Bab 36 : Kantor polisi

2055 Words
Setelah insiden jus apel itu, kondisi mansion tetap sama meskipun sudah berlalu dua hari. Keamanan yang diperintahkan pamungkas siap sedia selama 24 jam menjaga, padahal tanpa pamungkas ketahui jika musuh itu sebenarnya sudah ada di dalam mansion. Keadaan pelayan itu sendiri sebenarnya sempat stabil, tapi tepat di tengah malam nya, pelayan wanita itu drop dan langsung menghembuskan nafas terakhirnya karena telat ditangani dan memang mengonsumsi dalam jumlah banyak. Tak terbayangkan jika dirinya yang berada di sana. "Di, dipanggil kakek ke ruang kerja." Kepala Kevin nongol dari balik pintu. Dan menatap Adi dengan intens seolah mempertanyakan kesiapan pemuda bersaksi di hadapan polis. Yah masalah ini memang melibatkan aparat penegak hukum itu, bagaimana pun ini merupakan sebuah kriminal dan termasuk ke dalam ancaman bagi keluarga pamungkas. Adi berjalan keluar menuju ruang kerja sang kakek. Begitu masuk ia bisa melihat om dan tantenya yang sudah duduk mengambil posisi masing-masing. "Semua udah berkumpul. Sekarang kakek mau bertanya sama Adi." Pamungkas menatap cucu nya yang juga tengah menatap ke arah nya dalam diam. Ia berharap Adi mengatakan semua sehingga permasalahan ini tidak harus menyeret sang cucu ke lingkaran kesulitan nya. "Hari itu, bukan Adi yang memberi pelayan itu jus apel kan?" "Enggak, kakek tahu sendiri Adi begitu pulang langsung duduk sama kakek. Lalu selesai makan juga langsung jalan duluan ke kamar. Tapi pas mau naik tangga, pelayan itu datang bawa gelas berisi jus apel." "Terus, kenapa kamu tolak?" Adi menghela nafas pelan. Ia tidak mungkin mengatakan jika semua kejadian ini pernah terjadi di dalam mimpinya. Mana mungkin percaya, dan lagi pula ini bisa menghancurkan rencana mereka yang telah mereka susun. "Karena Adi gak mau terima pemberian orang sembarangan." Pamungkas tampak mengangguk. "Besok kamu akan diperiksa polisi, kakek harap kamu jawab yang sejujur-jujurnya karena akan mempermudah kamu." "Iya, Kek." Setelah nya Adi pamit undur diri setelah memberikan kode kepada Kevin untuk naik ke kamar nya. Kevin sendiri langsung mengikuti Adi setelah mengerti kode yang diberikan sepupunya itu. Well, sepertinya ini akan seru. "Kenapa, Di?" Tanya Kevin begitu masuk ke dalam kamar. Adi yang sedang duduk menghadap balkon kamar membalikkan badannya dan berhadapan dengan Kevin langsung. "Dengan kejadian kayak gini gue rasa kita semakin mudah, iya gak sih?" Kevin mengangguk. Mereka akan menggunakan teror ini sebagai awal rencana nya. Memang di awal mereka sudah menyusun untuk teror meneror, belum sempat terlaksana lah malah sudah duluan. "Terus identitas kakek gimana?" Tanya Adi yang memang mereka belum mendapatkan titik terang identitas yang sebenarnya. Kevin sendiri juga masih mencari cara agar masuk ke ruang kerja milik kakeknya yang sekarang, karena dari penuturan sang ayah, berkas yang dicari itu berada di sana dan tersimpan di lemari yang ada di sebelah sofa. "Besok lu ke polisi jam berapa?" "Jam sepuluh gitu lah, kenapa?" "Ajak kakek, rumah kosong besok kebetulan om juga dinas ke Bandung ini malam, Tante Marla lagi ke rumah mertuanya nanti. Jadi biar gue yang eksekusi." Adi mengangguk. Keadaan rumah besok hanya ada pelayan dan tidak akan ada yang curiga sama sekali. "Yaudah, besok gue ajak kakek aja." Kevin mengangguk. "Lu ikut gak?" "Ke mana?" "Markas." "Boleh deh, dari pada di rumah suntuk." Keduanya berangkat dengan menggunakan kendaraan masing-masing. Adi dengan motor matic nya sedangkan Kevin dengan motor sport nya. Sesampainya di markas, mereka melihat hanya ada beberapa sepeda motor yang terparkir, berarti ma kas dalam keadaan sepi. Kevin masuk terlebih dahulu yang langsung disusul Adi di belakang nya. "Loh, kev. Tumben baru ke sini." Sapa Panji yang melihat Kevin j baru datang padahal sudah hampir tengah malam. "Bosan di rumah. Tadi ada masalah dikit jadi yah lama." "Loh, Di. Ikut juga?" Adi mengangguk pelan sembari tertawa. "Hahaha... Iya, Nji. Ikut ini orang-orang sawah." Tunjuk nya ke arah Kevin. "b*****t! Orang-orang sawah pala lu botak!" Keduanya tertawa ngakak melihat Kevin yang mengumpat kesal. Pemuda itu bahkan masuk ke dalam markas dengan penuh kekesalan. Meninggalkan Adi yang bukannya takut malah merasa senang ketika melihat sepupu nya ngamuk. "THUR... GUE LAPER MAU MAKAN!" Dari luar Adi mendengar teriakan kevin yang menggelegar meminta makan seperti orang yang kelaparan. Padahal Kevin baru saja makan malam di mansion dan sudah meminta makan lagi? "Orang kaya spek miskin yah gitu." Cibir Panji yang dapat di dengar Adi. "Maklumi aja, anak bekantan." "YANG GHIBAHI GUE, GUE DOAIN MASUK NERAKA JAHANNAM." Adi dan Panji langsung menutup rapat mulutnya ketika kegiatan ghibah mereka langsung diketahui Kevin si bekantan kelaparan. Adi memutuskan masuk yang dikuti oleh Panji, padahal pemuda itu sebenarnya mau pulang ke rumah, berhubung musuh bebuyutannya datang, ia akan mencari perkara terlebih dahulu lalu pulang. Hingga matanya menatap semangkok mie yang ada di meja ruang tengah, merasa tergiur langsung menyendok mie itu sebelum datang si pemilik mie dan langsung menampol tangannya. "Heh tepung kanji, jangan asal nyomot mie gue lu." "Halah bagi dikit aja gak boleh, nih lihat nih " dengan kekesalan yang bercampur dengan rasa ingin menjahili, Panji dengan tidak berperasaan menuangkan saus pedas begitu banyak ke dalam mie sehingga kuah yang tadinya terlihat menggiurkan berubah menjadi menyeramkan. "ANJING, ANAK TAIK! ASTAGHFIRULLAH... BERSODA BANGET INI ANAK! KANJI ITU MIE GUE ." Teriak Kevin histeris melihat mie nya yang sudah terlapisi saus begitu banyak, sampai-sampai tidak lagi terlihat mie nya. "Mampus kan lu, makanya jangan cari perkara." Panji langsung berlari keluar untuk kabur. Setidaknya menyelamatkan diri dari terkaman buaya jantan yang sedang ngamuk dan butuh samsak kekesalan. Biar saja temannya yang lain yang menangani itu. Kepergian Panji tentunya semakin membuat Kevin meradang, namun alih-alih ngamuk seperti biasanya, ia malah duduk dengan mata masih menatap ke arah mie itu dengan nanar. Adi yang merasa tidak tega langsung menuju dapur dan mencari stok mie, tenyata sudah tidak ada. Hanya ada mie telur satu bungkus. "Mau masak apa, Di?" "Mie, tapi tinggal sebungkus." Arthur membuka lemari yang ada di sudut dapur. Dan ternyata di sana masih ada beberapa bungkus mie telur. "Masak banyak aja gimana? Kasian juga yang lain." "Coba tanya dulu, mau gak?" Arthur mengangguk, lalu berjalan menuju ruang tengah. Sayup-sayup ia bisa mendengar suara Arthur yang bertanya ingin makan mie tidak dan rata-rata menjawab mau. Baiklah, malam ini ia menjadi chef lagi malam ini. Di tengah-tengah masaknya, Kevin datang menghampiri Adi yang sedang mengaduk mie. "Pedes yah, Di. Banyakin sayur sama telor juga." "Beres, udah mau Mateng juga ini. Lu siapin piring sama wadah ini mie deh." Kevin mengangguk, keduanya saling bahu membahu menyiapkan makan malam yang terlambat ini. Hingga teman yang lain datang untuk makan bersama di meja makan. *** Keesokan paginya, Adi yang menginap di markas pulang dengan keadaan sangat ngantuk. Ini sudah menjadi resikonya kalau ke markas tidak pernah tidur di atas jam 12 ,yang ada setelah sholat subuh baru tidur. Beruntung ia ingat harus ke kantor polisi jam sepuluh nanti. Kevin sendiri tidak berangkat sekolah dan akan ke mansion setelah Adi pergi. Sekarang yang penting adalah bagaimana membujuk kakek nya agar bersedia ikut ke kantor polisi. "Adi, baru pulang?" Akh! Kebetulan sang kakek sudah ada di depannya. "Iya, tapi masih ngantuk." "Kebiasaan kalian kalau dari markas pasti tidurnya gak pernah beres." "Heem, Adi inget nanti mau ke kantor polisi. Kakek temenin Adi deh, takut ada apa-apa entar." Pamungkas yang mendengar itu mengernyitkan dahinya heran. Sejak kapan cucu nya ini menjadi penakut? Yang bahkan sudah bertahun-tahun hidup sendiri di rumah sebesar itu. Tapi tak urung ia mengangguk menyanggupi keinginan sang cucu yang untuk pertama kali seperti sangat membutuhkan dirinya. "Ya udah, kakek temani kamu nanti." Adi tersenyum puas. Dalam hatinya ia merasa geli melihat tingkah nya ini, tapi tak apalah, paling tidak sangat mudah mengajak kakek nya itu. "Yaudah, Adi ke kamar dulu." "Iya, istirahat dulu biar gak ngantuk nanti." Adi mengangguk lalu naik ke atas menuju kamar nya untuk tidur. Tapi sebelum itu ia akan mengabari sepupu nya dulu jika ia berhasil membujuk sang kakek. Sekitar dua jam tertidur, ia bangun dan melihat sudah pukul 9:30 yang artinya ia harus segera ke kantor polisi. Namun ada yang aneh, ia tertidur selama dua jam tapi kenapa tidak mengalami mimpi apa pun? Bahkan jika biasanya ia tidur selalu masuk ke alam itu, kenapa sekarang tidak? Segala pemikiran yang berkecamuk itu membuat Adi duduk melamun dan tidak menyadari jika kakeknya tengah mengetuk-ngetuk pintu kamar sedari tadi. "Adi, kamu harus ke kantor polisi. Bangun, Di." Adi tersadar, ia meringis pelan menatap kembali kasur yang ia duduki. Apa mungkin semua sudah berhenti? Atau bagaimana? Ia jadi bingung sendiri sekarang. "Iya, Kek. Adi siap-siap dulu." Teriaknya setelah sadar dan mendengar suara sang kakek dari pintu kamar. Sesampainya di kantor polisi ia melihat lalu lalang banyak orang entah itu untuk melapor atau mengurus masalah lainnya. "Saksi atas nama Adi?" Adi mengangguk lalu mengikuti polisi yang ia duga sebagai penyidik atau apalah itu. Hingga menit demi menit berlalu, pertanyaan yang selalu mengarah kepada alasan Adi tidak ingin meminum jus itu dan malah memberinya kepada pelayan. Dan tentang kecurigaan terhadap Adi lantaran menolak saat diberi jus. Namun dengan penjelasan nya, malah menimbulkan dugaan baru yaitu ada niat yang ingin membunuh dirinya, sebab jus apel itu sengaja diberikan untuknya seorang saja sedangkan pada saat itu ada banyak anggota keluarga yang lain. Hingga hampir dua jam lama nya, baru lah Adi bisa bernafas lega berdiri menyambut uluran tangan penyidik di depannya. "Semoga kasus ini segera selesai, saya yakin anda orang baik." Adi membalasnya dengan senyuman. "Terima kasih, Pak. Saya pamit undur diri dulu. " Polisi itu mengangguk. Dan Adi keluar dari sana yang langsung disambut oleh pamungkas. Pria paruh baya itu memeluk tubuh tegapnya dengan erat seolah merasa lega telah melihatnya keluar dari sana dalam keadaan baik-baik saja. Padahal siapa yang berani menyakitinya saat tahu dia adalah salah satu keturunan pamungkas. "Gimana? Gugup gak?" Adi menggeleng. "Gugup enggak, cuma capek. Pertanyaan nya muter-muter di situ aja." "Apa emang yang ditanya?" "Yah tentang Kenapa aku nolak jus apel nya." Pamungkas mengangguk paham. Keduanya masuk ke dalam mobil meninggalkan kawasan kantor polisi. Sepanjang jalan Adi hanya bisa memikirkan semua kemungkinan yang akan terjadi ke depannya. Jika baru beberapa Minggu di mansion saja sudah ada orang yang hendak meracuni nya bagaimana jika sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ia harus segera menyelesaikan semua ini sebelum kembali ke rumah milik ya sendiri. "Adi, Kevin tidak sekolah hari ini?" Tanya pamungkas dan Adi langsung tersentak kaget. Ia melihat ponsel miliknya yang sedari tadi dalam mode silent. Kemudian ia mendesah lega setelah membaca pesan yang dikirim Kevin beberapa saat yang lalu jika pemuda itu berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. "Adi..." "Ah iya, Kek?" "Kamu ngelamunin apa?" Adi menggeleng. "Kenapa kek?" "Kevin gak sekolah?" "Iya enggak, kesiangan jadi males sekolah. Kakek kok tau?" Tanya Adi harap-harap cemas. Takut jika aksi mereka ketahuan. "Tadi kata satpam Kevin datang ke mansion." Anjim! Bagaimana mereka bisa lupa pengawal dan para satpam yang berjaga di sekeliling rumah, apa alasan Kevin ketika ia masuk ke ruang kerja itu? Ia harus segera menghubungi Kevin nanti paling tidak memastikan jika sepupunya aman. Adi langsung turun dari dalam mobil begitu sampai di halaman luas mansion. Ia bisa melihat sepeda motor milik Kevin masih berada di sana yang artinya sepupu nya itu belum beranjak dari mansion. "Adi naik dulu, Kek." Pamit Adi yang diangguki oleh pamungkas. Ia menuju kamar milik Kevin yang tertutup rapat. Mengetuk pintu beberapa kali tak lama pintu itu terbuka. "Masuk." Adi masuk dan langsung duduk di ranjang yang cukup besar milik Kevin. Brak! "Anjir sakit woy!" Kevin tertawa ngakak. "Itu yang kita cari, di sana ada semua. Tapi kayaknya gak aman kalau kita baca dan bahas di sini, mending ke rumah lu aja." "Tapi kakek masih di depan, tunggu agak sore aja nanti." Kevin mengangguk setuju. Lalu teringat akan sesuatu ia mengambil bantal dan melemparkannya tepat sasaran mengenai Adi. "Apa?" Tanya Kevin garang. Ia menunjuk Adi dengan penuh rasa dendam "Gara-gara elu hampir aja gue digebuki dikira maling." "Hah? Kok bisa?" "Hih, kik bisi. Bacot anjir, kenapa gak ngomong kalau pengawal kakek gak ikut. Untung aja gue alasan mau tidur dan emang sengaja bolos karena udah telat." Adi tertawa ngakak, pantas saja kakeknya tahu jika Kevin membolos. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana raut wajah Kevin yang pastinya panik setelah dicegat langsung oleh bodyguard yang menang akan berjaga di depan pintu mansion dan biasanya akan ikut jika kakek pergi ke mana pun. Berhubung hanya akan ke kantor polisi Dan rumah dalam keadaan kosong, maka sang kakek memang sengaja meninggalkan pengawal nya di sana "Panik gak? Panik gak?" Tanya Adi dengan menaik turunkan kedua alisnya. "Paniklah, masa enggak!" Teriak Kevin yang membuat ketawa Adi semakin menguat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD