Tamparan Keras

1091 Words
PLAK!!! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Valleria Dewina Adam, hingga membuat wanita bertubuh mungil dan tampang rupawan itu terdiam sejenak, bak patung selamat datang di sebuah kota yang bersiap menyambut siapapun yang mengunjungi kota itu. Semua terasa membeku, satu-satunya anggota tubuh yang mampu merespon situasi itu adalah mata. Ya, air mata Valley—dia biasa di panggil orang sekitarnya. Mengalir deras tak terbendung. Tangannya gemetar meraba pipi mulus miliknya, yang selalu menjadi sasaran empuk tangan kekar yang seharusnya lebih pantas membelai dan melindungi bukan menganiaya seorang istri yang sudah lima tahun mengabdi. Demi sebuah harkat dan martabatnya, dia akhirnya memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap pria yang telah berhasil menamparnya sekuat tenaga itu dengan tatapan penuh kekecewaan. Meski hatinya hancur, dia tak ingin terlihat lemah di hadapan pria yang telah berani membawa wanita lain kerumahnya. "Kenapa mata kamu natap aku gitu? Mau ngelawan kamu, hah?!" teriak suara pria bertubuh tinggi dengan wajah tampan, mengisi keheningan rumah itu. Valley masih terdiam, bibirnya terkatup rapat. Hanya air mata yang semakin mengalir deras. Meski dia berusaha menguatkan hati, tapi dia tak sekuat itu. Hatinya hancur melihat semua yang telah terjadi. "Jangan nangis aja bisanya. Jadi istri gak becus, jadi ibu gak becus. Jadi apa cocoknya kira-kira wanita macam kamu ini? p*****r kali, ya?!" Ejek Mario Devis Soedarjha. Dia adalah pria yang merupakan suami Valley yang telah dia nikahi selama lima tahun lamanya. Seorang pria dengan temperamental dan moody. "Mario! Ga sepantesnya kamu ngomong gitu. Aku ini istri kamu?" tandas Valleria dengan suara dan bibir bergetar. Dia tak tahu lagi harus berkata apa dengan keadaan dimana sang suami telah bersikeras untuk bercerai darinya. "Aku berbicara dengan benar dan sejujurnya. Kenapa kamu yang sewot. Buktinya Brigitta turun nilainya. Kamu itu Cuma bagian dari sampah masyarakat. Sadar gak?" ucap Mario lagi dengan senyum sinis hingga membuat Valley mengepalkan tinjunya lalu melangkah mendekat kearah Mario seolah dia bersiap untuk meninju pria yang berada di hadapannya berdiri dengan semua kesombongannya itu. "Soal Brigitta turun nilainya itu karena dia ketinggalan pelajaran. Kamu sendiri yang maksa dia buat ikut liburan ke London demi ketemu ibunya disana. Kenapa harus di London coba? Toh Ibunya tinggal di Jakarta. Kalaupun mau mengajak berlibur ya cari pas liburan sekolah dong. Kamu pikir Brigitta senang dia berlibur?" tanya Valleria yang sudah mulai lancar menjawab. "Kalau kamu iri hati bilang saja. Dasar busuk hati. Seharusnya kamu kasihan dengannya yang tidak bertemu ibunya bukan malah menghalangi..." jawab Mario sinis. "Kapan aku pernah menghalangi? Bahkan aku yang kerap menghubungi ibunya agar datang mengunjunginya, tapi apa responnya? Tidak perduli!" jawab tegas Valleria. "Kamu jangan sok tau. Kamu itu cuma karyawan rendahan. Mungkin perusahaan kamu juga pengen buang kamu, sepertiku yang menyesal telah menikahimu. Entah ilmu dari dukun mana yang kamu pakai sehingga aku dan perusahaanmu menjadi korban..." jawab Mario membuat Valleria merasa sedih melihat pria yang dahulu mengejarnya kini begitu menghinanya. "Mario..." ucap Valleria lagi dengan suara bergetar tak percaya dengan kalimat sang suami yang sangat menusuknya. "Kenapa? Kamu gak terima? Masih juga nyalahin aku, kenapa aku nyari wanita lain, hah?!" Hardik Mario dengan suara lumayan tinggi. "Kamu..." ucap Valleria dia bingung harus berkata bagaimana. "Aku kenapa? Masih juga kamu keras kepala dan mencari alasan kenapa aku mencari wanita lain? Oke, aku kasih tahu. Pertama, kamu itu mandul. Kedua, kamu itu istri yang gak tau apa-apa soal suaminya. Jadi, intinya kamu itu wanita GAK GUNA!" ucap Mario lagi emosi. "Aku gak guna? Lantas kenapa kamu juga bertahan bahkan lima tahun pernikahan? Kalau memang aku gak ada gunanya sama sekali?" tanya Valleria dengan segudang rasa kecewa. "Ya, mungkin saat itu aku masih terpengaruh sama dukun kamu itu..." jawabnya santai. "Sampai-sampai aku gak bisa ninggalin kamu..." imbuhnya sembali mencibir. "Kalau kau terkena guna-guna olehku. Tidak mungkin kamu selingkuh, Mario. Ternyata kamu selingkuh bukan cuma sekali. Apakah itu ulah dukun juga? kesalahanku juga?" Tanyanya sedih. Terlihat Valleria menghela nafasnya sejenak dan mengerjab-ngerjabkan matanya, dia tak ingin terlihat menyeka air mata. "Kamu mungkin benar, Mario. Aku adalah wanita bodoh dan gak guna. Wanita yang rela melakukan apa saja demi mempertahankan rumah tangganya. Wanita yang berharap keajaiban kalau suaminya akan berubah. Wanita bodoh yang percaya jika suaminya benar-benar menyesal telah berselingkuh dan mempercayai setiap kalimat yang terlontar dari bibir suaminya. Ya, aku memang sebodoh itu, Mario. Andai aku dari dulu melepaskan pria sepertimu, mungkin saat ini aku sudah berbahagia dengan pria yang pantas untukku..." Valleria terlihat kembali menarik nafasnya hingga cekungan di lehernya terlihat jelas. Lalu dia melanjutkan kalimatnya setelah merasa yakin kuat untuk berbicara. "Bahkan saking bodohnya aku. Aku masih diam saja melihatmu membawa wanita lain ke rumah ini dan duduk diam di mobil yang bahkan aku naiki!" imbuhnya sembari menunjuk mobil yang terparkir di halaman rumahnya, dimana terlihat seorang wanita duduk disana menunggunya dengan menoleh kearah rumah dan itu semakin mengoyak hatinya. "Bukankah pembicaraan kita semalam sudah jelas. Kau setuju bercerai denganku. Lantas masalahnya apa?!" tanya Mario lagi membuat Valleria kian meneteskan air matanya. "Kau tinggal tunggu proses dan biarkan Brigitta bersamaku. Jangan kau kotori pikiran anak itu. Diam dan jalani hidupmu. Aku akan mengirimkan surat cerai sesegera mungkin." tegas Mario lagi. "Lantas, kalau aku terpaksa menyetujuinya kau langsung membawa wanita lain kerumah ini? Tidak ada sedikitpun inginmu untuk mempertahankan rumah tangga kita? Lima tahun bukan waktu yang singkat, Mario. Tidak adakah sedikit saja niatmu untuk berjuang?" tanya Valleria lirih, matanya menatap pria dengan air mata yang telah menumpuk di pelupuk matanya. "Apalagi yang harus aku pertahankan? Toh, hingga detik ini kau juga tidak bisa hamil. Kau mandul! Sadarlah..." jawab Mario membuat Valleria menggigit bibirnya agar dirinya tidak semakin bersedih. Toh kalimat mandul sudah ratusan bahkan mungkin jutaan kali dia dengar selama ini "Bagaimana mungkin aku hamil, jika kau bahkan lebih sering bermalam di luar? Bahkan kau jarang kerumah?" tanya Valleria lagi. "Kau dulu yang memintaku menunda kehamilan karena tugasku mengurus Briggita, anakmu!" jawab Valleria mulai berani meluapkan amarahnya. "Ohh, jadi kau merasa menyesal telah mengurus anakku? Pantas Tuhan tidak memberikan anak padamu, hatimu kotor! Kau bahkan mengurus anak dari suamiku saja ternyata tidak ikhlas!" ketus Mario teepancing amarahnya. "Aku tidak mengatakan aku menyesal telah mengurus anakmu dari hasil hubungan gelap kalian. Aku hanya mengatakan keadaan sebenarnya. Kau memintaku menunda kehamilan sampai aku harus KB, walaupun aku seharusnya berhak memilih jalan hidupku, tapi aku cukup patuh terhadapmu karena kau suamiku. Dan aku percaya dengan kata-kata manismu dulu..." Mendengar jawaban sang istri Mario merasa semakin kesal, tanpa sadar kakinya melangkahkan mendekat kearah sang istri dengan mata merah menyala menahan amarah. Bersambung.... Hallo semua pembacaku. Jangan lupa vote dan komen ya. Aku sedikit revisi cerita ini. Semoga kalian suka dengan versi ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD