Part 9

1690 Words
Mobil yang dinaiki oleh Meisa dan para bodyguardnya berhenti di sebuah gerbang besar dan kokoh. Meisa mengerutkan keningnya bingung. "Rumah siapa ini?" tanya Meisa penasaran. "Linta, data rumah ini tolong tranfer secepatnya padaku," pinta Ian. "Baik, tunggu beberapa menit," sahut Linta. Meisa dan lainnya menunggu dua menit. "Ian, masuk ke rumah itu dan menyamar, aku akan menyusul ini rumah si srigala, Agri Arelian Nabhan!" seru Linta tegas. Ian beregas memakai masker dan penutup kepala. Meisa mematung. "Apa?! Agri...oh tidak!" panik Meisa. Meisa ikut turun namun dicegat Tono. "Kami akan menangani ini nona bes--" ucapan Tono terputus. "Tony sudah masuk! Aku akan menyusul lewat belakang, ada titik terang disana," ucap Linta memberi tahu. Tono menyahut. "Kami akan di sini, jika terjadi hal yang tidak di inginkan, buat kekacauan untuk mengalihkan perhatian, lalu bawa nona keluar, bagaimanapum caranya," ucap Tono di depan earphone. "Tidak usah mengajariku, aku tahu," sahut Tony. Tono hanya mencebik kesal. Ian ikut masuk lewat samping rumah mewah itu. Suasana di situ agak lenggang dan juga minim pencahayaan. Sedangkan Tony entah dari mana ia masuk ke halaman rumah mewah yang ketat penjagaan itu. Linta menyamar menjadi seorang pelayan setelah membuat seorang pelayan pingsan tak sadarkan diri. "Banyak penjaga, terlalu ketat penjagaan, waspada!" bisik Linta di depan penghubung earphone. "Aku tahu," sahut Tony dan Ian bersamaan. ...................... "Nenek, ayo duduk di--KAU!" Agri bersuara. Agri memandangi Lia dengan sebelah alisnya di naikkan. "Siapa dia, Ibu?" tanya Rahman Nabhan. Anak kedua Sulastri. "Oh, dia ini adalah salah satu gadis yang menjadi temanku," jawab Sulastri santai. "Hah!?" Agri dan yang lainnya cengo. Bagaimana bisa, pikir mereka bersamaan. Pasalnya perbedaan umur Lia dan Sulastri sangat terpaut jauh. "Ehm... tapi bu dia ini...," ucapam Rahman terputus. "Terlalu muda?" sela Sulastri. Rahman dan yang lainnya mengangguk. "Ck! Memangnya tidak boleh aku memiliki teman? Memangnya kalian saja yang boleh? Ck!" cibir Sulastri pedas. Rahman dan yang lainnya bungkam. Mau menyahut takut di cibir lagi. Jadi mereka memilih aman saja. Sedangkan Agri hanya bisa terdiam sambil memandangi Lia tajam. "Ayo duduk, Cu." Pinta Sulastri. Lia mengangguk lalu duduk di kursi yang sudah di sediakan. Mereka semuanya memulai makan malam mereka. Agri memandangi Lia tajam. "Apa lagi kali ini yang di perbuat gadis aneh itu?" batin Agri sinis. Ia menaikan sebelas alisnya. "Agri, ada apa dengan matamu?Kenapa pandanganmu tak berkedip?" tanya Sulastri. Agri tersadar dan menurunkan pandangannya. "Seperti srigala melihat domba saja," gerutu Sulastri. Rahmat dan yang lainnya melongo ke arah Agri. Lia menoleh ke arah Agri lalu ia membulatkan matanya. "Ah, rupanya kau tuan pemilik dompet," ucap Lia. Sulastri dan yang lainnya kembali memandagi Agri. "Pemilik dompet? Agri kau mengenal temanku?" tanya Sulastri tajam ke arah Agri. "Tidak." Sahut Agri datar. "Hm?!" Lia dan yang lainnya bingung. "Dasar es!" cibir Nakheisa dalam hati. Sulastri ganti memandangi Lia. "Cu, dia bilang ia tak mengenalmu," ucap Sulastri ke arah Lia. Lia manggut-manggut. "Oh, rupanya wajah mereka sama." Sahut Lia. Agri mengeraskan rahangnya menahan kesal. "Gadis aneh ish," batin Agri menahan kesal. "Apa kau mengenal cucuku?" tanya Sulastri. Lia menggeleng. Agri melotot ke arah Lia. Nakheisa melihat itu. "Ada yang baru nih," batin Nakheisa. "Tuan ini bilang tidak kenal denganku, berarti aku juga tak kenal dengan tuan ini," jawab Lia teduh. Agri seperti tak rela menerima jawaban yang dilontarkan oleh Lia. "Kenapa kau bicara seperti itu? Apa kau lupa siapa yang memberimu makan ketika kau mencakar dan mengobrak-abrik isi tempat sampah?!" ucap Agri tegas. Nakheisa mengertukan keningnya. Sulastri menahan tawanya. "Tadi kau sediri yang bilang tidak kenal padanya, sekarang kau marah, ck!" ucap Sulastri sinis. Agri menelan suaranya. "Ucapannya berapa kata tadi yah? Banyak sekali," batin Nakheisa menghitung banyaknya kata perkata yang di lontarkan Agri. Linta berdiri menyamar menjadi pelayan pembawa makanan, ia menahan emosinya mati-matian saat Agri melotot dan berkata dengan nada tinggi ke arah Lia. "Ingin sekali ku robek mulut srigala ini," batin Linta menahan emosi. Ia tidak terima jika nonanya di katai kasar seperti itu. Nonanya itu polos dan lugu, ia tak terlalu mengerti mengenai urusan orang dewasa atau kalimat yang merumitkan. Kemampuan nonanya memang kalah jika disandingkan dengan orang pintar dan jenius. Tapi kemampuan berbicara orang pintar dan jenius tidak bisa di sandingkan dengan kemampuan berbicara, bertutur teduh dan selalu sopan. Nonanya biar di marahi habis-habisan oleh orang lain, tetap saja nonanya itu akan menanggapi dengan kepala dingin. "Ah baiklah-baiklah mari kita makan saja," pinta Sulastri. Lia mengambil makanan di piringnya. Lalu pandangannya beralih ke arah Sulastri. "Wahai nenek, aku akan makan makanan ini lalu setelah itu akan minum minuman ini, apakah boleh?" tanya Lia. "Hah!?" beo Sulastri dan yang lainnya terkecuali Agri. Sulastri manggap-manggap, begitu pula Rahman dan istri beserta ketiga anaknya. "Makanlah," sahut Agri datar. Sulastri menoleh ke arah cucunya. "Ah boleh cu, makanlah," ucap Sulastri sambil tersenyum lebar ke arah Lia. Mendapat persetujuan nenek itu, Lia menoleh ke arah Rahman. "Paman, aku akan makan makanan ini lalu setelah itu akan minum minuman ini, apakah boleh?" tanya Lia. Rahman tersenyum lebar sambil mengangguk terheran-heran. Lalu Lia beralih ke arah istri Rahman, Masia. "Bibi, aku akan makan makanan ini lalu setelah itu akan minum minuman ini, apakah boleh?" tanya Lia. Masia terheran-heran tapi mengangguk. Lalu Lia menoleh ke arah Agri. "Tuan pemilik dompet, aku akan makan makanan ini lalu setelah itu akan minum minuman ini, apakah boleh?" tanya Lia. Agri mengangguk. "Makanlah," sahut Agri datar. Lalu Lia menoleh ke arah Nakheisa. "Nona, aku akan makan makanan ini lalu setelah itu akan minum minuman ini, apakah boleh?" tanya Lia. Nakheisa hanya bisa membuka mulutnya lalu mengerjab-ngerjabkan matanya. Lia masih menunggu jawaban dari Nakheisa. "Ehm!" Sulastri berdehem. Nakheisa tersadar. "Ah boleh," sahut Nakheisa lalu tersenyum lebar. Lia menoleh ke arah adik Nakheisa. "Tuan-tuan, aku akan makan makanan ini lalu setelah itu akan minum minuman ini, apakah boleh?" tanya Lia. Rendra yang berusia 25 tahun dan Nilo yang berusia 21 tahun serta Angga Pratama, suami dari Nakheisa itu mengangguk berulang-ulang. Lalu Lia menoleh ke arah anak perempuan kecil berusia 4 tahun, Monita Pratama, putri Nakheisa dan Angga. "Wahai adik kecil, bibi akan makan makanan ini lalu akan minum minuman ini, apakah boleh?" tanya Lia. Monita tersenyum lebar ke arah Lia dan mengangguk. "Boleh tante," sahut Monita cadel. Lia tersenyum lebar. Rendra dan Nilo sempat terpana. "Hem....makanannya akan dingin," ucap Agri datar. Lalu mereka mulai mengambil bagian mereka. Pandangan Linta tak putus dari arah Agri, meskipun tidak secara langsung ditunjukan melainkan melalui lirikan mata. ............................... Meisa dan Arya seperti cacing kepanasan di dalam mobil. "Nyalakan AC-nya!" pinta Meisa. "Sudah, nona besar." Sahut Tono. "Turunkan suhunya agar lebih dingin lagi!" pinta Meisa. Tono menelan pahit ludahnya. Tak tahukah Meisa bahwa dari tadi Tono menggigil kedinginan karena suhu AC selalu di turunkan atas permintaan nona besarnya ini. "Untung saja nona besar," batin Tono sabar. "Sudah minimal, nona." Sahut Tono kedinginan. "Kak, apakah kau tidak lihat? Ia sebentar lagi akan mati kedinginan," ucap Arya. Meisa menoleh ke arah Tono yang sedang menggigil. "Kau sakit?" tanya Meisa polos. Tono ingin sekali membenturkan kepalanya lalu berteriak ke arah nona besarnya, tapi sekali lagi, ia menahannya. "Ck! Ia kedinginan kareka kakak dari tadi menyuruhnya menurunkan suhu AC-nya terus," ucap Arya mewakili isi hati Tono. Meisa manggap-manggap lalu tersenyum masam. "Ah kalau bagitu naikan saja suhunya," ucap Meisa. Dalam hati Tono berterima kasih pada tuan mudanya. Arya hanya mengedipkan sebelah matanya. ...................... Tony sedang bersembunyi di tempat remang-remang. Ia menghitung berapa banyak bodyguard yang dimiliki oleh Agri. "Lumayan banyak," batin Tony menyimpulkan. Lalu ia melihat ada beberapa bodyguard lagi sedang menuju ke arah bodyguard lainnya. "Cukup banyak," batinnya lagi. Lalu lagi-lagi matanya melihat sekitar 10 orang bodyguard keluar dari dalam rumah mewah itu. Tony melotot maksimal. "Terlalu banyak," batin Tony. Jika dihitung-hitung Tony, jumlah bodyguard yang di lihatnya ada sekitar 20 orang, belum lagi ada beberapa saingannya dan kawan-kawan. Total yang ia lihat 24 orang. Ia belum tahu apakah masih ada lagi di dalam atau tidak. "Dasar bodoh, tentu saja masih ada lagi, ia kan salah satu orang terkaya," batin Tony merutuki kelalaiannya. Jadi simpulan Tony, mungkin lebih dari 40 orang. Sedangkan Ian sedang menyelinap di ruang mesin dan listrik. Jika ada apa-apa ia akan mematikan listriknya dan Linta akan membawa keluar nonanya. ........................... "Nenek, meskipun umur nenek sebentar lagi delapan puluh, tapi nenek masih kelihatan segar," puji Nilo. Sulastri tersenyum bangga. "Benar," timpal Rendra. "Nanti kalian tersedak jika makan sambil bicara," ucap Agri datar. Nilo dan Rendra bungkam. "Bilang saja kau tidak senang mendengar mereka memuji nenek," cibir Sulastri. Agri bungkam. Nakheisa menahan senyumnya agar tak terlihat. "Kapan kau menikah?" tanya Sulastri ke arah Agri sinis. "Uhuk uhuk...!" Agri tersedak makanannya. "Tuan pemilik dompet, makanlah hati-hati," ucap Lia teduh. Agri melanjutkan makanannya tanpa menghiraukan pertanyaan neneknya. Sulastri kesal setengah mati. "Kalau kau tidak menikah, mati nanti tidak ada orang yang lihat," ucap Sulastri. "Uhuk uhuk!" lagi-lagi Agri tersedak makanannya. "Tuan pemilik dompet, makanlah hati-hati lagi," ucap Lia. Agri ingin sekali membanting piring yang di meja makan. "Kalau kelakuanmu begini, siapa yang akan tahan denganmu nanti, cari gadis yang tidak normal saja," saran Sulastri. Agri mengusap wajahnya kasar, tak mungkin ia membantah neneknya, setelah kepergian orang tuanya, sang nenek yang selalu merawat dan menjaganya. ............................. Ini sudah jam sembilan malam. Sulastri sedang duduk bersama anak dan cucu-cucunya, ada juga Lia yang sedang duduk bersila di lantai dan sedang memandangi lukisan-lukisan indah nan mahal. Sulastri memandangi Lia, lalu ia berdiri dan berjalan ke arah Lia duduk. "Cu, kemarilah ikut denganku," pinta Sulastri. Lia menoleh ke arah nenek itu lalu menuruti. Beberapa saat kemudian Lia dan Sulastri keluar dari kamar Sulastri. Lia sudah memakai pakaian bersih dan tubuhnya pun harum. Ia memakai pakaian Sulastri. Nakheisa dan yang lainnya menoleh ke arah Lia. "Wah! kau sangat cantik, Lia." Puji Nakheisa. Nilo, pemuda 21 tahun itu terpana melihat wajah mulus Lia. Bahkan ia memandangi Lia dengan tak berkedip. Lia tadi sudah memperkenalkan namanya di depan keluarga Agri. "Tentu saja dia cantik," timpal Sulastri. Lia akan pulang ke rumahnya. "Ah wahai nenek dan semuanya, ini sudah malam jadi aku harus pulang, terima kasih karena telah memberikan aku makan malam nek dan juga baju ini, suatu hari nanti aku akan membalasnya," ucap Lia. Sulastri hanya tersenyum lebar. "Benarkah?" mata Sulastri menyipit. Lia mengangguk tegas. "Baiklah-baiklah, seringlah makan disini lalu nanti kau akan membalasnya," batin Sulastri licik. Entah apa yang terjadi dengan Sulastri tapi ada sebuah rencana yang sudah duduk manis di kepalanya. "Supirku akan mengantarmu," ucap Sulastri. Lia tersenyum. "Aku sudah biasa berjalan kaki," balas Lia. "Oh tidak bisa, temanku tidak boleh jalan kaki," ucap Sulastri mutlak. "Mandra, antarkan ia pulang!" pinta Sulastri ke arah supirnya. Mandra mengangguk. "Baik, nyonya besar." Sahut Mandra. Ada sebutan-sebutan yang dipakai dalam keluarga Nabhan. Sulastri sebenarnya di panggil nyonya tua, tapi keberatan karena usianya katanya masih muda. Tuan besar dan nyonya besar di ajukan untuk orang tua Agri, tapi sudah tiada. Kepala keluarga yang ada di rumah utama hanya Agri seorang, jadi panggilan tuan besar diajukan untuk Agri, nanti sampai Agri menikah baru panggilan nyonya besar ke Sulastri berubah menjadi nyonya tua, nyonya besar nanti akan di sandingkan untuk istri Agri kelak. Lia keluar dari rumah besar nan mewah itu. Linta dan kedua rekannya mengambil langkah mundur kebelakang, nanti mereka akan mengawasi di luar. Linta kembali seperti semula, Tony juga. Hanya Ian saja yang belum kelihatan. Mandra akan menjalankan mobil yang akan di supirinya tapi tertahan. "Biar aku saja kau pergilah," ucap Agri tiba-tiba. ......................
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD