Bab 29: Markas

2236 Words
Adi mulai berbaur dengan beberapa orang, awal kedatangan nya tadi ia hanya menjadi anak itik yang mengikuti ke mana pun ibunya pergi, ia selalu mengikuti Kevin bahkan yang menggelikan saat sepupunya itu hendak buang air, ia malah dengan sigap berdiri hendak ikut ke kamar mandi, alhasil ia menjadi bahan tertawaan dan tentunya ia sendiri merasa geli dengan ketakutan nya yang tidak beralasan. Hingga ketika Kevin pergi, Adi merasakan aura yang mengenakkan dan membuat nyaman dari teman-teman Kevin. Dalam waktu singkat ia sudah akrab dengan aksara dan juga Natha yang memang memiliki sifat friendly. Sejenak ia bisa melupakan segala persoalan dan permasalahan yang sedang ia hadapi. Memang benar apa kata orang, jangan menilai seseorang itu dari cover nya, dan benar saja. Mungkin bagi sebagian orang geng motor berisi dengan orang-orang yang suka bertindak anarkis, membuat warga takut, sok berkuasa dan pastinya sadis. Padahal tidak semua geng seperti itu, contoh nya saja geng Kevin ini. "Btw, seru juga kalau elu masuk geng." Celetuk aksara yang sedari tadi ngobrol sembari mengusap tembakau yang ia bakar. Adi menggeleng menyahuti saran dari Aksara. Dirinya tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk gabung bersama geng seperti ini, tugasnya saat ini adalah memecahkan kasus kecelakaan kedua orang tuanya karena sedikit janggal. "Padahal enak loh, kita bisa lakuin kegiatan positif, bisa beramal juga.'" sahut Natha yang asyik menjilat kulit kacang goreng Garuda yang memang kulitnya terasa asin lalu melemparkannya ke arah aksara. "Jorok banget anak pak Lazuardi. Pengen gue lempar ke Antartika." Natha yang mendengar ucapan aksara pun merasa tidak peduli bodo amat, nanti kan kalau capek diem sendiri. Pikirnya. Adi hanya bisa terkekeh geli, entah apa yang sedang dilakukan dua manusia itu tapi yang jelas ini cukup menghibur. "Di, kok Lo mau sih sepupuan sama itu anak lutung?" Plak! "Yang ku katain anak lutung itu gue," ujar Kevin yang datang dari arah kamar mandi menghantam kerasa kepala Natha. Alhasil pemuda itu meringis kesakitan dan menyumpah serapahi Kevin. "Lagian dia masih untung sepupuan sama gue. Dari pada sama elu? Menderita dia yang ada." "Mana ada, kalau sana gue bakal bahagia lah, gue kan baik gak sombong." "Nyenyenyenye." Natha mendelik tidak terima. Kenapa teman-teman nya ini sangat menyebalkan sekali sih? Bikin emosi jadinya. "Dah lah gak asik, gue mau tidur aja gabung sama yang lain, di sini dinistai Mulu." Rajuk Natha yang berjalan tanpa mengindahkan panggilan dari teman nya yang lain. "Ngambekan, gak asik." Teriak Kevin yang malah dibalas dengan juluran jari tengah Natha. Kevin menatap Adi yang masih terkekeh geli. Lalu menepuk pelan pundak sepupunya. "Laper belum?" "Laper lah," sahut orang di sebelah Kevin. Adi kembali tertawa begitu melihat raut wajah sepupu nya yang sudah keruh. "Bukan elu Dugong. Lu mau makan, mau enggak, mau gak makan sebulan, gue gak peduli." Balas Kevin yang tentunya itu merupakan sebuah kebohongan sebab Kevin salah satu orang yang peduli akan teman. "Gak boleh gitu, tapi gue laper. Cari makan di mana?" Tanya Adi yang memang tidak tahu lokasi di sekitar markas. Kevin mengangguk pelan "Tenang aja. Ada chef di sini." Kevin tampak mencari seseorang. "ARTHUR, MASAK GIH." Teriaknya setelah menemukan orang yang dicari. Pemuda yang bernama Arthur itu mengangkat tangannya dan memberikan jempol kepada Kevin. Memang di geng motor ini hanya Arthur lah yang pandai memasak. Sangking pandai nya sampai disebut sebagai mamak nya markas dan sering menjadi babu teman-teman nya yang laknat ketikansedang kelaparan. Adi yang melihat itu akhirnya berjalan menuju ruangan yang ia duga merupakan dapur. Begitu sampai ia langsung menghampiri pemuda bernama Arthur yang sedang mengeluarkan bahan-bahan makanan dari kulkas. "Butuh bantuan?" "ALLAHUAKBAR TUHAN YESUS." Teriaknya kaget. Adi sendiri mengerjapkan matanya begitu mendengar kalimat yang baru saja Arthur lontarkan. Ini maksudnya apa? Krislam gitu? "Lu ngagetin aelah." Adi meringis pelan, ia tidak tahu kalau respon Arthur akan sekaget itu. "Yah maaf, gue gak tau lu bakal kaget." "Iya gak papa, btw lu sepupu nya Kevin, kan?" Adi mengangguk. "Iya, nama gue Adi." "Gue udah tahu. Lu tadi nawarin buat bantu? Sini kalau gak keberatan." Adi dengan suka rela membantu Arthur meracik bumbu, sebelumnya Arthur ingin memasak mie, tapi Adi melihat di kulkas ada ikan mas sehingga ia memutuskan untuk memasak sayur asem ikan mas. Dengan terampil tangan Adi menyampurkan semua Bahan untuk di haluskan yang kemudian ia tumis dan ia beri potongan asem. Setelah mendidih barulah ikan mas yang sudah dibersihkan ia masukkan ke kuah asem yang tadi sudah ia buat. Arthur yang melihat kemampuan masak Adi berdecak kagum. Ia memang bisa, tapi selama ini ia selalu masak makanan yang simpel seperti mie, nasi goreng, mentok paling di tumisan. Sembari menunggu ikan masak, Adi mengecek ketersediaan nasi di dua rice cooker yang ternyata penuh, dan cukup untuk makan semua orang yang ada di markas. UN ke MA "Udah siap nih, coba cicip mana tau ada yang kurang?" Arthur mengambil kuah dengan sendok, begitu mencicipinya ia langsung mengacungkan jempol. "Mantap, enak banget. Gak kalah enak sama masakan restoran bintang lima." "Lebay lu." "Hahaha... Serius. Gue panggil anak-anak dulu deh, kita makan di ruang tengah aja biar lapang." Tak lama, beberapa anggota datang sembari mengangkat piring, sendok, dan peralatan makan lainnya. Bahkan ada yang mengambil mangkok berisi air cuci tangan. "Wes makan-makan. Kayaknya enak ini. Masakan siapa? Tumben masak sayur asem. Biasanya nasi goreng, mie goreng, NuGet goreng," ucap salah seorang anggota yang datang membawa minuman dingin dari kulkas. Arthur mendelik tidak suka mendengarnya, dengan begitu temannya itu mengatakan jika ia hanya bisa memasak goreng-gorengan. "Gue kenal sih ini masakan siapa, Adi kan?" Tanya Kevin yang memang mengetahui ciri khas setiap masakan sepupunya itu yang dominan pedas. Adi hanya mengangguk, lalu sibuk dengan kepala ikan mas yang memang kesukaan dia lantaran memiliki keenakan tersendiri, apalagi mata nya jika digigit maka sensasi meletus luar biasa. "Pantes, kalau mami Arthur mah masakannya udah hapal luar kepala, ya gak? Mentok sayur suo doang. Eh tapi pernah mami masak capcay enak banget. " "Gak pernah tuh, gue gak pernah tahu kalau mami Arthur masak capcay." Sahut Kevin dengan mulut yang penuh akan makanan. "Pernah, lu kagak datang ke markas. Kayaknya yang di sini cuma gue, Arthur, aksara, sama Natha. Iya gak?" Arthur mengangguk, ia masih menikmati kepala ikan mas sama dengan adi kedua nya bahkan saling berhadap-hadapan menggigit kepala itu tidak memperdulikan teman nya yang lain asyik bercerita. "Anjir ini dua orang udah kayak kucing makan kepala ikan, sampe keasyikan sendiri coba." Heboh Natha yang melihat itu. Adi terkekeh geli begitu sadar kini menjadi pusat perhatian. "Itu ada tiga lagi, coba aja. Enak kok. Sengaja gue letak di tempat yang berbeda, takutnya ada yang geli liat kepala." "Geli? Yang ada dalam sekejap habis dah ini kepa.... WOY, BAGI GUE DONG AKH!" Teriak Natha begitu melihat kepala ikan yang tiga lagi sudah tandas masuk ke dalam piring temannya yang lain. "Huekk... Alhamdulillah gue kenyang, makanan kali ini maknyus top markotop dah, sering-sering ke sini biar sesekali makan enak." Natha memberikan jempol nya menyetujui ucapan aksara yang tengah mengusap perut nya itu. "Gila sih, enak banget. Besok-besok masak rendang dong." "Gue gak bisa," sahut Arthur yang memang tidak bisa membuat rendang, pernah mencobanya tapi entah kenapa terasa sangat pahit. "Ye yang nyuruh mami siapa? Kita mah minta Adi, ya kan?" "Oh gitu, yah udah. Awas aja kalau ada yang minta masakin lagi yah. Males gue." Rajuk Arthur yang langsung membawa piring kotor ke dapur untuk dicuci anggota nantinya. Melihat Arthur yang ngambek, bukannya membujuk malah mereka terlihat santai bahkan tidak merasa bersalah. Hal ini membuat Adi merasa tidak enak takut kehadirannya malah membuat Arthur risih atau bahkan tidak suka. Dengan cepat ia mengangkat bekas-bekas wadah yang ternyata masih terdapat beberapa potong ikan lagi, ia akan memanas kan ini mana tau nanti anggota lainnya ada yang kelaparan. "Gue minta maaf." Arthur yang mendengar itu sontak melihat ke arah Adi . "Minta maaf kenapa lu?" Tanya nya heran. "Em... Mana tahu kehadiran gue buat elu jadi terasingkan." "Hahaha... Ya enggak lah, gue gak baperan orang nya. malah seneng njir, ada yang gantiin posisi gue sebagai tukang masak bagi kaum duafa." "Ya mana tahu." Arthur menggeleng, ia merasa jika sepupu Kevin ini masih awam tentang pertemanan. Apa hidup Adi ini terlalu nolep? Melihat dari kepolosannya sih iya. "Ya udah, balik lagi ke depan ayok. Biar ini piring itu bocah-bocah yang nyuci, udah ada piket nya masing-masing kok. Oh iya, lu jadi mau masak rendang?" Adi mengangguk. "Boleh, yang penting ada bahannya sih." "Coba gue liat di kulkas, seingat gue daging udah habis sih." Arthur membongkar isi kulkas dan tidak menemukan daging di sana, bahkan ikan saja tidak. "Mending belanja aja deh, lagian udah mau habis ini bahan. Biasanya anak-anak kalau jam makan siang atau malam emang makan di sini sih, buat bangun solidaritas." "Serius?" Arthur mengangguk. "Iya, makanya piket belanja kan ada. Ini kayaknya Minggu ke dua bulan ini, berarti Natha sama aksara." "NATHA! AKSARA." Teriak Arthur dari dapur. Dan tak lama kedua pemuda yang tadinya dipanggil muncul dengan wajah super jahil nya. "Yah paduka raja, hamba mengambil di sini, ae naon?" Jawabnya serempak yang malah membuat geli. Arthur sendiri sudah menghela nafas pelan, menghadapi manusia dengan otak setengah membutuhkan kesabaran yang tinggi. "Bahan-bahan habis ini, belanja sana. Lagi giliran kalian." Keduanya mengangguk. Lalu menatap Adi yang masih berada di depan kulkas. "Jadi buat rendang?" Adi mengangguk. "Jadi, nanti sekalian beli bumbu sama daging nya yah, jangan lupa itu kepala parut, santan kental nya banyak." "Oke bos. Cuy pergi." Sepeninggalan keduanya, Adi melihat kembali kulkas yang terlihat berantakan dan tidak tersusun dengan rapi. Dengan inisiatif nya Adi mengeluarkan semua yang ada di kulkas sehingga kulkas tersebut kosong. "Mau di apain?" "Dirapikan, biar gampang cari bahan, ada spidol permanen gak?" "Ada kayaknya, gue cari dulu." Adi mengangguk, lalu mengambil beberapa wadah yang sepertinya memang disediakan untuk menyusun bahan-bahan kulkas namun karena tidak sempat atau merepotkan sehingga yang ada kulkas penuh dengan plastik-plastik berisi bahan makanan. Ia mencuci buah yang tersisah dari plastik. Lalu menarik tempat persegi yang cukup besar meletakkan nya di sana. Mengeluarkan bawang-bawang dari sana dan meletakkan nya di atas keranjang kecil yang ada di sebelah kulkas. Lalu bagian cabai, paprika Adi letak di wadah berukuran sedang. Beberapa sayuran Adi potong kecil dahulu sehingga tinggal digunakan nantinya, sama hak nya dengan daun bawang dan beberapa daun-daun an seperti selada, kemangi, seledri dan juga daun ketumbar ia jadikan satu wadah. "Ini spidolnya." Ujar Arthur sembari memberikan spidol kepada Adi. Ia melihat apa yang tengah di lakukan Adi dan terkekeh pelan begitu mengetahui jika kulkas mereka sangat berantakan. "Maklum yah, Di. Gue males beresin." "Gak papa, lagian mumpung lagi luang." "Ada yang perlu dibantu?" Adi tampak menimbang sesuatu lalu menunjuk ke arah wadah-wadah yang sudah terisi tadi. "Itu kasih tulisan di bagian wadah nya di samping atau di depan nama benda yang di dalam. Jadi nanti pas butuh tinggal ambil aja." Arthur mengangguk. Kedua nya sibuk dengan kegiatan membersihkan dan membereskan itu sedangkan temannya yang lain sudah memasuki alam mimpi karena sudah kekenyangan. "Di, mau balik gak?" Tanya Kevin yang tiba-tiba datang dari arah depan. Adi yang tengah jongkok pun mendongak menatap Kevin dari bawah. "Bentar dulu, ini belum selesai. Lagian yang belanja juga belum Balik." "Yaudah, kalau mau pulang bangunin gue aja, gue ada di ruang tengah." "Oke." Kevin hanya mengangguk, ia sudah tidak heran dengan sepupunya yang sangat rajin itu. Bahkan jika melihat susunan buku-buku di rumah nya, kita akan minder dan merasa manusia paling berantakan di Dunia. Beruntung ibunya tidak menjadi tetangga Adi, kalau sempat itu tenjadi, maka ia siap sedia menjadi perbandingan antara langit dan bumi. "Di, lu sama Kevin sepupuan dari ayah atau ibu?" Tanya Arthur sembari menyerahkan wadah persegi yang sudah selesai ia tulis. "Dari ayah. Ayah gue sama ayah dia kakak beradik." Arthur mengangguk. "Pantes sama-sama marga pamungkas. Apalah daya gue yang gak punya marga." Adi mendongak kembali menatap Arthur dengan penasaran. "Kenapa?" "Nama bokap gue cuma satu. Susilo, gak mungkin nama gue Arthur Raditya Susilo. " Adi menggeleng sambil terkekeh, tangannya dengan terampil menyusun kotak-kotak itu hingga tampak rapi, bahkan kulkas yang tadinya tidak bisa menampung minuman kaleng mereka kini tampak lenggang dengan susunan minuman-minuman soda yang tersusun rapi di rak kedua. Sedangkan rak paling bawah Adi isi dengan wadah-wadah berisi sayuran dan buah-buahan. "Gila, skill lu ngalahin skil emak gue, Di. Emak lu pasti bangga punya anak ke elu." Salut Arthur yang tidak menyadari perubahan wajah Adi. "Semoga aja emak gue bangga." Mendengar itu, Arthur sedikit melirik ke arah Adi dan menyadari perubahan dari temannya itu. "Emak lu pasti sering muji elu ini, atau elu sering bantuin emak di dapur?" "Bunda gue udah gak ada." Singkat tapi mampu membuat lawan bicara nya mati gaya dan tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Arthur meringis tidak enak, ia memberikan pukulan pelan ke bibir nya seraya mengumpati diri sendiri atas perkataan nya yang salah sasaran. "Maaf, Di. Gue gak tahu. " "Gak papa kok, santai aja." "Berarti sepupu Kevin yang sering diceritakan itu elu?" Adi melirik Arthur singkat. Lalu membersihkan meja bar dengan lap yang ia ambil di lemari tadi. "Cerita apa aja dia?" "Yah banyak, tentang Om Tante nya yang kecelakaan, tentang sepupu nya dalam artian elu yang tinggal sendiri. Dia benar-benar khawatir kemarin pas elu keluar dari mansion dengan muka penuh luka." "KUPING GUE PANAS, SIAPA YANG NYERITAIN GUE INI?" Teriak Kevin tiba-tiba dari arah depan. Beberapa orang menggerutu atas suara Kevin yang melengking, sedangkan yang lain tampak tidak peduli dan asyik lanjut ke alam mimpi nya. "Pasti yang di dapur tuh yang ghibahi gue," ujar Kevin lagi. Adi terkekeh kan begitu juga dengan Arthur. "Orang banyak dosa halal dighibahi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD