Bab 31 : Teror Awal

2354 Words
Suasana markas tiba-tiba gaduh begitu Arthur yang hendak masuk kamar untuk tidur melihat kondisi wajah Adi yang lebam. "Ulah siapa ini? Gak mungkin elu kan, Vin?" Tanya Arthur begitu kedua orang yang menjadi sumber kehebohan ini muncul keluar dari dalam kamar. Adi yang menjadi objek permasalah malah terkekeh geli dan menggeleng pelan. Entah kenapa raut wajah Arthur terlihat sangat lucu sekarang, pantas saja Arthur dipanggil mami oleh anak-anak markas. Memang sifatnya sangat keibuan bahkan cerewet nya sama. "Jawab elah, malah senyum-senyum gak jelas." "Gila kali yah, orang mah di bogem kesakitan lah dia malah girang gitu." Plak! Kevin memberikan pukulan kepada dua orang yang sedari tadi asyik saling berbisik sembari menatap Adi dengan heran. Tentunya pukulan itu menggunakan tenaga dalam jadi tidak heran jika aksara dan Natha yang tadinya berbisik-bisik langsung meringis kesakitan. "Di serius, seinget gue tadi pas makan luka itu gak ada?" Tanya salah satu anggota yang juga memperhatikan luka di sudut bibir dan pipi kanan Adi. "Seingat gue lu dari tadi siang menjelang sore di sini Mulu sampe sekarang. Terus yang nabok elu siapa, Di?" "Nah itu, pas Dateng juga itu muka mulus. Kenapa mendadak jadi lebam, lu ke pentok apa di kamar? Atau jangan-jangan..." Semua pasang mata langsung tertuju pada Kevin yang sedari tadi duduk dengan tenang bahkan bermain game online. Padahal yang sedang terluka sepupunya sendiri. Menyadari jika diri nya tengah ditatap tajam, Kevin duduk tegak sembari bertanya-tanya ada apa gerangan? Kenapa pada natap dia dengan penuh intimidasi. "Ngapa dah? Serem jadinya." "Lu apain si Adi, b*****t! Kenapa pada lebam gitu?" Tanya Arthur dengan penekanan di setiap katanya. "Kok nanya gue, yah tanya yang punya muka lah, lagian gak gue apa-apain. Di kamar juga gue rebahan, gak lama dia tidur gue keluar gabung sama kalian." Jelas Kevin yang tidak ingin disalahkan. Lagian jika ia cerita pun belum tentu sepenuhnya mereka akan percaya, sebab yang terjadi pada sepupunya adalah hal yang di luar nalar. "Lu juga, Vin. Sepupu lagi gitu masih sempat-sempatnya lu main game, gak ada jiwa kesepupuan emang." "Emang ada jiwa kesepupuan?" Tanya Natha saat mendengar ucapan ngawur aksara. "Adalah, apa yang gak ada di muka bumi ini?" "Urat malu sama otak lu yang gak ada, Ak." Semua orang yang mendengar ucapan Arthur seketika langsung tertawa geli, terlebih wajah aksara yang sudah tidak enak dipandang, hal ini malah menambah gelak tawa seisi markas sampai Adi sendiri terkekeh juga. *** Keesokan harinya, suasana mendung menjadi teman perjalanan Adi bersama dengan Kevin yang hendak pulang ke mansion pamungkas. Keduanya memutuskan untuk pulang guna melancarkan rencana mereka yang sudah di susun jauh-jauh hari. "Vin, yakin bakal berhasil?" Tanya Adi ragu. Kevin hanya mengangguk, lalu melirik plastik putih yang ia letakkan di kursi penumpang. Dengan seringai tipis ia menatap jalanan yang tampak senggang. "Yakin, udah tenang aja. Gak sampel mati kok, paling sakaratul maut." Adi tidak mengucapkan apa pun lagi, pemuda itu memilih menatap jalanan di luar, ia rasa ada yang salah, tapi tindakan nya ini juga benar. Setelah mereka berhasil mengetahui siapa sebenarnya pamungkas yang menjadi tetua di keluarga mereka itu. Adi menjadi memiliki jiwa iblis yang entah kenapa muncul ingin menghancurkan keluarga pamungkas sampai ke akar-akarnya. terlebih di dalam mimpi itu Kakek nya adalah pembohong. Yang berada di mansion adalah orang yang berbeda dengan pemilik asli perusahaan pamungkas. Dan yang mengejutkan adalah kakek yang selama ini Adi percayai ternyata memiliki niat terselubung. Meski semua ini masih dalam penyelidikan yang jelas ia mulai percaya atas petunjuk-petunjuk yang hadir dalam mimpi nyata itu. "Di, gak turun?" Tanya Kevin yang minat Adi melamun. Keduanya turun tepat saat hujan mengguyur bumi. Ia langsung masuk ke dalam mansion dengan baju yang sedikit lembab terlena tetesan air hujan. "Kirain gak pulang," sindir Jefri yang tampak nya tengah asyik menonton televisi. Kedua nya tidak memperdulikan Jefri dan memutuskan langsung naik ke lantai dua menuju kamar masing-masing. Untuk sementara waktu, barang yang tadi mereka beli Kevin yang menyimpannya. Begitu masuk ke dalam kamar. Adi segera membersihkan diri dan berniat untuk tidur karena kemarin ia kurang waktu tidur. Badannya terasa sangat lemas sekali lantaran tidak pernah begadang sambil meminum kopi seperti kemarin malam. Meski menyenangkan tapi Adi akui dalam kurun waktu sebulan ia akan ambruk. Tok! Tok! Tok! "Di, udah pulang?" Adi yang masih mengenakan pakaian segera membuka pintu dan melihat kakeknya lah yang berada mengetok nya tadi. "Ada apa, Kek?" "Enak mainnya?" Tanya pamungkas seperti seorang ayah atau ibu yang menyambut kedatangan anaknya setelah main. Hal yang tidak pernah Adi dapatkan selama belasan tahun. "Ya." "Lain kali kalau mau menginap kasih tau kakek dulu yah, biar gak kecarian." "Oke, kek." "Yaudah, kakek mau turun dulu. Kamu sama Kevin udah makan, kan?" "Udah." Adi segera menutup pintu kamar nya begitu melihat pamungkas yang turun ke lantai bawah dengan menggunakan lift. "Tidur, terus bangun. Terus tidur lagi ya Allah gini amat hidup gue yang kebanyakan bolos." Gerutu Adi yang merasa sangat bosan. Ini semua adalah pengaruh Kevin, pemuda licik itu sengaja tidak membangunkan dirinya padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi yang artinya ia sudah telat untuk sekolah. Bahkan sangking liciknya, Kevin mengunci pintu markas yang membuat semua teman temannya bolos berjamaah. GRUP NANANINA Arthur invide you Arthur : " @Kevin anjing! Gara-gara elu gue kena lemparan sepatu pagi-pagi. Natha : "Ngapa pak bos?" Aksara : 2 Panji : 5 Reno : 10 Kevin : +99999999999 Arthur : "akhirnya muncul si Dugong @kevin. Kevin : "Kenawhy? Apa salah saye?" Arthur : "Gara-gara elu sembunyiin kunci buat bolos bareng, gue digibeng emak karena gak sekolah. Anjinm emang elu yah, kalau mau bolos jangan ngajak-ngajak! Kevin : "hahahaha... Lagian kenapa mau?" Adi yang membaca chat grup tersebut langsung tertawa ngakak, mungkin jika ia jadi Arthur pun akan kesal setengah mampus, bagaimana tidak! Sengaja kunci ditahan agar mengikuti jejak sesat nya Kevin untuk bolos sekolah. "Di, mau keluar beli jajan gak?" Teriakan dari luar membuat Adi mau tidak mau kembali.membuka pintu kamar. "Enggak, gue mau tidur aja. Ngantuk!" "Ya udah kalau gitu, gue pergi dulu mau beli permen ke supermarket depan." Adi kembali mengangguk dan kali ini ia berharap tidak ada lagi yang namanya gangguan. Baik dari siapa pun itu. *** Suasana malam ini begitu tenang, seolah jangkrik maupun hewan lainnya tidak ingin mengusik keheningan. Adi yang masih berbalutkan selimut menguap sejenak lalu menatap ke arah keluar jendela yang ternyata sudah gelap. Melirik sedikit ke arah jam dinding ia terkejut menyadari jika sudah pukul 8, yang artinya masuk waktu makan malam. Seolah tidak ingin ketinggalan makan malam bersama, Adi dengan gerak cepat mandi dan membersihkan diri yang hanya ia lakukan kurang dari lima menit. "s**t!" Adi mengumpat begitu sadar ia sedang berada di mana. Kenapa bisa lupa sih? Dengan segala kekesalan yang Adi, Adi berjalan turun menghampiri meja makan yang tampak sepi hanya ada suara sendok yang saling beradu satu sama lain. Menarik pelan kursi yang tersisa. Adi tidak memperdulikan tatapan tajam dari beberapa orang di sana, bahkan dengan santai nya ia meraih nasi dan mengisi piring nya dengan lauk pauk sesuai dengan keinginannya. "Woaw... ekspresif." Suara melengking itu sangat mengganggu Adi sebenarnya, tapi saat ini perut nya sedang meronta minta di isi, sehingga tanpa memperdulikan sosok yang duduk di sebelahnya. Adi tetap fokus menyantap menu makan malam nya yang membosankan. "Psst... Di, Adi." Bisik setan dari arah sebelah kiri nya. Bukan menyahut atau meladeni nya, Adi malah asyik makan ayam tidak menghiraukan sama sekali. Merasa geram dengan sifat acuh Adi, orang itu langsung merampas ayam yang berada di piring Adi Berdecak pelan, Adi sama sekali tidak mengeluarkan suara apa pun dan lanjut makan. Sedangkan anggota lainnya menatap keduanya dengan heran dan bercampur geli terutama Pamungkas yang tertegun melihat pemandangan yang sudah lama tidak pernah ia lihat lagi. "Ini ayam nya, jangan berebut." Sodor pamungkas ke arah kedua cucunya dengan piring yang masih banyak terdapat potongan ayam. "Gak perlu." Mendengar jawaban singkat itu, pamungkas menghela nafas nya kasar. Berusaha membiasakan diri atas sikap dingin Adi yang sudah dari dulu ia rasakan. "Gue selesai." Adi bangkit dari duduk nya. Di piringnya sudah tandas makanan dan hanya tersisa tulang tulang ayam. Kevin yang melihat itu meringis tidak enak, meskipun bukan dirinya yang melakukan hal demikian tetap saja ia tidak enak kepada anggota lain. Memang Adi adalah manusia yang tidak punya hati jadi harap maklumi saja. "Kevin juga selesai." Ia menyusul Adi yang sepertinya bukan menuju kamar. Melainkan taman belakang yang terdapat kolam renang dan beberapa tumbuhan hias milik sang kakek. Dan benar saja Adi berada di sana tengah mencelupkan kedua kakinya ke kolam renang yang tampak memantulkan cahaya dari lampu. "Di sini ternyata." Menoleh sejenak, Adi memilih diam membiarkan Kevin melakukan apa pun kesukaan nya selagi tidak mengganggu ketenangan jiwa. "Di, lu percaya gak kalau orang yang tersakiti lebih cenderung kalau balas dendam itu ngeri?" Adi diam! "Apalagi yang udah mendarah daging. Bisa-bisa berubah jadi psikopat. Kayak Elu ini." Adi langsung menoleh ke arah Kevin lalu menatap pemuda itu dengan penuh tanya. "Gue tau apa yang buat elu balik lagi ke mansion ini," ujar Kevin tanpa menatap lawan bicaranya. Dari awal sebenarnya ia sudah merasa heran sebab ia tahu betapa keras nya Adi menolak untuk tinggal di mansion. Dan kemarin secara mengejutkan dan tiba-tiba saja sepupu nya itu meminta dijemput dan mengatakan akan tinggal di mansion sampai waktu yang tidak ditentukan. "Jangan sok tau." "Gue emang tahu!" Adi tak mengatakan apa apa lagi. Biar saja Kevin tahu toh ia tidak akan rugi selagi tidak ada bukti yang mengarah kepada nya. Lagian bisa aja itu hanya pancingan dari Kevin untuk mengorek informasi dari nya tentang alasan keputusan ini diambil. Bisa saja kan? "Di, menurut lu kalau kita bunuh orang yang salah dosa gak?" "Gue bukan tuhan!" Kevin berdecak pelan. "Gue cuma tanya dari sisi manusia." "Gak,.yang bersalah pantes mati." "Tapi kan ada kesempatan kedua." Adi mengangguk. "Kesempatan kedua hanya memperlambat kematian aja. Dan itu pemikiran orang bodoh." Pedas, Kevin sudah kebal dengan mulut jahannam milik Adi, jadi yah biasa saja walaupun terasa Nyes saat mendengar nya. "Gue rasa kesempatan kedua ada baik nya." "Baik dari perspektif mana? Dari yang salah atau korban dari kesalahannya.". "Yah dua-duanya." "Gue rasa lu harus lebih waras untuk berdiskusi sama gue." Adi memilih meninggalkan Kevin, niat hati ingin menenang kan diri malah diganggu manusia jadi-jadian seperti sepupunya itu. Berjalan dengan santai menuju kamar nya, Adi tidak menemukan satupun anggota keluarga pamungkas. Apa mungkin di jam segini mereka sudah tidur? Melirik sejenak jam dinding yang masih menunjukkan pukul 9 malam. "9 malam, gak mungkin." Lirihnya pelan. Akan tetapi ia tidak ambil pusing mengenai itu. Lagian bukan urusannya jika mereka hendak tidur semua, yah walaupun itu sedikit mengherankan. "Tuan Adi, tuan Adi!" Adi menghentikan langkahnya dan melihat seorang pelayan tengah berlari tergopoh-gopoh menghampiri nya. "Tuan, ini ada jus untuk tuan." Sodornya dengan semangat. Membuat Adi tanpa sadar menaikkan satu alisnya bertanya tentang asal usul jus itu. "Ini dibuat oleh kepala pelayan," ujar pelayan wanita itu sembari menatap Adi dengan takut-takut. Adi yang memang tidak curiga sama sekali meraih gelas yang berisi jus itu, menyium bau nya yang ternyata adalah jus apel. Ia hendak meminum itu akan tetapi melihat tubuh pelayan yang mengantarkan jus ini sudah bergetar seolah ada yang ditakuti. Merasa ada yang tidak beres, Adi kembali lagi mengguncang jus apel yang ada di tangannya. Dan hal yang tidak terduga pun terjadi. Jus itu tampak dicampur kan sesuatu terlihat dari ampas yang mengendap dibawah terdapat serbuk-serbuk putih yang ia sendiri meyakini jika itu bukan lah sampah ampas hasil apel itu sendiri. Sekali lagi ia mengguncang nya, serbuk itu tampak naik ke atas permukaan dan turun menjadi endapan. Adi menatap pelayan itu dengan tajam. Kali ini ia yakin jika ada yang sedang bermain-main dengan nya melalui pelayan ini. Akh! Kepala pelayan? Dirinya saja tidak mengetahui siapa kepala pelayan. Kenapa bisa tiba-tiba ia diberi jua sedangkan yang lain tidak. "Minum!" Titah Adi menyodorkan jus tadi. Seketika ia bisa melihat raut wajah panik yang sangat kentara dari pelayan itu. Tapi apa pedulinya? Setiap orang yang berniat main-main dengan dirinya dengan maksud tertentu akan merasakan balasannya. Dengan tangan gemetar pelayan itu menerima ukuran segelas jus yang tadinya sudah ia berikan kepada tuan muda nya. "Baik tuan, saya bawa ke belakang dulu." Pelayan itu hendak pergi sebelum titah Adi membuatnya membeku di tempat. "Minum itu di sini." "Ta-tapi tuan." "Saya tidak mau tahu. Kebetulan saya tidak haus jadi kamu yang meminumnya." "Saya tidak suka jus apel," ujar pelayan itu dengan penuh ketakutan..kebetulan Kevin tengah berjalan masuk menuju kamar nya dan melihat ada nya keributan itu langsung menghampiri keduanya "Kenapa, Di?" Tanya nya namun tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Kevin melihat ke arah pelayan itu dengan penuh keheranan. "Kenapa?" Tanya nya. "I-ini tuan, saya memberikan jus apel kepada tuan muda Adi. Tapi beliau tidak mau dan memaksa saya untuk meminumnya." Kevin terbelak tidak percaya. Semua ini karena jus apel itu? "Kalau tidak mau sini sama saya aja." "JANGAN!" Teriak Adi yang dengan cepat meraih gelas itu dan memberikan kepada pelayan yang semakin ketakutan. "Cepat minum sekarang!" Pelayan itu masih menggeleng pelan tidak mau. "CEPAT!" Seketika jus yang ada di dalam gelas sudah berpindah tempat masuk ke dalam kerongkongan pelayan wanita itu, meski dapat Adi lihat tubuh yang gemetar takut dengan mata yang basah tentunya semakin membuat Adi yakin ada yang tidak beres. "Bagaimana rasanya?" Tanya Adi dengan sinis. Pelayan itu menunduk. "Manis tuan." "Kamu boleh pergi. Bilang sama yang memerintahkan kamu saya tidak sebodoh itu untuk dijebak." Adi langsung berlalu dari sana meninggalkan Kevin dan juga pelayan yang semakin menunduk. BRUK! Baik Kevin mau pun Adi yang masih berada tak jauh dari sana kaget melihat pelayan yang tadi meminum jus apel itu tergeletak dengan tubuh kejang dan mulut yang mengekuarkan busa. Kevin berjalan tergesa menghampiri tubuh pelayan itu yang sudah dikelilingi pelayan lainnya. "Kenapa? Ini kenapa?" Panik Kevin. sedangkan Adi hanya berjalan santai seolah tidak terjadi apa pun di dalam mansion. Ia melihat beberapa anggota keluarga pamungkas yang sudah berlari menghampiri pelayan itu "Ini kenapa? Kok bisa kayak gini, kenapa?" Teriak Tante marla yang berusaha menyadarkan pelayan itu. Adi menatap semua kejadian itu dengan senyum misterius. Well, ini sangat menyenangkan sekali melihat jebakan yang gagal. "AMANKAN MANSION!" Teriakan itu menjadi kenikmatan sendiri bagi Adi. Masa bodo dengan pelayan yang meregang nyawa itu, bersyukur ia tidak meminum nya tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD