Hasan menatap Dewi. Wajah keterkejutan tidak bisa tersembunyi.
"Kenapa kalian berpandangan seperti itu?" tanya Keysa dengan perasaan yang tidak nyaman. Karena ia pernah berada di posisi seperti itu.
Namun nampaknya Hasan tidak seperti Keysa yang menyembunyikan segala sesuatu. "Dewi adalah temanku," jawab Hasan tidak menceritakan seluruhnya.
Keysa menganggukkan kepalanya. "Oh begitu, jadi kalian sudah saling kenal?"
"Ya, kami sudah saling kenal," jawab Hasan dan kemudian bersikap wajar seperti biasa. "Dan ternyata Dewi temanmu juga?"
Keysa kembali menganggukkan kepalanya. "Ya, Dewi adalah sahabatku saat SMP. Lalu dia pergi ke Ibu Kota. Dan sekarang baru beberapa hari kembali pulang ke kota kecil ini."
Keysa juga mengamati gelagat Hasan yang baik-baik saja, membuatnya yakin jika di antara Hasan dan Dewi memang sebatas teman biasa. "Dan ternyata dunia sempit, aku baru tahu jika kalian juga teman satu sekolah dulu," sahut Keysa sambil tersenyum simpul.
Dewi menggelengkan kepalanya pelan. "Hasan dan aku bukan teman satu sekolah," sahutnya lirih.
Keysa dan Adam langsung menatap ke arah Hasan.
Hasan membalas tatapan Keysa dan Adam bergantian. "Ada apa? Memang aku mengatakan jika Dewi teman sekolahku? Tidak kan ... aku hanya mengatakan jika kami teman. Kami adalah teman kerja. Dulu, sudah sangat lama. Kita sama-sama bekerja di bagian promosi pariwisata kota ini," jelas Hasan sambil menjilat bibirnya sendiri.
"Ya, dulu kami memang teman kerja," sahut Dewi lirih dan memaksakan senyumannya. "Semua yang dikatakan Hasan benar." Dewi membantu berbicara, untuk menyakinkan Keysa.
Suasana tiba-tiba terasa kikuk.
Hasan berusaha sebisa mungkin menampilkan diri jika ia baik-baik saja. "Tadinya aku ke mari untuk mengajakmu dan Hawa ke taman hiburan. Di hari kerja biasanya taman hiburan tidak terlalu ramai," kata Hasan sambil melihat ke arah bagian dalam kios yang tertutup meja panjang. "Di mana Hawa?"
"Hawa sedang tidur siang. Mungkin kita bisa berangkat jika dia sudah bangun," jawab Keysa.
"Jadi kalian berencana untuk pergi? Maaf, aku jadi mengganggu di sini," kata Dewi dan beranjak dari duduknya. "Lebih baik aku pulang saja."
"Memang kamu mau ke mana, Dewi?" tegur Keysa.
"Aku mau pulang. Lain kali kita bisa mengobrol lagi," jawab Dewi sambil terburu-buru melangkahkan kakinya keluar dari kios.
Adam yang memang lebih suka mengamati gerak gerik seseorang sejak dulu, menangkap ada sesuatu hubungan antara Hasan dan Dewi di masa lalu. Menyebabkan Dewi berusaha menghindari Hasan.
"Bukannya kamu baru saja datang ke sini?" tanya Keysa merasa belum cukup puas bertemu dan berbincang dengan sahabat lamanya itu.
"Iya sih ... Tapi kan kamu mau pergi. Aku tidak ingin mengganggu."
Tidak lama Dewi ingin pergi, ternyata Hawa sudah bangun dan membuat kegaduhan. Seperti biasa, orang pertama yang ia cari adalah Keysa. Lalu Hawa langsung memeluk Hasan dan mencium pipinya.
"Papa mau menjemputku?" tanya Hawa sambil melingkarkan tangannya ke leher Hasan. Ia begitu terlihat manja dan membuat rasa iri di hati Adam menumpuk.
"Ya, kita akan ke taman bermain," sahut Adam.
"Kita?" tanya Keysa ketus. "Dan kamu juga ikut?" Kedua mata Keysa menatap Adam yang berdiri di samping Hasan sejak tadi.
"Aku yang mengajaknya," sahut Hasan. "Ini semua biar kita semakin akrab. Aku kan sudah bilang jika Adam akan menjadi keluarga baru."
Keysa mengatupkan bibirnya. Enggan berdebat dengan Hasan. Jika saja mereka di dalam kamar. Pasti ia akan menentang keputusan Hasan membuat acara keluarga dadakan begini.
"Ayo kita berangkat sekarang. Tutup saja kiosmu," kata Hasan pada Keysa.
Keysa masih terlihat enggan dan ragu berangkat menuju taman hiburan jika Adam pun ikut bersama mereka.
"Tutup saja kiosnya," kata Hasan lagi.
"Karena kalian akan pergi, aku memang harus segera pulang," kata Dewi menyela.
"Tidak, kamu ikut kami saja," ajak Adam sambil tersenyum ramah.
Dewi terkejut mendengar apa yang diucapkan Adam. "Aku ikut? Acara keluarga ini?" tanyanya lirih.
"Tentu saja. Itu pun jika kamu mau," sahut Keysa sambil melingkarkan tangannya di lengan Dewi.
"Apa mobil kita cukup?" Kini Hasan yang terlihat ragu. Di dalam hatinya ia tidak ingin Dewi ikut serta dalam acara kecil yang direncanakannya.
"Pasti cukup. Aku, Hawa dan Dewi duduk di belakang," sahut Keysa. "Bukannya kamu mengajak Adam ikut serta dengan kita karena ingin membuat suasana lebih ramai? Karena itu lebih baik ajak juga Dewi. Biar acaranya semakin lebih ramai."
Hasan terdiam sebentar.
"Kamu dan Keysa bisa berduaan. Dan aku ...? Aku hanya menjadi obat nyamuk di antara keluarga Cemara," bisik Adam lirih. "Jika Dewi ikut, setidaknya obat nyamuknya bukan hanya aku saja."
Hasan melirik ke pada Adam yang tersenyum simpul. Ia menghela nafas panjang. "Betul Wi, lebih baik kamu ikut kami saja ke taman hiburan. Sudah beberapa minggu ini Hawa menginginkan naik bianglala. Mungkin kamu juga mau ikut."
Dewi menatap Hasan. Untuk pertama kalinya setelah perpisahan mereka, Hasan kembali mengajaknya berbicara dengan benar.
"Bagiamana kamu mau ikut?" Suara Keysa seketika membuyarkan sekilas lamunan Dewi.
Dewi tersenyum tipis. "Iya, sepertinya seru."
***
Di taman hiburan,
Hasan, Hawa dan Keysa sedang menaiki bianglala. Mereka terlihat sangat bahagia. Keluarga muda yang harmonis.
Dewi dan Adam mengandahkan wajah menatap ke arah keranjang berwarna pink. Memutar pada satu poros dan bergerak memutar searah jarum jam. Saat keranjangnya berada di atas, beberapa kali Hawa melambaikan tangan ke arah Adam dan Dewi.
Adam membalas lambaian tangan Hawa.
"Jadi dia benar-benar anakmu?" tanya Dewi pada Adam.
Adam menoleh. "Tentu saja dia anakku."
"Dan kamu memintaku ke mari hanya untuk bertegur sapa pada sahabat lama dan mantan tunangan?" tanya Dewi lirih.
Ternyata Adam dan Dewi sudah kenal lama. Mereka hanya pura-pura asing, seperti baru pertama kali bertemu hanya untuk agar Keysa tidak curiga jika semua ini sudah direkayasa.
"Aku mencarimu dan memberikanmu kesepakatan, agar untuk membantuku. Bukan untuk menodongkan banyak pertanyaan sinis," timpal Adam yang masih sesekali melihat ke arah keranjang di bianglala yang memutar searah jarum jam.
Dewi mengehela nafas panjang. "Baiklah, aku mengerti. Aku harap kamu tidak mengingkari janjimu untuk memberikanku jabatan direktur utama di perusahaan fashion, STYLE milikmu."
"Untuk bisnis aku tidak pernah ingkar janji Dewi. Kamu bisa percaya padaku. Aku pebisnis sejati," sahut Adam sambil tersenyum menyeringai.
Mendengar apa yang dikatakan Adam, membuat Dewi tersenyum sinis. "Omong kosong ...," ucap Dewi lirih dan kemudian tertawa ringan. "Jika memang kamu pebisnis sejati, kamu tidak akan mencampuradukkan antara bisnis dan urusan pribadi."
Mimik muka Adam langsung datar. "Pintar sekali kamu membalikkan kata-kata," gerutunya.
"Ini kenyataan ...," sahut Dewi yang masih tertawa. "Susah payah kamu mencaritahu tentang Hasan dan Keysa yang sudah hidup bahagia di sini. Juga mencaritahu masa lalu Hasan. Semua itu hanya untuk merebut Keysa kembali kan?"
Adam langsung berwajah tertekuk. Ia menatap tajam Dewi yang duduk di sampingnya. "Aku membayarmu. Dan juga akan memberikanmu jabatan penting di perusahaan ku. Maka lebih baik, kamu diam saja!"
Dewi tidak lagi tertawa. Mimik mukanya langsung berubah serius.
"Nanti malam cepat laksanakan tugasmu. Dekati Hasan. Rayu dia agar kembali padamu," kata Adam dengan suara lirih.
Dewi mengatupkan bibirnya. Sejenak mereka saling menatap dan kemudian memalingkan muka bersamaan. Menatap ke arah Hasan, Hawa dan Keysa yang berada di dalam keranjang besar bianglala. Mereka nampak sangat bahagia dengan tawa dan wajah berseri.
"Kamu benar-benar berniat akan menghancurkan keluarga kecil yang bahagia itu Adam," ucap Dewi lirih.
"Keysa dan Hawa adalah milikku. Mereka terlebih dahulu milikku," sahut Adam. "Aku hanya ingin mengambil kembali apa yang memang milikku."
bersambung