Bab 35: Jus Apel

2091 Words
Adi masuk ke kelas dengan keadaan kesal dan emosi, ia membanting buku yang tadi dibawa ke atas meja mengundang tatapan teman-teman nya yang memilih beristirahat di dalam kelas. Bima yang merupakan ketua kelas mereka langsung mendatangi Adi dengan hati-hati. "Ada apa, Di? Kok keliatan kesel banget." "Diganggu setan betina." Gumam nya pelan yang tidak bisa di dengar Bima sama sekali. "Di, ah elah di tanya malah diem aja." "Gak kenapa-kenapa." Bima memutuskan diam dan tidak bertanya lagi setelah mendengar sahutan Adi yang terkesan dingin dan enggan ditanya. Ia juga tak berani mengucapkan sepatah kata pun karena khawatir terancam, bermasalah dengan cucu pemilik sekolah bukan lah pilihan yang baik. Di tengah lamunan Bima tentang Adi, ia dikejutkan dengan kedatangan Alexa dengan wajah yang memerah seperti baru habis menangis. Mendesah pelan, Bima yakin jika ini ada hubungannya dengan Adi sebab keduanya masuk ke kelas dalam waktu yang berdekatan dengan mood yang tidak baik. "Kenapa tuh, Alexa?" Bima menggeleng dengan acuh nya berjalan menuju kursi nya sendiri. Masa bodo dengan Alexa itu bukan urusannya. *** Sepulang sekolah, Adi yang biasanya mampir dulu di rumah lama memutuskan untuk langsung ke mansion. Cuaca hari ini tampak sangat panas, bahkan ruangan ber ac pun tidak bisa menutupi rasa panas itu. "Yah... Anak yatim piatu mau pulang." Adi sudah Isa menebak itu siapa tanpa melihat orang nya. Sebab suasana yang tadinya panas bertambah menjadi panas karena ada setan dari neraka yang lepas dan nyasar ke sekolah. "Kok diem? Apa bisu?" Krik... Krik.. "CK nyebelin banget ini anak yatim piatu," gumam jefri yang masih bisa di dengar oleh Adi. Yang sedang berusaha memancing kemarahan nya ini adalah Jefri, sepupu tirinya yang memang memiliki hobby mengacaukan suasana hatinya saja. "Bacot!" Setelah mengatakan itu Adi langsung berjalan menuju motor matic miliknya yang memang baru dibelikan paman Rendy nya. Berbeda dengan Kevin yang mengendarai sepeda motor gede, Adi sendiri memilih matic karena lebih mudah dan tidak terlalu mahal. Menatap kepergian Adi dengan kesal, Jefri memutuskan untuk pulang ke rumah tempat nya dan sang ibu tinggal. Sebenarnya di mansion itu hanya ada Tante marla yang memang merupakan seorang janda sehingga bertugas menjadi orang yang bertanggung jawab penuh atas mansion itu selain dari pemilik aslinya. "Assalamualaikum..." "Waalaikumsalam... ,"Sahut pamungkas yang langsung berdiri menyambut kedatangan cucunya. Bahkan sudah beberapa hari adi tinggal di sini, tali tetap saja ia selalu menunggu kepulangan dua cucunya yang memilki sifat bertolak belakang. "Kok tumben langsung pulang?" "Iya, mau rebahan," jawabnya sembari berjalan menapaki anak tangga menuju kamar miliknya. Pamungkas sendiri hanya menggeleng melihat tingkah cucu nya yang tidak bisa ditebak. Setelah Adi masuk, tak lama kemudian Kevin muncul dengan wajah keruh dan ditekuk. Pemuda itu tampak sangat kesal dengan sesuatu. "Pulang bukannya salam, malah muka ditekuk gitu." Sindir pamungkas yang berhasil menghentikan Kevin. Lalu tak lama suara tawa pamungkas mengisi keheningan mansion. Ia menunjuk-nunjuk Kevin dengan wajah yang memerah lantaran tertawa karena melihat kostum yang dikenakan sang cucu. Celana olahraga jas OSIS, ada apa dengan Kevin? Kevin mendengus kesal mendengar suara tawa kakeknya. Ia sudah menduga ini akan terjadi, Bahkan selama di sekolah pun ia sudah menjadi objek tertawaan teman-teman nya yang membuat ia ingin ngamuk saat itu juga. Tanpa melihat ke arah kakek nya yang duduk di sofa ruang tamu. Kevin langsung berteriak mengucap salam akan tetapi malah membuat pamungkas mengelus d**a prihatin akan kejiwaan cucu nya itu. "ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATU..." Setelah berteriak, kevin tanpa ba-bi-bu meninggalkan sang kakek. Saat ini mood nya sedang tidak baik, kesialan yang terjadi silih berganti di hari yang sama membuat ia kesal setengah mati. Begitu kevin sampai di unggakan terakhir anak tangga. Ia melihat sepupu b*****t nya yang tadi pagi meninggalkan ia sendirian sehingga telat muncul dengan wajah fresh dan juga baju yang sudah terganti. Seketika kekesalan nya memuncak tak kala melihat raut wajah tanpa dosa dari Adi. Tak ada permintaan maaf atau apa gitu, bahkan pesannya hanya dibaca. Lihat lah, sekarang dengan tidak tahu diri nya malah berdiri dengan alis terangkat sebelah menatap dirinya. Definisi gak ada otak sama sekali yah seperti ini. "Lu kenapa dah? Kayak orang gila gitu." Mendengus pelan, Kevin memilih menghiraukan Adi dan akan ia balas nanti. Adi yang menyadari kekesalan Kevin hanya terkekeh geli Begitu menyadari kostum yang dikenakan sepupunya, lagian itu semua bukan kesalahan nya, salahkan saja Kevin yang tidur seperti kerbau, kan jadi kena batunya sendiri. "Adi, Kevin itu kenapa?" Adi melihat ke arah kakeknya lalu tertawa lagi. "Gak tau, lagi copslay jadi Sarimin si monyet ke pasar mungkin." Pamungkas kembali tertawa begitu mendengar ledekan dari cucu nya yang lain. Sungguh malang nasib Kevin, sepanjang hari selalu sial. "Kamu ini, lagian seragam dia ke mana?" "Dia pake seragam ke sekolah?" Tanya Adi yang tadinya menyangka jika Kevin memang mengenakan seragam aneh itu karena sudah terlambat hendak pergi ke sekolah. Pamungkas mengangguk. "Pake, dia paket seragam walaupun mandi cuma sekedar basah doang. " "Telat dong. Hahahaha" "Ketawa aja terus, belum pernah gue tabok itu mulut." Dua orang yang tadinya tertawa itu langsung terdiam begitu melihat sosok yang mereka tertawa kan tengah berjalan menghampiri. "Puasa banget ngetawain cucu sendiri, gak tau apa cucu nya dibuat malu di sekolah." Sindir Kevin yang memilih merebahkan diri di atas sofa panjang tepat di depan Adi dan kakeknya yang duduk bersebalahan. "Suruh siapa sekolah di tempat lain, kalau kamu di sekolah kakek mah gak bakal ada cerita terlambat dihukum, ya gak, Di?" "Bener, Kek." Kevin berdecak kesal, kalau melihat tingkah Adi dan kakeknya bahkan orang lain tidak akan menyangka jika Adi tengah mencurigai kakeknya sendiri. Dan lagi, kalau mereka sudah bergabung ia tidak akan bisa berkutik. "Iya iya iya, semester depan pindah." "Gak usah, pamungkas school gak butuh dan gak nerima lu sebagai muridnya." Sahut Adi yang langsing tidak setuju akan rencana sepupunya itu. Lagian cukup Jefri aja yang sering merusuhi nya jangan tambah Kevin lagi. "b*****t!" Maki Kevin dan tepat setelah selesai mengucapkan nya sebuah bantal sofa terlempar mengenai wajah nya tepat sasaran dan pelakunya tak lain dan tak bukan adalah pamungkas, kakek nya sendiri. Sehingga Kevin tidak berani membalas perbuatan kakeknya itu. "Jangan biasakan ngomong kotor. Gak baik!" "Iya iya iya, kevin mah salah terus, dah lah mau makan." "Yah ambekan, cowok kok suka merajuk." Cibiran pamungkas sama sekali tidak Kevin hiraukan. Baru saja Adi hendak menyusul Kevin, pintu utama mansion terbuka dan masuk paman serta