lagi menyembunyikan sesuatu?! Gapapa pak, ngomong aja, siapa tau saya bisa bantu.” Tiger yakin betul jika paruh baya di hadapannya menyembunyikan sesuatu yang orang-orang tidak tahu. Terlihat pak Jupri melirik ke pintu takut seseorang mendengar apa yang akan ia beritahukan pada Tiger. Tiger jadi semakin penasaran melihat gelagat pak Jupri. “Jadi kenapa pak?” tanya Tiger berusaha menyakinkan pak Jupri. “S-sebenarnya.. “ “Pak Jupri, ayo makan dulu.” Pak Dodi tiba-tiba masuk memotong kalimat pak Jupri. Tiger bisa melihat perubahan mimik wajah pak Jupri setelah kedatangan manajer hotel. “Eh mas Tiger, udah makan malam mas?” tanya pak Dodi tersenyum ramah menyadari keberadaan Tiger. “I-iya pak, udah kok. Saya kesini mau gantiin pak Jupri sebentar sebelum keluar.” Kata Tiger membalas senyum pak Dodi. “Ya udah mas titip sebentar ya, kita keluar dulu. Ayo pak.” Pak Dodi keluar di ikuti pak Jupri. Tiger terpaksa ngepending rasa penasarannya terhadap perilaku pak Jupri melihat kepergian mereka, ia duduk memandang cctv yang terhubung dengan semua lorong di setiap sudut hotel. Tiger menghela nafas melihat orang-orang yang berada di lantai tengah dan paling atas, mereka terlihat membutuhkan bantuan tetapi mau bagaimana lagi, ia dan lainnya tidak bisa mengambil langkah bodoh apalagi senapannya butuh peluruh sama seperti milik Esther. Tangan nakal Tiger bergerak menekan cctv yang mengarah pada lobi hotel dimana ia bisa melihat Esther di sana. “Cantik.” Gumamnya menopang dagu menatap wajah Esther dalam, ia bahkan memperbesar layar. “a***y. Baru liat senyum tipis dia aja udah deg-deg an gini, gimana kalau..” reflek ia menampar wajahnya pelan mencoba menyadarkan dirinya dengan melihat situasi ruang lain. Dengan menyilang kaki kemudian memandang setiap layar, ia meluruskan punggung menurunkan kaki mulai menghitung jumlah layar. “Cctv lantai 3 kok gak ada ya?” gumamnya pelan kembali memeriksa layar sampai berdiri dari kursi. Di sisi lain, pak Dodi mendorong keras pak Jupri hingga terbentur ke dalam toilet setelah dirasa tak ada orang yang melihat kelakuannya. Paruh baya itu hanya meringis menerima perlakuan manajer hotel. “Saya tau bapak mau ngasih tau pria tadi. Jangan buat saya kesal pak, situ gak mau kan jadi pengganti mereka?” “M-maaf p-pak, saya janji gak ngomong apapun sama mas Tiger.” Pak Jupri menunduk takut menarik dirinya menjauh dari jangkauan pak Dodi. “Kalau sampai itu terjadi, jangan harap situ bisa selamat.” Kata pak Dodi memberikan ancaman pada pak Jupri untuk tetap tutup mulut atas apa yang dia ketahui tentang rahasianya. Pak Dodi pun keluar dari sana setelah menendang pintu toilet jika ia benar-benar serius dengan ancamannya. Pak Jupri mencoba merilekskan pundaknya melihat kepergian pak Dodi, dengan tangan gemetar paruh baya itu berdiri membasuh wajahnya dengan air dingin. “Hhh.. maafkan saya ya Tuhan, saya tidak ada maksud menukar nyawa hamba dengan orang lain, tapi keadaan yang membuat hamba melakukan hal ini. Dini.. tunggu bapak di sana nak, bapak berharap kamu baik-baik saja. Bapak bangga padamu walau kita dari orang kecil namun kamu bisa mengangkat derajat bapak sama ibu sebagai orang tua dari seorang dokter. Bapak juga berharap ibumu tenang di sana.” Gumamnya lirih, wajah lelah dan takut beliau perlahan hilang setelah mengingat wajah sang anak. Lukman keluar dari bilik toilet paling ujung, mungkin karena pintunya sedikit terbuka jadi keduanya tidak mengetahui jika seseorang berada di sana dan mendengar semua pembicaraan mereka. ‘Gue makin yakin ada sesuatu yang pak Dodi sembunyikan dari kita semua.’ Bisik Lukman dalam hati melangkah keluar dari toilet. Kembali ke lobi hotel Esther nengok begitu Shila datang duduk dan di sampingnya, “Kenapa?” tanyanya. Shila menggeleng pelan, “Kak Esther gak makan sama yang lain?” tanya Shila. Kini giliran Esther yang memberikan gelengan kepala. “Kenapa? Tapi beneran mau keluar? Apa gak terlalu bahaya keluar sementara mutan seperti dikendalikan sesuatu.” “Tau darimana kalau mereka dikendalikan?” “Kak Esther lihat sendiri’kan tadi, setelah mendengar suara aungan itu mereka benar-benar jadi Monster.” Shila bergidik ngeri. “Jangan keluar deh kak, lengan mas Tiger juga masih sakit.” Kata Shila kembali menahan mereka untuk keluar yang ada membahayakan nyawa mereka sendiri. “Kalian butuh senjata untuk melawan, kalau bukan kamu sama pacar kamu itu, saya gak ada tinggal disini.” Esther menunjuk Jackson dengan dagu di sana. “A-apa sih, dia sahabat Shila tau bukan pacar.” Dengus Shila melakukan protes setelah tau siapa yang Esther maksud. “Ya terserah lah. Jangan jauh-jauh dari dia, takutnya seseorang bisa berbuat jahat tanpa kita sadari.” Entah apa maksud perkataan Esther, Shila hanya mengangguk patuh tak ingin ambil pusing memikirkan hal tersebut. Esther beranjak kakinya melangkah mendekati pintu, sedikit merobek koran agar bisa melihat keluar. ia membuka tas meraih teropong dan mulai melihat keluar. Sepertinya ia harus merakit sesuatu untuk menghentikan mutan-mutan di luar sana. dan satu-satunya cara hanya ke toko senjata yang Tiger sebut. Esther hanya diam ketika Niko datang merebut teropong dari tangannya tanpa permisi. Kakak sama adik sama saja, sama-sama menyebalkan, pikirnya membiarkan dokter itu melihat keluar. Seolah terkejut dengan apa yang dia lihat, Niko menoleh ke arah Esther dan mengembalikan teropong milik gadis di sampingnya berkata, “Nona cepat lihat keluar.” suruh nya dengan sedikit paksaan. “Kurasa anda perlu memikirkan untuk keluar.” lanjut Niko menambah rasa penasaran Esther. Deg!! Mahluk besar tengah menggerayangi di setiap gedung. Sekarang Esther yakin jika bukan hanya mutan yang menjadi ancaman manusia tetapi itu apa? Tak ada kepala selain.. “Mahluk apa itu?” bertanya pada diri sendiri namun masih terdengar oleh Niko. Jadi mahluk ini yang membuat suara erangan aungan mengerikan itu. Pikirnya sebelum tersentak kaget kala mutan tiba-tiba berada tepat di teropongnya. “saya rasa kalian gak bisa ke.. astaga!!” Niko menahan kedua pundak Esther ketika gadis itu hendak terjatuh tanpa sengaja keduanya bertatapan dan itu terlihat jelas oleh Tiger yang berada di ruang pengawasan. “A-ah! M-maaf n-nona saya hanya ingin membantu.” Ujar Niko mencoba menutupi kegugupannya dengan melepaskan tangannya dan menjauh dari Esther. Gadis itu malah tampak santai seolah tidak terjadi sesuatu mengangguk, “Terimakasih.” Ucapnya membungkuk meraih tasnya lalu kembali ke tempat duduknya tadi. Niko memutar punggung mengusap d**a memejamkan mata. “Pantes aja bang Tiger suka, wong cantik begitu anjir. Mana manis banget lagi dengan lesung pipi kecilnya. Oh god, gak boleh Niko.. dia calon kakak ipar lo! Itu juga kalau dia mau sih!?” ucapnya berbicara sendiri menoleh kala melihat Tiger menghampirinya dengan tatapan yang sulit di artikan. “Lo.. “ “K-kenapa?” entah mengapa Niko kembali gugup terintimidasi oleh tatapan Tiger. “Jaga diri baik-baik, gue sama nona sniper bakal keluar sekarang.” Ucap Tiger tersenyum menepuk pundak sang adik. “Apa kalian beneran mau keluar? gue khawatir bang.” Niko jujur tentang kekhawatirannya pada sang kakak, belum lagi mahluk besar yang entah itu apa menambah kecemasan dalam dirinya. “Tugas gue belum selesai sebelum lo berada di tempat aman, makanya harus kembali ke sana... “ “Jadi ini karena gue! Kalau gitu jangan pergi. Lebih baik kita tetap sama-sama daripada harus berada dalam bahaya.” “Bukan karena lo juga tapi... “ “Nona Esther.” Tiger mengangguk memutar punggung melihat ke arah Esther dimana gadis itu memeluk Shila, gadis itu terlihat menahan Esther untuk pergi. “Lo suka sama dia?” tanya Niko mengikuti arah tatapan sang kakak dan tanpa Tiger Jawab pun ia sudah tahu jika sang kakak menyukai gadis itu. “Kalaupun itu benar, gue juga cukup tau diri buat jalan sama dia. Gue Cuma cowok pengangguran yang tergila-gila sama game, sialnya lagi baru menang udah dapat bencana. Jadi ya.. cukup di samping dia aja.” Ujar Tiger berbalik menatap niko dengan senyum lebarnya malah membuat Niko merasa bersalah. “Ayo, kita lewat basement.” Ajak Esther dan mendapat anggukan kecil dari Tiger yang masih menatap adiknya. “Kami pergi, tenang aja gue bakal balik dengan selamat begitu juga dia.” Ujar Tiger sekali menepuk lengan Niko. “Kak Esther harus balik kesini, gak mau tau atau Shila aduin sama ayah.” Shila tak kuasa menahan isakannya, Jackson hanya bisa merangkulnya. Di sana Lukman hanya memandang mereka dalam, melihat betapa menyenangkannya jika memiliki banyak teman. Lukman berbalik meninggalkan mereka, pak Dodi keluar berjalan ke arah Tiger dan Esther. “Kalian hati-hati ya.” Ucap pak Dodi begitu juga orang-orang di sana dan keduanya hanya mengangguk kemudian melangkah pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD