"Mama, aku kangen banget sama Mama," kata Zara memeluk Mamanya erat.
"Kamu ini membuat mama sesak, Zara," balas Aina.
"Maaf maaf, Ma. Ada yang sakit?" tanya Zara panik.
Yudha memperhatikan Zara dan ibunya begitu manis tersenyum kecil.
"Boleh saya mengecek dulu Nyonya Aina?" tanya James.
"Iya, Dokter. Silahkan," kata Zara lembut bangkit dari duduknya.
Dokter memeriksa tekanan darah dan detak jantung mamanya Zara dibantu oleh suster yang tadi masih di ruangan.
"Semuanya sudah mulai membaik, beberapa hari lagi Nyonya Aina bisa pulang ke rumah," kata James.
"Terima kasih, Dokter," kata Zara.
"Iya sama-sama, Nona Zara. Nona juga harus jaga kesehatan," kata James dengan sopan.
Dokter James dan susternya pamit keluar dari ruangan dan Yudha juga ingin keluar.
"Zara, pria itu siapa?" tanya Aina.
Zara baru ingat jika Yudha masih di sini.
"Oh iya, Ma, ini Pak Yudha Alfarez," kata Zara memperkenalkan Yudha pada mamanya.
"Hallo, Tante. Saya Yudha," kata Yudha dengan sopan menyalami tangan Aina.
"Oohh, Pak Yudha ini siapanya Zara?" tanya Aina lembut.
"Saya—"
Kata Yudha terpotong saat Zara menyela ucapannya.
"Ini bos aku di tempat kerja yang baru, Ma," jawab Zara.
"Kamu ini tidak baik loh memotong pembicaraan orang," balas Aina.
"Maaf, Pak Yudha," kata Zara menunduk tidak enak.
"Tidak apa-apa Zara," balas Yudha dengan senyum manisnya kepada Zara dan juga ibunya Zara.
"Oh iya, kamu kerja di bagian apa, Nak?" tanya Aina pada putrinya.
Zara panik mendengar pertanyaan mamanya.
"Zara bekerja sebagai sekretaris saya," kata Yudha menepuk bahu Zara.
"Untung aja dia bisa jawab," gumam Zara.
"Oohh gitu, Nak. Suruh Pak Yudha duduk dulu, Nak. Enggak enak loh sama bos kamu," kata Aina lembut.
"Iya tidak apa-apa, Nyonya," balas Yudha sopan.
Yudha mulai mendudukan dirinya di kursi di samping Zara.
"Kenapa jadi kaya minta restu gini ihh? Apa-apaan sih aku, dia punya istri dan anak. Kalau jadi pelakor ogah amat," gumam Zara.
"Zara, kenapa kamar rawat Mama bagus gini? kamu tahu kan kita enggak punya uang sebanyak itu," kata Aina lirih.
"Itu Ma, Pak Yudha yang sudah membiayai rumah sakit ini," kata Zara sambil menggigit bibirnya. Dia takut mamanya berpikir aneh-aneh.
"Kamu meminjam uang, Nak? Astaga, maafkan Mama yang sudah sangat menyusahkan kamu, Nak," kata Aina lirih.
"Mama kok ngomong gitu sih. Mama segalanya untuk Zara," kata Zara memeluk mamanya lagi.
Iya, Nyonya Aina. Zara bisa membayarnya dengan menyicil kok," kata Yudha.
"Terima kasih banyak, Pak Yudha," balas Aina.
Tring tring tring
Tiba-tiba telepon Yudha berbunyi. Yudha melihat pesan dari asistennya menyuruh ia kembali ke kantor.
"Zara, Nyonya Aina, saya pamit pulang ya karena ada urusan kantor," kata Yudha.
Zara dan Mamanya menyalami Yudha sebelum Yudha pergi. Yudha sudah meninggalkan ruang rawat mamanya Zara. Tidak lama suster masuk memberikan makanan untuk mamanya Zara.
"Sekarang Mama makan dulu ya, Ma," kata Zara sambil membantu mamanya untuk duduk.
"Sini Zara suapin, Ma," kata Zara.
Mamanya Zara menganggukkan kepalanya.
"Maafin mama ya, Nak. mama selalu membuatmu susah, ditambah penyakit Mama yang semakin parah. Mama harap ada seseorang yang bisa menjagamu nanti, apa Pak yudha tadi bisa menjaga putriku tapi kalau dia punya istri tidak mungkin bisa," gumam Aina.
"Ma, jangan banyak pikiran ya. Nanti kalau Zara punya banyak uang, Zara janji bakal ajak Mama jalan-jalan dan kita bisa punya rumah sendiri, enggak ngontrak lagi," kata Zara.