tantenya yang memang saat jam istirahat makan siang sudah menjadi tradisi keluarga ini untuk makan siang bersama di mansion. "Loh Kevin udah makan duluan?" Kaget Tante marla yang melihat keponakan nya sudah nangkring di meja makan dan tengah makan dengan lahap nya tanpa memperdulikan sekitar. Masing-masing dari mereka mengambil tempat duduk yang tersedia, hingga Adi yang terkahir malah kedapatan duduk tepat di kursi sebelah pamungkas yang biasanya dipergunakan untuk paman nya anak pertama. Seketika ia mengingat mimpi kemarin yang tepat dengan posisi yang sama. Adi melirik Jefri yang dalam mimpi itu memberikan nya cibiran, tapi menunggu beberapa saat ternyata tidak, pemuda itu tampak dengan tenang duduk dan mengambil beberapa lauk. "Kok lu yang duduk di situ?" Tanya Kevin. Adi mengernyitkan dahinya. Di mimpi itu Jefri lah yang mengatakan hal demikian, kenapa malah berbeda? "Cuma ini yang sisa, kenapa? Mau tukar?" Tawar nya yang ditolak Kevin dengan cepat. Keadaan meja makan sangat hening, hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Beberapa kali Adi melirik ke sana ke mari guna memastikan sesuatu dan itu tidak luput dari pandangan Kevin. Hingga beberapa saat kemudian, masing-masing dari mereka telah menyelesaikan makan siang nya dan menuju ruang tengah sekedar untuk mengobrol sejenak. Adi yang masih berada di meja makan semakin panik tak kala mengingat posisi ini juga sama. Dengan menenangkan diri ia berjalan keluar hendak menuju kamar nya, dan belum sempat menginjakkan kaki di anak tangga. Seorang pelayan secara tiba-tiba datang menghampirinya sembari membawa gelas yang berisi jus. Jantungnya berdetak dengan cepat, ia mengingat dengan jelas wajah pelayan yang sama dengan pelayan yang kejang setelah meminum jus itu di mimpi. Bahkan Adi ingat betul bagaimana wajah itu membiru dan tingkah acuhnya. Apa mungkin ini akan terjadi? Tapi kenapa? Siapa yang akan mencelakainya di rumah ini? Ia mencari keberadaan Kevin yang ternyata tengah asyik bermain game di karpet depan tv. Dan dengan memberanikan diri serta mengikuti apa yang ada di mimpinya. Adi menggeleng menolak pemberian pelayan itu dan memutar otak mencari alasan atas penolakan nya. "No! Gue gak suka jus apel," ucapnya seraya menatap ke arah jus itu meneliti tentang endapan yang mencurigakan di dalam mimpinya. Tapi anehnya sama sekali tidak ada endapan, apa itu hanya mimpi biasa saja? "Maaf tuan muda, tapi kata tuan besar anda menyukainya." "Iya, tapi sekarang saya tidak suka. Kamu saja yang meminumnya. Dari pada mubazir." "Maaf tuan, tapi ini untuk tuan." Adi mengernyitkan dahinya ketika merasa pelayan ini begitu agar menerima jus yang ia sodorkan. "No! Silahkan kamu minum!" Tegas Adi dengan titahnya. Ia dapat melihat tubuh pelayan wanita itu bergetar takut dengan wajah yang panik, dan hal ini semakin memperkuat praduga nya jika ada sesuatu dengan jus itu. "Silahkan minum, atau kamu mau dipecat?" "Ja-jangan tuan, saya akan meminumnya." Adi mengangguk dengan wajah penasaran. Melihat bagaimana wanita itu meminumnya, Adi jadi ngeri sendiri jika memang benar jus itu mengandung hal yang tidak baik. Dan setelah gelas itu kosong, Adi menatap dalam mata pelayan itu yang berkaca-kaca menatapnya dengan sendu. "Tuan, jika saya tiada. Tuan janji akan mengurus anak saya di rumah." "Itu hanya jus apel, tidak sampai membunuh mu." Pelayan itu menggeleng. "Tidak tuan, anda salah." Tubuh Adi menegang kaku, jadi mimpi itu beneran terjadi? Dan ia benar-benar mengorbankan pelayan ini. Adi menarik pelayan ini dengan cepat sebelum semua bereaksi. Ia menarik air minum dan langsung mencekoki pelayan tersebut dengan air yang banyak berharap racun itu segera dimuntahkan. Belum sempat muntah, pelayan itu sudah tegang terlebih dahulu lalu kejang-kejang dengan mulut yang berbusa. Seketika pamungkas dan keluarga lainnya yang mendengar keributan dari dapur langsung berlari menghampiri dan terkejut melihat pelayan nya sudah terkapar dengan tubuh yang kejang-kejang dan mulut yang berbusa. Mereka dengan cepat mengangkat tubuh itu dengan susah payah dan membawa ke rumah sakit terdekat. Sehingga yang tertinggal di sana hanya ada Kevin, pamungkas, dan Adi serta beberapa pelayan yang menangis melihat rekan nya begitu . Adi sendiri sudah terduduk lemas di kursi meja makan dengan pandangan kosong dan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Ada apa sebenarnya, Adi?" Tanya pamungkas yang sebenarnya masih syok atas kejadian tadi. Tapi begitu melihat kondisi cucunya yang tidak baik-baik saja ia memilih membawa Adi keluar dari area dapur. Dibantu Kevin Adi duduk di sofa ruang tengah yang ternyata masih ada om dan tante nya. Dengan tangah gemetar ia menatap Kevin dengan lirih seorang menyampaikan pesan tersirat atas kejadian tadi. Kevin yang mengerti pun mengangkat telunjuk nya ke arah bibir memerintahkan Adi tetap diam di sana. Karena bahaya jika kebenaran itu terbongkar. Rencana yang sudah mereka jalankan akan gagal. "Adi sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Tante marla yang merasa heran sekaligus terkejut atas apa yang terjadi. Sedangkan pamungkas sendiri masih terdiam dengan segala pikiran yang berkecamuk di dalam pikirannya. "Perintahkan untuk memperketat keamanan. Sepertinya ada yang tengah bermain dengan keluarga pamungkas." Adi mengerjap pelan, lalu berdiri memutuskan untuk naik dan beristirahat di kamar nya. Kejadian ini membuat ia trauma dan mungkin akan menjauhi yang namanya buah apel . "Kevin antar Adi dulu." "Iya antar dia, biar istirahat." Kevin mengangguk lalu membawa Adi berjalan menuju kamarnya. Sesampai di kamar Adi, Kevin menatap sepupunya dalam, ia yakin ada trauma tersendiri bagi Adi melihat kejadian itu. Apalagi Adi tipe orang yang over thinking. "Sebenarnya apa yang terjadi, Di?" "Entah lah, Vin. Yang jelas semalam gue mimpi ada pelayan yang ngasih gue jus apel tepat di depan tangga juga. Tapi pas gue mau terima itu jus gue ngeliat ada endapan yang buat gue curiga, dan gue paksa itu pelayan." "Terus beneran terjadi?" Adi mengangguk, ia menatap Kevin dengan mata yang berkaca-kaca. "Yang yang ada di mimpi gue bakal terjadi di sini. Gue tadinya gak yakin tapi setelah ngeliat itu gue jadi percaya, Vin. Gue udah ngorbani itu pelayan, yang harusnya gue buang aja jus nya, gak usah disuruh minum." "Ini semua gak salah lu, lagian salah pelayan itu siapa suruh kasih jus ada racun nya. Yang terpenting sekarang cari tahu siapa dalang di balik semua ini. Di mimpi itu ada siapa?" Adi sedikit mengingat. "Gue hanya inget dia salah satu paman gue. Tapi gak tau siapa, Vin. Yang jelas semua terlibat. Aneh nya kakek di sana kayak sedih gitu," ujar Adi lirih. Kevin langsung terdiam. Antara percaya atau tidak percaya, yang jelas Kevin dan Adi harus menyelidiki nya dengan cepat agar kejadian ini tidak terulang lagi. Dan mungkin mimpi itu bisa dijadikan sebagai petunjuk awal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD