Part 8

1867 Words
"Wanita itu!" kaget Advaya. Advaya terkejut dengan apa yang ia lihat. Ia ingat wanita itu, ia adalah orang yang berteriak sakit depan pintu ruang kerjanya, dan juga ia adalah orang yang berkata bahwa ia sudah sembuh dari sakitnya. Advaya mengerutkan keningnya tanda bahwa ia sedang berpikir. "Meisa...model terkenal itu?" ucap Advaya tercengang. Yah, sekarang ia tahu siapa perempuan itu, tapi keningnya kembali berkerut ketika menebak-nebak siapakah sebenarnya lelaki yang memakai topi dan jaket itu. Lia dibawa pergi, dan saat itu Lia berada di ruang kerjanya. "Aku akan selidiki ini, siapa tahu saja ia termasuk salah satu orang yang memperdagangkan manusia atau...." Kesimpulan Advaya tertahan. Matanya membulat sempurna. "Mucikari!" seru Advaya. "Tidak...! Lia tidak boleh dibawa oleh perempuan itu!" ucap Advaya panik. "Lia itu...polos, lugu dan...astaga," khawatir Advaya. Pikiran Advaya sudah melayang kemana-mana, semua objek yang menjadi pemikirannya adalah Lia. Advaya saja yang tidak tahu bahwa perempuan yang dikiranya bergabung untuk menculik Lia adalah kakak dari Lia sendiri. ............................... Arya dan Meisa sedang memandangi adik mereka yang sekarang ini duduk tenang di jok mobil. "Lia, dengarkan kakak yah, Lia tidak boleh lagi pergi ke tempat tadi," ucap Meisa. Lia menoleh ke arah kakaknya dan mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa begitu kakak?" tanya Lia. "Disana tempat tidak bagus Lia, laki-laki tadi ingin berbuat macam-macam padamu," jawab Meisa dengan sabar. "Oh, maksud kakak tuan baik hati tadi?" tanya Lia. Meisa mengerutkan keningnya. "Tuan baik hati?" ulang Meisa. Lia mengangguk. "Tunggu, maksud Lia tuan baik hati yang mana?" tanya Arya penasaran. "Tuan baik hati itu adalah orang yang saat itu memeriksa Lia dari sakit dan memberi makanan pada Lia ketika Lia lapar, tuan baik hati itu juga bilang kalau Lia lapar, Lia tinggal pergi di sana saja dan bilang padanya saja." Jawab Lia teduh. Meisa dan Arya saling memandang lalu melongo. "Tadi kita di rumah sakit, kan?" tanya Meisa sambil mengerutkan keningnya. Arya mengangguk. "Berarti lelaki tadi adalah Lelaki yang waktu itu Lia ceritakan di meja makan," ucap Meisa lalu tersenyum masam ke arah Lia. "Kak, apa kita salah sangka?" bisik Arya. Meisa terdiam lalu tersenyum masam. "Aku bingung," balas Meisa berbisik. Mereka berdua menggaruk tenguk mereka yang tak gatal. Lia hanya memandangi kedua kakaknya. "Ah, wahai kakakku. Aku akan pergi lagi ke tempat sampah yang lain, permisi." Ucap Lia lalu ia turun dari mobil itu. Meisa dan Arya hanya tersenyum, lalu mereka saling melempar pandangan. "Mau melanjutkan?" tanya Arya. "Sudah begini, kenapa tidak?" jawab Meisa. "Baiklah kalau begitu kita lanjutkan tujuan awal kita, mengikuti Lia!" seru Arya semangat. "Yeyeye...!" sahut Meisa. "Awas ketahuan lagi yah!?" ucap Arya. Meisa hanya balas tersenyum masam. ............................... Lia berjalan di trotroar jalan dan singgah di setiap tempat sampah yang ia temui. Seperti biasa ia mencakar dan mengobrak-abrikan tempat sampah itu. Krek Krek Krek Bunyi cakaran tempat sampah yang dilalukan Lia. Ini magrib, sebentar lagi akan malam, Lia hendak mencari makan malam di tempat sampah yang di jarahnya itu. "Tidak ada?!" gumam Lia cemberut. "Masa tidak ada? Tempat sampah ini kan lumayan besar," gumam Lia sendiri. Sebuah mobil berhenti tepat di belakang Lia yang sedang menghadap ke tempat sampah. "Cu, apa itu kau?" tanya orang yang duduk di dalam mobil. Lia berbalik ke belakang dan menatap orang yang sedang bersuara. "Nenek?!" ............................ "Langsung saja, aku ingin kau menyelidiki perempuan ini," pinta Advaya ke arah seorang lelaki. Lelaki tersebut mengangguk patuh. "Dan temukan gadis ini secepatnya, ia sering duduk di pinggir tempat sampah di kota ini. Ingat, jangan berbuat kasar pada gadis ini, awas saja jika aku tahu kalian berbuat kasar," pinta Advaya di sertai ancaman. Orang itu mengangguk patuh. "Aku butuh info itu secepatnya, akan aku bayar berapapun asalkan tugasmu selesai, mengerti?" ucap Advaya. Orang itu mengangguk lalu pergi dari hadapan Advaya. "Mengerti, saya permisi." Pamit orang itu. Advaya mengangguk. Sepeninggal orang yang di suruh Advaya tadi, ia sedang melamun sambil berpikir. "Kemana mereka membawa Lia?" gumam Advaya. Advaya juga sudah melihat rekaman CCTV yang memperlihatkan sebuah mobil hitam di depan rumah sakit dan beberapa orang di dalam mobil itu, yang menjadi praduga terkuatnya yaitu, di dalam mobil itu hampir semuanya lelaki dan saat mobil itu berjalan, perempuan yang berada di ruang pemeriksaan waktu itu berjalan terburu-buru. "Jika benar kau menculik Lia untuk menjualnya, maka tak akan ku ampuni kau," ucap Advaya. Setelah pertemuannya dengan Lia beberapa waktu lalu, Advaya ingin bertemu dengan Lia lagi, entah mengapa Advaya ingin itu. Mungkin pikirnya, Lia tidak seperti perempuan dan gadis lain yang selalu mencari-cari perhatian dari lelaki tampan dan kaya. ......................... Meisa dan Arya melotot lagi ketika melihat Lia masuk ke mobil lain lagi. "Ya Allah, berapa kali adikku naik mobil orang dalam sehari?" tanya Arya. "Entahlah, aku juga tidak tahu," Meisa yang menyahut. "Ian, ikuti mobil itu!" pinta Meisa. "Baik, nona besar," sahut Ian. Mobil sudah dijalankan. "Ada berapa bodyguard yang di tugaskan untuk mengawasi adikku?" tanya Meisa. "Keseluruhannya ada tujuh orang, Nona." Jawab Tono. Meisa menaikkan sebelah alisnya. "Lalu kenapa hanya kalian bedua saja yang disini?" tanya Meisa. "Karena nona besar dan tuan muda juga ikut, teman kami di mobil lain, yang di mobil itu mereka akan menyamar ketika nona muda masuk ke sebuah restoran atau di tempat lainnya, kami hanya memantau di bagian luar saja," jawab Tono. Meisa manggut-manggut tanda mengerti, Arya juga sama. "Jadi rupanya kalian bagi-bagi tugas yah," ucap Arya. Tono mengangguk. "Sebenarnya bodyguard hari ini hanya tujuh tapi kami akan melakukan pergantian lagi tuan, ada beberapa orang teman kami lagi yang masih belum di tugaskan, nanti sift mereka besok, kami akan di beri waktu istirahat ada juga separuh yang mengawasi tuan kecil sekolah kanak-kanaknya," jelas Tono. Tuan kecil yang dimaksudkan oleh Tono adalah Davin Adelio Farikin, anak dari Pasha. Arya dan Meisa manggut-manggut tanda mengerti. "Tapi kemana mereka akan pergi?" tanya Meisa penasaran. "Aku juga tidak tahu kak, kita ikuti saja mereka," sahut Arya. Meisa mengangguk setuju. "Apa adikku selalu diperlakukan kasar oleh orang-orang luar?" tanya Meisa ke arah Tono. "Hanya segelintir orang yang tidak menghargai dan memahami orang lain saja, Nona." Jawab Tono. Meisa manggut-manggut. "Aku jadi penasaran siapa segelintir orang yang tidak menghargai dan memahami orang lain itu yah?" tanya Meisa. Tono terdiam. Sebenarnya ia dan kawan-kawan tahu siapa-siapa saja yang di temui nona dijalanan dan mereka berlaku kasar pada nona. Kebanyakan para gadis-gadis kalangan atas. "Hanya beberapa gadis-gadis kalangan atas, Nona." Jawab Tono. Meisa menaikkan sebelah alisnya. "Maksudmu gadis-gadis kaya, anak pejabat?" tanya Meisa tepat. Tono mengangguk. Arya ikut menaikan sebelah alisnya dan tersenyum mengejek. "Tentu saja mereka akan berbuat begitu pada adikku, mereka terlalu sombong akan status mereka," ucap Arya sinis. Meisa tersenyum mengejek. "Aku ingin data mengenai gadis-gadis kaya yang kau maksudkan itu, Ton!" pinta Meisa. Tono mengangguk. "Baik, nona besar." Sahut Tono. Ada perbedaan panggilan yang digunakan oleh para pelayan dan pekerja yang bekerja di kediaman Farikin. Panggilan tuan besar diajukan untuk ayah Lia, nyonya besar ditunjukan untuk ibu Lia, Vania. Pasha dipanggil dengan sebutan tuan tertua, sedangkan Meisa dipanggil dengan sebutan nona besar. Istri Pasha di panggil nyonya muda. Arsyad dan Arya dipanggil tuan muda, Lia di panggil dengan sebutan nona muda, sedangkan Davin anak Pasha di panggil dengan sebutan tuan kecil. Attala mempekerjakan banyak bodyguard khusus untuk putri bungsunya 15 tahun lalu ketika Lia masih umur 5 tahun. bahkan ada beberapa bodyguard dari Lia yang ayah mereka merupakan bodyguard Lia sebelumnya, namun karena sudah tua dan renta, anak mereka mengambil alih pekerjaan mereka, dengan alasan yang sama, kesetiaan. Hubungan ayah dari para bodyguard dan Attala di waktu lampau sangat dekat. Attala juga sering membantu ayah dari para bodyguard yang sekarang bekerja pada mereka di saat bisnis Attala belum terkenal. Setelah bisnis yang digeluti Attala terkenal, Attala mempercayai mereka untuk menjaga keselamatan putrinya. Beberapa bodyguard Lia sekarang yang dulu ayah mereka juga merupakan bodyguard dari Lia yaitu. Tono, Ian, Ciko dan Linta. Di antara bodyguard Lia yang paling terbawa emosi jika menyangkut nona muda mereka adalah Linta seorang perempuan berumur 29 tahun dan Ian yang waktu itu menyamar di restoran. Linta merupakan salah satu bodyguard yang bisa memanipulasi penyamaran, ada juga Tony, yang 7 tahun lalu mulai bekerja untuk Attala. Tony sendiri adalah seorang preman pasar, ia pertama bertemu dengan Lia di salah satu tempat sampah yang menjadi tempat singgah Lia waktu ia berumur 13 tahun. Tony kala itu berumur 26 tahun, ia sedang kesakitan karena habis dipukul massa karena ketahuan mencopet, jadi ia bersembunyi di dalam bak sampah yang lumayan besar untuk menghindari massa yang mengejarnya. Lia ada di sana, ia melihat Tony kesakitan dan wajah babak belur. Saat massa mendekat ke arah Lia berada, mereka menanyakan tentang Tony si preman yang mencopet pada Lia. Lia memang tak mengenal Tony jadi ia hanya menggelengkan kepalanya saja tanda tak tahu. Flashback 7 tahun lalu. Tony baru saja di hantam massa beramai-ramai karena ketahuan mencopet. Ia berhasil kabur dari pukulan-pukulan yang dilontarkan massa pada wajah dan tubuhnya, ada juga massa yang memukulnya menggunakan kayu balok, helm dan lain sebagainya. Ia lari terbirit-b***t sambil menahan sakit dan lompat di dalam bak sampah yang lumayan besar, kala itu di dekat pasar. Bruk Suara badan Tony menghantam dasar bak sampah. Krek Krek Krek Tony menutup tubuhnya dengan tumpukan-tumpukan sampah. Pandangan matanya bertemu dengan Lia yang kala itu baru beranjak remaja, Lia hanya memandanginya dengan tatapan bingung dan teduh. "Kejar dia kejar dia!" seru seorang massa berteriak. "Hajar dia lagi!" teriak salah satu massa lagi. "Dasar pencopet" maki salah satu massa lagi. Mereka berbondong-bondong berjalan ke arah Lia. "Adik, apa kau melihat seorang pencopet lari ke arah sini?" tanya seorang massa sambil memegang kayu balok di tangannya. Lia mengerutkan keningnya lalu menggeleng. Tentu saja dia tidak tahu kalau Tony itu adalah pencopet yang dimaksud. Lalu mereka manggut-manggut tanda mengerti, mereka melanjutkan kembali pencarian mereka. Cukup lama Lia berdiri di depan bak sampah sambil memandangi Tony yang menahan ringisan kesakitannya yang juga memandanginya. Mendekat ke arah Tony yang sedang menahan sakit di sekujur tubuhnya. "Apa kau lapar?" tanya Lia teduh. Tony memandangi gadis remaja yang sedang menyodorkannya makanan. Tanpa pikir panjang Tony mengambil makanan itu dan langsung melahapnya. Beberapa saat setelah Tony selesai memakan makanan pemberian dari Lia. "Dar--ri mana kau dap--patkan makanan it--tu?" tanya Tony susah payah. Lia memandangi Tony. 'Orang baik' batin Lia menyimpulkan. "Dari dasar yang sekarang kau duduki wahai tuan berwajah merah," jawab Lia teduh. Tony mengerutkan keningnya. "Wajah merah?" gumam Tony. Lalu ia meraba wajahnya dan benar saja, wajah Tony penuh dengan darah. "Tunggu! Dasar yang sekarang ku duduk?" beo Tony. Lia mengangguk polos. Tony melihat sekelilingnya. "Tempat sampah!" seru Tony. "Astaga! Huek huek!" panik Tony. Flashback end Setelah kejadian itu, Tony di bawa Lia ke belakang rumah mewah, ada beberapa bodyguard Lia yang mengawasi, salah satunya ayah Ian yang masih bekerja pada saat itu. Attala mengerutkan keningnya bingung ketika mengetahui putri bungsunya membawa seorang lelaki dengan wajah babak belur. Attala mengobati Tony sesuai dengan permintaan putrinya. Selang satu minggu setelah Tony sembuh total dari memar dan retakan tulang yang di alaminya akibat pukulan massa, ia mengajukan dirinya untuk mengabdi kepada Attala dengan syarat menjadi bodyguard Lia. Attala tak mudah percaya, ayah Ian, ayah Linta, dan ayah Tono dan Ciko menguji kesetiaan dan pengabdian Tony, akhirnya setelah 3 bulan masa uji, Tony diloloskan menjadi bodyguard Lia. .............................. "Ayo naik, Cu!" pinta Dewi Sulastri. Lia memandangi sang nenek yang pernah ia beri makanan itu. Berpikir sesaat lalu ia naik sesuai dengan pinta sang nenek. "Kau sedang apa, Cu?" tanya Sulastri. "Ah wahai nenek, aku sedang mencari makan malamku di tempat sampah itu," jawab Lia teduh. Sulastri membulatkan matanya. "Lagi!" seru Sulastri. "Astaga cu, kau bisa sakit perut nanti," ucap Sulastri. Lia balas tersenyum teduh. Lalu mobil yang mereka naiki berhenti di sebuah rumah mewah berlantai 3. "Nyonya besar, sudah sampai." Ucap sang supir. Sulastri mengangguk lalu ia turun. "Ayo cu kita turun, sudah sampai!" pinta Sulastri. Lia menuruti. Dilihatnya rumah mewah berlantai 3 itu. "Wahai rumah, kau sungguh indah seperti istana," ucap Lia takjub. Sulastri tersenyum. Ada para bodyguard yang ditugaskan Agri. "Mari masuk, Cu." Ajak Sulastri. "Ini rumah nenek?" tanya Lia Sulastri mengangguk. Lia menuruti, ia masuk ke dalam rumah mewah itu. "Selamat malam, nyonya besar," salam para bodyguard dan pekerja dan pelayan. "Hm," sahut Sulastri. "Dimana cucuku?" tanya Sulastri. "Di ruang makan, nona Nakheisa dan keluarga juga sudah ada di sana," jawab sang pelayan. Sulastri mengangguk lalu berjalan ke arah ruang makan. "Ah! nenek sudah datang!" seru Nakheisa girang. "Nenek, ayo duduk di--KAU!" ..............................
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD