Arsen menatap makam Cellia untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya ia memilih untuk pergi. Sudah waktunya ia pergi dari sini karena harus sudah beranjak malam. Ia juga sudah bicara banyak hal kepada Cellia hingga ia pun akhirnya mengambil keputusan yang mungkin akan benar-benar mengubah hidupnya.
Sementara itu ada seorang gadis tampak berlari cepat kearah rumah sakit setelah tadi ia mendapatkan telepon dari rumah sakit jika adiknya mengalami kecelakaan dan keadaannya tidak baik-baik saja. Dan tanpa pikir panjang wanita itu langsung berlari menuju rumah sakit yang kebetulan tak jauh dari tempat kerjanya. Bahkan ia meninggalkan toko rotinya hanya untuk bisa mengetahui keadaan sang adik yang sesungguhnya. Sesampainya di rumah sakit gadis itu langsung mencari keberadaan sang adik. Dengan ekspresi yang ketakutan gadis itu mencoba menanyakan kepada pihak rumah sakit untuk menanyakan keberadaan sang adik. Setelah tahu dimana keberadaan sang adik, gadis itu pun segera berlari ke ruang UGD untuk segera melihat keadaan sang adik.
"Radit....."
Raline mencoba mendekat kearah sang adik yang sedang ditangani oleh dokter dan juga suster tapi ketika ia mendekat ada seorang suster menghalanginya.
"Maaf, silahkan tunggu diluar karena dokter sedang melakukan tindakan," cegah seorang suster.
"Tapi saya ingin melihat keadaan adik saya," tolak Raline yang sudah berlinang air mata.
"Maaf anda tidak bisa berada disini karena dokter sedang melakukan tugasnya," larang suster itu tegas.
Mau tak mau Raline pergi dari tempat sang adik berada. Yang ada di kepala Raline saat ini adalah keselamatan sang adik.
"Radit, jangan tinggalin kakak," pinta Raline.
Suasana hati Raline benar-benar campur aduk ketika tak tahu bagaimana keadaan sang adik karena dokter belum memberikan penjelasan apapun. Bahkan Raline tak tahu kenapa sang adik bisa mengalami kecelakaan yang berat ini. Tadi Raline hanya mendapat telepon dari rumah sakit jika sang adik dibawa ke rumah sakit ini karena mengalami kecelakaan. Jadi Raline tak banyak bertanya dan langsung jalan kesini.
Hampir satu jam lamanya Raline menunggu diluar hingga akhirnya seorang dokter menghampiri dirinya.
"Apa anda keluarga dari pasien bernama Radit?" tanya seorang dokter yang belum terlalu tua.
"Iya dokter saya kakaknya Radit. Bagaimana keadaan adik saya?" tanya Raline dengan ekspresi ketakutan.
"Pasien bernama Radit mengalami pendarahan yang hebat dan juga mengalami patah tulang di kaki dan harus segera dilakukan operasi. Jadi saya harap anda segera mengurus hal-hal yang berhubungan dengan operasi pasien," jawab dokter itu panjang lebar.
Air mata langsung turun dengan begitu derasnya ketika mendengar penjelasan dari dokter. Ia tak menyangka jika keadaan sang adik lebih serius dari yang ia duga.
"Baik dokter saya akan langsung mengurus semua urusan operasi untuk adik saya. Tapi tolong selamatkan adik saya dokter," pinta Raline penuh harap.
"Saya akan melakukan yang terbaik untuk keselamatan pasien. Anda pastikan saja semua hal-hal yang berhubungan dengan operasi pasien," jawab dokter dengan profesional.
"Baik dokter saya akan segera mengurus semuanya," jawab Raline yang sudah menghapus air matanya.
Dokter meninggalkan Raline setelah menjelaskan keadaan Radit saat ini. Raline sendiri langsung berjalan menuju ke tempat administrasi agar Radit bisa segera dioperasi.
"Mbak apa tidak bisa adik saya dioperasi dulu selagi saya mencari biayanya?" tanya Raline penuh harap.
"Maaf mbak tidak bisa. Sesuai dengan peraturan dari rumah sakit jika pasien ingin melakukan operasi maka pihak keluarga wajib melakukan pembayaran diawal sebanyak 50% terlebih dahulu. Jika tak bisa membayarnya maka operasi tidak bisa dilakukan," jawab staff administrasi itu.
"Tapi saya harus mencari uang itu dulu dan jika mendadak seperti ini tidak bisa sedangkan adik saya benar-benar membutuhkan operasi sesegera mungkin. Apa tidak bisa adik saya dioperasi dulu sampai saya mencarikan uangnya?" tanya Raline masih terus meminta.
Staff administrasi itu tampak merasa kasihan kepada Raline tapi peraturan rumah sakit juga tak bisa dilanggar. Dan staff mencoba untuk bertanya ke atasannya hingga akhirnya staff itu menyampaikan kepada Raline bahwa Radit boleh dioperasi lebih dahulu. Tapi tetap saja Raline harus membuat surat pernyataan jika harus segera membayar semua biaya operasi itu. Tentu saja Raline langsung menandatangani surat pernyataan itu walaupun ia tak tahu darimana ia bisa mendapatkan uang itu. Karena dipikiran Raline adalah keselamatan sang adik yang paling penting.
Setelah menandatangani surat pernyataan itu Raline pun segera menuju ketempat sang adik berada. Radit masih berada di ruang UGD. Walaupun Raline tidak bisa mendekati Radit tapi ia bisa melihat dari jauh bagaimana banyak alat-alat medis terpasang di tubuh sang adik. Hati Raline benar-benar sangat hancur ketika mendapatkan kenyataan jika keadaan sang adik tak baik-baik saja. Dari apa yang dikatakan oleh dokter tadi jika keadaan sang adik sedang tak baik-baik saja. Ia berharap jika dokter jika dokter bisa menyelamatkan Radit karena di dunia ini Raline hanya memiliki Radit saja dan jika kehilangan Radit maka Raline tak punya alasan untuk bertahan hidup.
"Radit, kakak tahu kamu pasti kuat. Jadi kamu harus bertahan," ucapnya dengan suara sendu.
Setelah itu Raline hanya bisa berdoa dan berharap jika keadaan sang adik akan baik-baik saja.
Dengan ekspresi yang sangat lelah mobil yang membawa Arsen sudah sampai di penthouse milik Arsen. Penthouse yang sangat eksklusif dan juga pastinya private. Arsen memang sengaja membeli penthouse itu karena ia tak mau waktu istirahatnya terganggu oleh hal-hal yang tak penting. Tentu saja untuk membeli penthouse ini Arsen harus merogoh uang yang tak sedikit tapi pagi seorang Arsen Felix Douglas uang tak jadi masalah jika demi kenyamanan. Apalagi setelah ia menjadi seorang CEO maka kenyamanan dan juga keamanan sangatlah penting.
Mobil sudah berhenti di parkir basemant dan Arsen masih belum membuka matanya setelah ia pergi dari makam Cellia tadi.
"Maaf tuan arseny kita sudah sampai," kata Rey membangunkan Arsen.
Perlahan Arsen mulai membuka matanya dan mulai membenarkan posisi duduknya.
"Rey, apa besok saya ada meeting penting?" tanya Arsen datar.
Rey langsung mengambil ponselnya untuk memeriksa jadwal dari bosnya.
"Besok tidak ada meeting penting tuan. Hanya saja siang besok ada jadwal makan siang dengan beberapa rekan bisnis yang biasanya bekerjasama dengan perusahaan Douglas," jawab Rey jelas.
Arsen mencoba mengingat jadwalnya yang pernah sekretarisnya ucapkan.
"Beritahukan kepada rekan-rekan kerja yang sering bekerja sama dengan perusahaan Douglas jika saya tidak bisa datang untuk makan siang. Selain itu besok saya tidak akan datang ke kantor jadi kirim semua pekerjaan kantor ke penthouse agar bisa saya kerjakan semuanya," perintah Arsen dengan jelas.
"Baik tuan Arsen...."
Rey hanya bisa mematuhi semua perintah yang Arsen ucapkan. Ia tak pernah membantah apapun perintah dari sang bos. Sedangkan Arsen setelah memberikan perintahnya langsung turun dari mobil dan berjalan menuju lift yang akan membawanya ke unit penthouse miliknya. Tak banyak lagi ucapan yang ia katakan karena Arsen bukan tipe orang yang banyak bicara.
Sesampainya di penthouse miliknya, Arsen langsung berjalan menuju kamarnya. Ia membuka kemeja putih yang ia pakai sehingga terlihat perutnya yang six pack. Walaupun Arsen sibuk dengan pekerjaannya ia masih menyisihkan waktu untuk berolahraga. Bagi Arsen ia tak mau membuang waktunya dengan percuma dan ditambah lagi menjadi seorang pemimpin membutuhkan kesehatan maka dari itu Arsen benar-benar menjaga kesehatannya dengan rajin berolahraga dan juga mengkonsumsi vitamin.
Arsen langsung masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya karena merasa sangat lelah. Dibawah shower yang mengguyur tubuhnya, Arsen benar-benar teringat akan ucapan dari sang Bunda bahwa ini sudah saatnya ia untuk membuka diri. Tadi ketika ia berada di makam Cellia, Arsen juga mengatakan kepada Cellia bahwa ia mencoba memenuhi keinginan sang Bunda. Tapi walaupun begitu ada rasa berat yang Arsen rasakan. Apakah ia benar-benar bisa melupakan Cellia dan bahkan mengganti posisi Cellia dengan wanita lain? Yang pasti Arsen belum bisa tahu akan hal itu. Untuk saat ini ia mencoba untuk membuka hatinya dan mungkin saja akan ada wanita yang bisa membuat hatinya kembali menghangat setelah sekian lama membeku?
Sedangkan Raline masih setia menunggu di depan ruang operasi. Ia tak beranjak sedikit dari ruang tunggu karena ia ingin tahu keadaan sang adik. Pikirannya saat ini benar-benar sangat kosong karena tak bisa memikirkan hal yang lain.
"Ra, diminum dulu tehnya," ucap Anya yang menemani Raline.
"Makasih Anya," kata Raline menerima teh pemberian Anya.
Dengan perlahan Raline meminum teh hangat pemberian dari Anya. Setelah meminum teh hangat itu Raline menjadi lebih baik.
"Kamu gak usah khawatir Radit pasti akan baik-baik saja." Anya mencoba memberikan semangat.
Raline memandang kearah Anya dengan tatapan yang penuh harap.
"Aku juga berharap seperti itu. Tapi aku bingung bagaimana harus membayar biaya rumah sakit yang besar. Tadi aku sudah menandatangani surat pernyataan jika akan membayar biaya operasinya Radit dalam waktu 3 hari kedepan. Sedangkan biaya operasi Radit tak murah jadi aku bingung harus mencari uang sebanyak itu darimana," jawab Raline yang terlihat bingung.
"Memang berapa banyak uang yang kamu butuhkan untuk membayar uang operasi Radit?" tanya Anya ikut panik.
"Sekitar 100 juta dan setidaknya aku harus membayar uang muka sekitar 50 juta terlebih dahulu. Dan kamu tahu jika aku tak punya uang sebanyak itu," jawab Raline frustasi.
Anya bisa merasakan apa kesusahan yang dirasakan oleh sang sahabat tapi dilain sisi ia tak bisa berbuat apa-apa.
"Aku harus apa?" tanya Raline pada dirinya sendiri.