Tangan besar itu menangkup wajah Keyna. Mengusap pipinya dengan usapan seringan bulu yang memberikan gelenyar aneh. Keyna memejam dengan lirih tanpa sadar, merasai kelembutan yang Calvert berikan. Apalagi saat perlahan wajah lelaki tersebut mendekat, mendaratkan kecupan di bibir, singkat, menggoda, dan membuatnya menginginkan hal yang lebih. Membuat jantung Keyna memompa darah dengan semakin kuat, membuat debarnya menggila.
Hangat napas yang bercampur aroma mint milik pria tersebut terasa menggelitik. Namun beberaa sekon berikutnya, dia tidak bisa ingat apa pun lagi. Kepalanya seketika terasa kosong. Semua hanya berpusat pada debaran jantungnya yang bergemuruh hebat. Pada nikmat lumatan demi lumatan yang lelaki itu berikan. Pada keintiman yang seakan menenggelamkan akal sehat.
“Kau siap?” suara bariton lelaki itu terdengar lebih rendah dari biasanya. Sialnya, hal itu membuat Keyna semakin kelabakan. Lelaki itu telah menyentuh setiap inci tubuhnya. Memberikan sentuhan-sentuhan lembut yang memabukkan. Lelaki itu amat lihai layaknya seorang professional.
Keyna mengerang. Dia tidak siap. Sebelumnya tidak pernah siap. Namun seolah kehilangan kontrol atas dirinya sendiri, entah dorongan dari arah mana sehingga perempuan itu mengangguk begitu saja. Dengan polos. Dengan sungguh-sungguh. Tubuhnya benar-benar bergerak sendiri, melakukan hal-hal yang hatinya tentang. Keyna rasa, dia sudah sangat gila.
Sedangkan itu, anggukkan Keyna yang diiringi dengan tatapan pasrah membuat Calvert tersenyum puas. Tatapan polos yang membuatnya nyaris gila, sampai Calvert hampir saja kehilangan kendali untuk lekas menungganginya secara brutal. Astaga. Calvert menahan hasratnya yang liar kuat-kuat. Keyna adalah istrinya, serta ini adalah pengalaman pertama untuknya. Calvert tidak ingin menghancurkan pengalaman pertama wanita tersebut. Dia ingin membuat segalanya terasa indah dan manis untuk wanita itu kenang kelak. Meski dia tidak tahu, pada saat itu, apakah dia masih bersamanya atau tidak.
Jemari lelaki tersebut mulai bergerak liar tetapi lembut. Menyentuh cuping telinga dan memberikan kecupan ringan di pipi. Setelahnya, tatapannya turun pada lembah yang tidak begitu rimbun, kemudian menatap sang empunya yang tampak tersipu seraya memalingkan wajah. Reaksi tersebut meyakinkan Calvert bahwa ini adalah yang pertama bagi wanita tersebut. Juga tentu saja, reaksi itu membuatnya semakin ingin menyentuh lebih dan lebih lagi. Wanitanya amat cantik, amat polos serta amat menggairahkan di saat yang sama.
“Aku akan melakukannya secara pelan-pelan,” gumam Calvert setengah berbisik.
Keyna tidak menjawab. Namun gerakan tubuhnya memberi Calvert sinyal bahwa wanita itu juga telah siap, sehingga Calvert maju. Dengan gerakkan sehalus sutra, lelaki itu menembus inti tubuh Keyna. Membuat penyatuan yang utuh. Meski terasa agak sesak dan Calvert tahu hal itu sedikit menyakitkan untuk Keyna, lelaki itu tetap bergerak. Perlahan. Penuh perhitungan. Penuh kehati-hatian. Sampai Keyna mulai membiasakan diri. Mulai menerima Calvert dan menerima penyatuan mereka secara sempurna.
“Apa aku menyakitimu?” Sejenak, Calvert menjeda gerakannya, sekadar untuk bertanya pada Keyna seraya menyentuh pipinya yang sedikit memerah.
“Sedikit. Tapi sekarang sudah tidak.” Keyna membalas malu-malu.
Calvert terkekeh singkat. Mengecup ranum bibir wanita di bawahnya. Kemudian mulai melanjutkan kegiatan. Secara bertahap, lelaki itu meningkatkan kecepatan. Semakin bersemangat ketika lenguhan demi lenguhan mulai lolos dari bibir Keyna. Erangan yang kuat memberitahu Calvert bahwa wanita tersebut menikmati permainannya, dan itu membuatnya puas.
Peluh kedua insan tersebut mulai bercucuran. Desahan saling bersahutan memenuhi ruangan. Keduanya tidak lagi saling menahan. Benar-benar lepas. Benar-benar bebas. Sebab hanya ada mereka berdua di sana. Bersama rasa yang belum utuh, tetapi benihnya sudah mulai bersemai.
Keyna benar-benar kehilangan kendalinya. Wanita itu meracau tak karuan. Mencengkeram bahu Calvert dengan kuat. Sesekali mengerang. Sesekali mengecup bibir lelakinya. Entahlah, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Calvert, untuk tidak memeluk tubuh berotot itu, untuk tidak mendiamkan bibirnya lama-lama. Keyna sudah benar-benar gila.
Udara semakin panas. Keyna bisa merasakan denyutan di bawah inti tubuhnya semakin menggelitik. Apalagi saat Calvert mulai menaikkan ritme gerakan. Membuat Keyna harus menahan diri agar tidak menjerit. Namun dia tidak bisa. Akal sehatnya sudah hilang. Dia tidak bisa lagi menahan diri. Kini, semua hanya terpusat pada titik di bawah perutnya yang seakan ingin meledak. Membuat tubuhnya menggelinjang hebat. Dia benar-benar menyerah. Dia … mencapai satu titik kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan seumur hidupnya selama ini.
Namun bukan hanya dirinya sendiri. Keyna bisa merasakan deru napas Calvert semakin tak terkendali. Lelaki itu menatap matanya, amat dalam, menjalin sebuah ikatan yang tak bisa dia jelaskan dengan kata-kata. Pada detik itu, Keyna seakan jatuh. Pada tatapannya, pada setiap kelembutannya, juga pada setiap hal yang Calvert punya. Wanita itu seakan bisa menyerahkan seluruh dunianya untuk Calvert.
Bersamaan dengan pelepasan Keyna yang ke sekian kali, Calvert semakin mempercepat gerakan. Nyaris mencapai puncak. Sampai ketika akhirnya lelaki itu memeluk erat-erat tubuh Keyna, dia mencapai pelepasannya.
“Rosaline!” geram Calvert, bersamaan dengan sesuatu di dalam sana yang menyemburkan cairan hangat dan disusul kedutan keras.
Sementara, kesadaran Keyna mendadak kembali ketika Calvert menyebutkan sebuah nama yang asing untuknya. Rosaline? Siapa itu? Mengapa suaminya menyebutkan nama tersebut usai percintaan panas mereka? Kepala Keyna dipenuhi oleh berbagai tanya yang terus bergelayut. Keintiman yang sebelumnya terjadi, seketika hilang. Keyna yang seharusnya merasa lelah dan rileks usai pelepasannya, justru berakhir kelu dengan banyak pemikiran yang membuatnya cemas. Sedang Calvert, seolah tidak merasa bersalah, atau mungkin tidak menyadari apa yang dia katakan sesaat sebelum mencapai puncak, langsung terkulai lemas dan tertidur di sisi Keyna.
[]