Mereka lengah sampai tidak menyadari bahwa si bapak itu akan berubah setelah mendapat gigitan, ia menarik si ibu dan menggigit lengannya.
“Akkhh!”
“IBU!!”
“Astaga!” yang berada di dalam mobil begitu terkejut dengan tindakan si bapak seakan sudah menargetkan si ibu.
“Sial!!” Aidil mendorong si bapak dan menembak kepalanya kesal hingga berkali-kali kalau saja Bara tidak menahannya.
“Hei, dia udah mati tenangin diri kamu.” Ucap Bara sebelum beralih pada si ibu. Ia menatap wanita itu bersalah karena tak bisa menjaganya. Julian terisak memeluk adiknya erat dengan satu tangan karena tangan satunya masih memegang tangan sang ibu.
“B-bu jangan pergi, adek gimana hiks.. “
“J-jaga Aisyah ya sayang. Ibu sama bapak sayang kalian.” Perlahan mata si ibu mulai berubah, ia segera melepaskan tangan Julian meraih balok di bawah kakinya dan menghentikan tembakan mereka.
“P-pergilah, saya mohon jaga anak-anak saya.” Si ibu masih mencoba menyadarkan dirinya mendorong Bara dan lainnya masuk ke mobil lalu menutup pintu mobil. Aidil masih di luar terdiam sebelum si ibu berteriak padanya. “Pergilah cepat!!”
“M-maaf bu.” Ucap Aidil lirih mundur kemudian pergi meninggalkan si ibu, di dalam sana Julian mencoba membuka pintu memanggil sang ibu namun wanita itu hanya tersenyum meneteskan air mata dan mulai menghalau mutan-mutan itu dengan pukulan.
“J-jendral bagaimana?” tanya Aidil.
“Jalan sekarang!”
“Apa!!” Julian terkejut. “Jangan tinggalkan ibu sendiri pak!! hiks... ibu!!” Julian menjerit dan perlahan mobil pun pergi dari sana. Dengan air mata yangm engalir, Julian berbalik melihat sang ibu, semakin deras air matanya ketika sang ibu memeluk ayahnya. Ia hanya bisa memeluk adiknya erat sesenggukan.
Bara merangkul Julian menepuk pundak pemuda itu pelan dan berkata, “Bertahanlah demi adikmu.”
Julian memandang wajah lelap adiknya lalu mengecup keningnya berbisik, “Abang janji bakal jagain Aisyah, ayah sama ibu sayang kita kok sayang.” Sekali lagi mengecup kening sang adik lalu memeluknya terisak.
*
*
*
12.00 wib
Kenapa begitu susah untuk bertemu Niko padahal sejak tadi dia berkeliling sampai harus di kejar mutan tapi tetap saja tak ketemu juga. Apa sebenci itu Niko padanya sampai bersembunyi? Bodohnya Tiger dia tak sengaja mematikan hp nya jadinya tak tahu kalau sekarang sang adik begitu khawatir padanya.
“Jam 12 siang, artinya bantuan udara aka datang.” Tiger mendongak menatap langit yang sudah tak secerah dulu. Di atas mobil ia berputar melihat kota sudah tak seperti dulu lagi, “Bukan dunia yang gue pengenin, gue cuma mau ibu sama ayah bangga sama gue walau sekali aja.”
Errggg.. !!
Syut.. dash.. brugh.. !!
Entah memasang badan berdiri di atas kap mobil, Tiger kembali meluncurkan peluru pada mutan tersebut hingga terpental. Kini ia tampak menguasai senapan tersebut walau hanya mendapat ajaran sekali saja oleh tim khusus.
Di tengah dia terus meluncurkan peluru, seorang gadis terlihat memerhatikannya dari jauh dan berpikir kalau pria itu sudah gila memasang badan disana.
“Boleh juga. Tapi dia takabur atau apa emang gak ada otak?” Lontarnya sampai tanpa sengaja mereka beradu pandang, manik mata keduanya bertemu.
Deg.. deg... deg....
Esther lebih dulu memutuskan adu pandang mereka dengan meluncurkan peluru nya kala pria itu terdiam terpaku menatapnya. Entah berapa kali Esther menembak hingga kesal karena pria bodoh itu masih berdiam diri sampai ia mengenai kap mobil tempat Tiger berdiri.
“Woi barang gue!” teriak Tiger sontak menutup barangnya melotot, entah reflek atau apa dia malah melakukan hal bodoh tersebut.
Esther berjalan ke arahnya dengan terus menembak, “Kalau bosen hidup ngapain di atap, kenapa gak langsung serahin diri aja? Dasar gila.” Ujarnya kini berdiri di depan Tiger.
“Gak sopan amat anda ngatain saya gila.” Tiger melompat turun tak sengaja menginjak sesuatu saat berpijak sampai tersandung hingga meluncur ke arah Esther. Gadis itu masih sibuk dengan senapannya terbelalak kala tubuhnya mendapat serangan tiba-tiba. Kalau mutan sih dia bisa langsung menembak kepalanya hingga hancur tapi dia.. aish, sial!
Tak ingin celaka, Esther memutar tubuhnya membiarkan Tiger saja yang mendarat dibawah dan benar saja pria itu semakin melotot kala ialah berada dibawah.
Bugh!! Krek!
“Akkhh!” sikut Tiger lebih dulu mendarat hingga berbunyi retakan, sementara Esther berada di atasnya dengan posisi satu lutut menyanggah lalu satunya lagi ia tekuk dan tetap sibuk menembak mutan yang terus saja berlarian ke arah mereka.
“Hei no –Anjir! Cantik bet gila!-“ Tiger menggeleng tak ingin tergoda untuk jatuh cinta dalam situasi seperti sekarang. “Emm.. nona bisa tidak bantu saya dulu atau setidaknya pindah dari atas sana. Ini sakit banget loh,” ujar Tiger meringis memegangi sikutnya.
Esther begitu santai hanya berdiri bertanya, “Bisa bangun sendiri’kan?” sekilas melirik Tiger.
“Ya gak lah, gila aja lo.”
“Santai aja, tidak perlu ngegas. Situ yang salah kok,” ucap Esther mengulurkan tangan. “Cepat, saya masih mau hidup.” Pintanya.
“Hish.. siapa juga yang mau mati.”
“Diam atau saya... “
“Cium?! Astaga.. masa baru ketemu udah mau main cium segala!” meraih tangan Esther mencoba untuk bangun, “Ternyata bener ya cewek jaman sekarang pada ganas-ganas, ke bukti seka.. “ Tiger mengangkat tangan meringis mendapat sodongan senapan dari gadis di hadapannya. “Hehehe.. santai, bercanda doang kok.” Memejamkan mata kala Esther menarik pelatuk senjatanya. Jantung Tiger seakan copot menahan nafas ketika merasakan angin berhembus tepat di daun telinga nya.
“Ternyata benar ya, mulut pria lebih gak bermutu daripada perempuan.” Ujar Esther tersenyum sinis.
Tiger membuka mata mengerjap tak percaya.
“Hembuskan nafasmu jika tidak ingin mati disini.” Ujar Esther lagi perlahan melangkah pergi.
“Ugh.. hah.. “ Tiger menghembuskan nafas panjang tersadar jika gadis itu sudah tidak disana, ia kemudian berlari mengejar Esther mengikuti kemana gadis itu pergi.
“Ngapain ngikutin saya?” tanya Esther berbalik menatap Tiger dingin terlihat menusuk kala mereka telah berada di tempat aman.
“Loh? Nona harus tanggung jawab dong!”
“Saya gak ngapa-ngapain kamu jadi ngapain tanggung jawab?!”
“Emang harus ngapain dulu baru tanggung jawab?”
Esther menodong senapan ke Tiger.
“O-okey maaf bukan gitu maksud saya! Setidaknya nona bantu obatin sikut saya, soalnya ini ngilu banget dari tadi.” kata Tiger memegang sikutnya. Ia tidak berbohong kalau sekarang sikutnya begitu sakit dan ngilu.
“Itu bukan salah saya.”
“Saya tau tapi setidaknya nona bantu orang yang lagi kesusahan. Saya gak bohong, ini sakit banget.”
Esther menurungkan senapannya, ia juga tau pria dihadapannya tidak berbohong apalagi retakan tadi terdengar begitu jelas. “Duduk disana.” Suruhnya dan Tiger pun duduk patuh. Gadis itu menurungkan ranselnya dan membukanya.
“Dari pos atau kamp mana?” tanya Tiger pelan melihat peralatan yang gadis itu keluarkan dari ransel.
“TNI AD.” Jawab Esther singkat sukses membuat Tiger terbelalak.
Sial. gue dari tadi ngomong kasar sama tim khusus anjir! Lagian kok buta sampe gak ngenalin bajunya sama persis dengan mereka tadi.
“Kenapa, takut?”
“Oh! Eh! Hehehe.. maaf ya bu kalau saya lancang tadi.” Tiger cengengesan menggaruk tengkuknya yang tak gatas.
“Lancang banget.”
Tiger menunduk malu.
“Tulangnya agak retak sama ke geser dikit jadi harus dibalikin. Tahan ini bakal sakit.” Esther meluruskan lengan Tiger pelan lalu mengurutnya perlahan dan kretek!!
“Akkhh!! Tiger nama saya Tiger bu!” Tiger tak kuasa menahan sakit sampai berbaring, namun bukan itu yang Esther herankan tetapi untuk apa pria ini menyebut namanya?
“Bangun,” suruh Esther. “Ini harus di pasangkan gips biar gak bengkak yang kegeser tadi.” ujarnya membantu Tiger bangun.
“Bu, sakit banget loh ini.” Keluh Tiger meringis.
“Ya terus? Masih untung saya obati,”
“Ih ibu cantik-cantik sadis ya,”
“Kalau gak sadis, saya gak akan ada disini.”
“Iya sih hehehe. Ah bener juga, saya tadi ketemu rombongan ibu. Eh? Itu rombongan bukan kalau orangnya empat doang?”
“Ya mana saya tau.”
“Jangan judes-judes bu, makin cantik soalnya. Bercanda bu, serem amat lirikannya.” Tiger meringis mendapat tatapan tajam dari Esther. “Menurut ibu, semua ini terjadi kesalahan siapa?” niatnya mengalihkan pembicaraan, ia malah membuat gadis itu semakin kesal.
“Kenapa? Maaf kalau saya menyinggung. Saya hanya kesal akibat hal ini, saya harus kehilangan kedua orang tua dan adik saya. Adik saya seorang dokter anak, dia pergi karena marah dan kesal punya kakak yang gak berguna untuk mereka.”
Deg!!
“Sekarang mau kemana?” tanya Esther sibuk mengikat kain di pundak Tiger. mendengar ringisan dari mulut pria itu, Esther melirik hingga pandangan kembali bertemu.
Tiger terkejut dengan wajah gugup ia segera berpaling muka berharap gadis di sampingnya tidak mengetahui jika saat ini dia begitu gugup. Sayangnya, daun telinga tak dapat berbohong.
“Awas telinga nya berdarah.”
Mendengar celetukan yang terndengar meledek itu, tangan Tiger yang satu dengan cepat memegang telinganya. “Jangan ngeledek gitu dong bu, mentang-mentang cantik, kan saya jadi gugup.” Kata nya jujur seakan membuang rasa malunya namun masih memandang arah lain.
“s**t!”
Tiger spontan menoleh dengan mata membulat, jangan lupakan mulutnya berbentik O saking kagetnya. Semakin melotot sampai merasa bola mata ingin melompat keluar begitu Esther mendorongnya berbaring, lagi-lagi dia berad di atas Tiger.
Pria dibawah Esther sibuk mengatur detak jantungnya, gadis itu malah cuek bebek mencari senapan dengan kaki dengan mata terus mengawasi. Hendak mengeluarkan suara, Esther lebih dulu membekap mulutnya dengan jari lentiknya.
Wangi lavender...begitu jelas di indera penciuman Tiger. Diam-diam ia memandang lekat wajah gadis itu. Mata bulat, pipi chabby, bibirnya yang tipis tanpa polesan selain pelembab, ah jangan lu
pakan rambut hitam pekat yang begitu panjang sampai di kepang, benar-benar gadis istimewa.
Tiger tersentak, lamunan kekaguman terhadap.. Esther T.Mark! Senyumnya mengembang.
“Liat apa kamu, senyum gitu?” bisik Esther, gadis itu berputar meraih senapannya kemudian duduk bersandar di dinding melirik Tiger yang masih berbaring menegangi dadanya.
“B-bukan apa-apa. Jangan salah faham bu, saya Cuma liat.. “
“Liat apa?!” Esther menodong senapan tepat di kening Tiger, membuat pria itu bergetar memejamkan mata mengangkat tangannya satu.
“Astaga! Jangan di potong atuh bu, saya Cuma liat nama nya bukan yang lain beneran deh sumpah gak bohong saya bu.”
“ ... “
“M-maaf bu, maaf banget.. tolong ini si singkirin ya, serem bu sampe panas dingin saya pas dia nempel disana.” Masih dengan mata terpejam Tiger menggeser pelan ujung senapan milik Esther dari keningnya.
Lucu. Siapa sangka Esther yang selama ini beku pada siapa aja bahkan rekan-rekannya saja begitu dingin dan awet omongan, hanya menhawab seperlunya jika menanggapi mereka namun sekarang, ia malah banyak berbicara walau masih dingin sih.
tiger mendongak menaikkan pandangan membuka mata dan tanpa sengaja melihat senyum gadis itu. Lesung pipi nya manis banget, anjir!! Segera bangun, lagi-lagi terkejut mendapat tarikan dari belakang. “Astaga bu, kalau mau buat saya jantungan sekalian aja.. iya maaf jangan melotot gitu atulah, jatohnya jadi gemesin.” Bisiknya di akhir kalimat membuang pandangan tersenyum malu.
“Salah satu keahlian seorang sniper, mata harus tajam apalagi pendengaran!”
“Sstth.. “ Tiger meringis menengok ke arah Esther. “Hehehe maaf.” Cicitnya cengengesan.
“Sekarang mau kemana?” tanya Esther berbisik menarik Tiger akar lebih mendekat kearahnya, erangan dan langkah kaki di seret begitu jelas di telinga mereka.
“Mau nyari adik saya sama ikut ibu.”
“Kok saya?”
“Gak mungkin dong saya ngelawan dengan tangan kayak gini? Yang ada mati duluan sebelum ketemu si dokter alien itu.”
“What ever.”
“Harus ever dong bu.”
“Kamu.. “ terhenti kala Tiger meringis memegang lengannya sambil menatapnya memohon. Esther menghembuskan nafas kasar, “Hanya sampai bertemu adikmu.”
“Tentu hehe. Kalau ibu mau kemana?” tanya Tiger.
“Bisa tidak, gak manggil ibu? Saya tidak setua itu.”
“Oke nona sniper.”
Esther memutar bola mata kesal.
“Hehe, jadi mau kemana?” Tiger kembali bertanya. “Ah, kok kalian bisa berpisah?”
“Bisa diam tidak? Mereka di luar.”
“Ah maaf. –Cantik-cantik serem. Ya emang sih yang cantik sekarang pada serem-serem. –“