"Iya, Sayang. Mama percaya kalau Zara rejekinya lancar, amiin," kata Aina.
Zara tiba-tiba teringat masalah kontrakan yang belum dibayar karena uangnya sudah habis sama obat mamanya kemarin. Zara berusaha tersenyum agar mamanya tidak banyak pikiran dan khawatir.
"Ma, aku pamit pulang ya, mau bersih-bersih dulu dan ambil beberapa baju Mama juga," kata Zara.
"Iya, Nak. Daleman Mama jangan lupa ya. Hati-hati anak Mama yang paling cantik," balas Aina.
"Iya Mamaku yang paling cantik. Aku tinggal dulu ya, jangan ke mana-mana," kata Zara.
Zara melangkah keluar dari kamar rawat mamanya. Zara mengusap air mata yang dari tadi ia tahan. Zara berjalan keluar dari rumah sakit. Zara tentunya sudah diikuti oleh mata-mata yang dikirimkan oleh Yudha, apa pun yang zara lakukan akan berada dibawah pengawasan Yudha.
Saat ini Yudha ada meeting dadakan sehingga tidak bisa lama dengan Zara dan mamanya.
Zara naik ojek pulang ke kontrakannya. Sesampainnya di kontrakan, dirinya terkejut saat melihat barang-barangnya di luar. Zara berjalan perlahan-lahan dan sebelumnya ia membayar ojeknya dulu. Tidak lama ibu kontrakannya keluar dengan wajah yang seperti nenek lampir menurut Zara.
"Bu, kok barang-barang saya dikeluarin?" tanya Zara dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu sama ibu kamu itu sama-sama enggak tahu diri, dikasih hati minta jantung. Kontrakan belum dibayar pula," kata ibu kontrakan.
"Bu, saya janji bulan depan saya bayar. Saat ini saya lagi tidak punya uang, Bu. Mama saya lagi masuk rumah sakit," kata Zara terisak.
"Emang saya peduli, itu urusan kamu. Punya ibu kok sakit-sakitan gitu," balas ibu kontrakan.
"Anda jangan seenaknya menghina saya dan ibu saya, dasar nenek lampir!" teriak Zara dengan amarah yang sudah memuncak.
"Sudah sudah, tinggalkan rumah ini sekarang, kunci sudah saya bawa. Sana pergi, jangan di sini lagi," kata ibu kontrakan.
Ibu kontrakan pergi meninggalkan Zara yang termenung melihat barang-barangnya yang sudah dikeluarkan.
"Bagaimana ini, aku tidak mungkin bilang sama mama kalau kita diusir dari kontrakan," gumam Zara.
Tring tring tring
Ponsel Zara berbunyi. Zara buru-buru mengambil ponselnya, ia takut jika yang menelepon dari rumah sakit tapi ternyata bukan. Zara meringis saat melihat nama Yudha di layar ponselnya.
"Apa harus aku meminta bantuannya lagi," gumam Zara.
Zara menekan tombol untuk menjawab telepon itu. "Hallo, Pak Yudha. Ada apa?" tanya Zara.
"Kamu baik-baik saja, Zara?" tanya Yudha.
Zara menggigit bibirnya menahan tangisnya. "Pak Yudha, kalau Zara minta tolong lagi apa boleh?" tanya Zara.
"Boleh banget, Baby. Apa yang kamu inginkan?" tanya Yudha.
"Zara bisa ketemu Pak Yudha sekarang?" tanya Zara.
"Boleh, Baby. Kamu di mana? Biar dijemput sama supir saya aja ya," jawab Yudha lembut.
"Enggak usah, Pak. Zara ke sana aja, kirimkan aja alamat tempat kita akan bertemu," kata Zara.
"Oke, saya share location ya," kata Yudha.
Zara lalu mematikan sambungan telepon tersebut. Tidak lama ada pesan masuk dari Yudha. Zara yang sudah menerima alamat tempat ia akan bertemu dengan Yudha memesan ojek lagi. Sepanjang di perjalanan, Zara benar-benar merasa kesal.
"Kenapa hidup ini seperti mempermainkan diriku dan juga mamaku," gumam Zara.
Beberapa menit kemudian Zara sampai di tempat tujuannya. Ia melihat apartemen di depannya membuat dirinya mengernyitkan dahinya.
"Apa aku disuruh masuk ke dalam apartemen ini? Sudahlah Zara, tidak usah dipikirkan. Saat ini kamu butuh tempat tinggal loh," gumam Zara.
Zara masuk ke dalam gedung apartemen itu lalu ia menunjukkan nomor kamar Yudha pada receptionist sebelum naik. Zara benar-benar gugup saat ini.
Ting tong
Zara menekan bell apartemen dan tidak lama pintu apartemen terbuka.