Bab 24 : Mengulang Tahun

1013 Words
Malam harinya Adi tengah bersantai di balkon kamarnya yang menghadap ke arah taman yang luas milik mansion keluarganya. Dari balkon ini juga ia bisa melihat jalanan yang cukup ramai seolah tidak pernah berhenti 24 jam ramainya. Hingga tak lama kemudian ia masuk ke dalam kamar memutuskan untuk tidur karena sudah merasa ngantuk. Lagian ini sudah pukul dua dini hari. Tapi Adi masih memilih membuka matanya. Begitu memejamkan matanya, ia langsung terseret masuk ke dalam dunia lain. Ia melihat ke sekeliling nya yang ternyata ia tengah berada di rumah miliknya sendiri tanpa ada siapa pun yang menemaninya. Adi yang tengah memakai kaos oblong itu berjalan menuju meja makan yang terlihat masih kosong tanpa ada makanan apa pun, keadaan ini sudah hampir belasan tahun ia jalani sendirian, menyiapkan semuanya sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Menyadari jika waktu sudah mepet, Adi hanya membuat mie instan yang setiap bulannya selalu ia stok banyak jaga-jaga untuk di situasi seperti ini. Menunggu beberapa menit akhirnya mie tersebut jadi, Adi menikmatinya dalam diam sembari menatap kalender yang tergantung rapi di sebelah lemari hiasan. Tepat tanggal ini kecelakaan nahas itu terjadi empat belas tahun yang lalu. Tahun-tahun mencekam yang membuat ia beberapa kali terpuruk jatuh. Tahun di mana ia kehilangan dua cahaya hidupnya sekaligus. Rasanya setiap mengingat momen itu Adi ingin menyusul keduanya, paling tidak ia tidak merasa kesepian seperti sekarang. Menghabiskan cepat mie nya, Adi segera. Keluar dari dalam rumah dengan mengenakan jaket hitam dan celana pendek. Ia akan ke suatu tempat memesan barang yang setiap tahun akan sangat ia butuhkan. "Mas Adi, seperti biasa, Mas?" Tanya pegawai toko yang memang sudah paham keinginan Adi. Adi sendiri hanya berdehem dan mengangguk menjawab pertanyaan pegawai itu. Dengan sigap pegawai yang menjadi saksi bisu kehancuran seorang Adi itu membungkus pesanan, hingga beberapa menit kemudian, pesanan itu sudah jadi dan Adi selalu puas melihatnya. "Thanks." Adi pergi meninggalkan toko kembali pulang ke rumah dengan membawa barang yang telah ia pesan tadi. Sesampainya di rumah Adi langsung mengganti pakaiannya menjadi lebih rapi, kemeja hitam yang ia gulung lengan nya dan juga kos hitam polos dengan celana jeans panjang berwarna senada. Penampilan Adi memang seperti ini, dan sudah tidak mengherankan lagi. Adi menyusun semua barang bawaannya dan berjalan menuju garasi tempat mobilnya berada. Ia langsung bergegas menuju tempat di mana ia akan mendapatkan ketenangan dan bertingkah bocah mengadu segala keluh kesahnya. Pemakaman umum karya indah. Tempat persemayaman terakhir kedua orang tuanya. Adi sampai di depan gerbang menuju area pemakaman. Dengan segera ia memarkirkan kendaraannya di tempat parkir yang memang sudah disediakan oleh pihak TPU. Begitu masuk Adi langsung disambut oleh jejeran makam yang terlihat bersih. Hingga ia berjalan menyusuri setapak jalan menuju tempat makam kedua orang tuanya. Begitu sampai, ia melihat jika ada taburan bunga yang kemungkinan besar sebelum dirinya tiba ada yang sudah lebih dahulu datang mengunjungi makam ini. Tapi Adi tak ambil pusing, siapa pun itu selagi tidak mengganggu ketenangan nya maka ia tidak akan peduli. "Bunda, Adi datang lagi..." Lirihnya pelan sembari meletakkan semua bingkisan yang tadi memenuhi kedua tangannya. Adi mengambil korek api dari dalam kantongnya. Lalu membuka kotak persegi yang tadi sempat ia beli di toko kue. Menghidupkan lilin yang bertuliskan angka 42. "Happy birthday to you my word, maaf bunda kalau Adi masih jadi anak cengeng. Tapi ini tahun ke sekian Adi ngerayain ulang tahun bunda tanpa adanya bunda di samping Adi." Adi mengusap matanya yang sudah basah. Rasa nya sangat sesak sekali tanpa kehadiran seorang ibu di samping kita. Tidak ada lagi tempatnya berkeluh kesah. "Musuh Adi semakin banyak, Bund. Pasti bunda gak suka kan? Ayo dong marahin Adi, Adi pengen ngerasain kayak anak lain dimarahin bundanya. Adi kangen bund..." Runtuh sudah pertahanan Adi, ia sangat tidak bisa menahan laju air mata dan Isak tangisnya jika sudah menyangkut tentang bundanya. "Adi capek bund, Adi pengen istirahat. Kenapa bunda sama ayah tega ninggalin Adi sendirian? Mereka kan gak baik, gak ada yang sayang Adi." Adi meremas gundukan tanah yang sudah ditumbuhi rerumputan yang terpotong rapi tersebut. Hanya di tempat ini lah ia akan kembali menjadi Adi yang hangat. "Sekali lagi happy birthday bunda. Semoga bunda tenang di sana, Adi bakal berusaha tetap jadi anak bunda yang baik." Adi berpindah posisi ke arah makam sebelah bundanya yang tak lain merupakan makam sang ayah. Mengelus pelan nisan itu lalu mengecupnya dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Yah, maaf kalau Adi jadi anak cengeng, padahal ayah berulang kali bilang kalau Adi jangan jadi anak cengeng." Adi ingat, pada saat kecelakaan itu, hanya ibunya yang meninggal di tempat, sedangkan ayahnya sempat menerima perawatan beberapa jam dan sempat sadar juga. Hingga tak lama menghembuskan nafas terakhir. Pada saat itu Adi masih belum mengerti semuanya, yang ia lihat hanya bunda yang terluka parah, om Rendy nya yang tidak sadarkan diri dan ayahnya yang sempat menyapanya ikut serta tidak sadarkan diri. "Adi rindu banget, mau nyusul kalian boleh gak? Gak boleh yah?" " Di sini sepi, Yah. Adi belum bisa memaafkan mereka yang terlibat dalam kecelakaan itu. Maafin Adi yang punya sifat pendendam ini." Mengusap pelan matanya, Adi melirik awan yang kelihatan mendung. "Adi pulang dulu, besok Adi bakal ke sini lagi, Yah. Assalamualaikum..." Pergi dengan keadaan yang tidak cukup baik menjadi keputusan adi dari para dirinya esok sakit dan tidak bisa melakukan kebiasaan yang sering ia lakukan di setiap tanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya. Begitu Adi balik badan, ia dikejutkan dengan kehadiran pamungkas yang menatapnya dengan binar mata tak terbaca. Adi berdecih tidak suka, akan tetapi memilih berjalan meninggalkan pamungkas tanpa mengatakan apa pun itu. Hingga sebuah pernyataan yang keluar dari mulut pamungkas membuat Adi menghentikan langkahnya. "Semua sayang kamu, Adi. Kamu yang tidak sayang dengan dirimu sendiri." Adi tidak menunjukkan respon apa pun, melainkan berjalan keluar dari area pemakaman meninggalkan pamungkas yang menatap dirinya dengan sendu. Selama di perjalanan, Adi masih memikirkan tentang ucapan yang baru saja dilontarkan sang kakek. Apa maksudnya? Dan kenapa pamungkas tiba-tiba mengatakan hal demikian? padahal selama ini kakek tua itu tidak pernah mengatakan hal demikian, kenapa hari ini datang ke makam kedua orang tuanya? setahu nya tidak pernah datang walau sekedar melihat saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD