Seorang wanita berambut hitam pekat mulai membuka matanya secara perlahan, karena merasa terganggu dengan sinar sang mentari yang menyinarinya melalui sela-sela tirai jendela kamarnya.
"Hoamm..." wanita itu mulai meregangkan ototnya tanpa keluar dari tempat tidur dan hanya duduk di atas kasur yang empuk.
Ia melihat kearah jam kecil alarm yang ada di atas meja kecil di sebelah tempat tidurnya, yang menunjukkan pukul enam pagi. Ia segera menyibak selimutnya lalu berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap melakukan aktivitasnya di pagi hari seperti biasa.
Tak butuh waktu lama wanita itu sudah keluar dari kamar mandi, dan sudah mengenakan kaos polos berwarna putih dengan rok coklat di atas lutut dengan hiasan sabuk kulit berwarna coklat lalu wanita itu mengikat sebagian rambutnya kebelakang, dan mengambil tas kecil serta jaket kulit berwarna coklat pendek.
Setelah itu ia segera keluar dari kamarnya dengan gembira, namun kegembiraan itu berakhir ketika ia melihat seorang pria berambut hitam pekat yang sedang asik duduk sambil membaca buku kesukaannya yang sudah selesai ia baca.
"Selamat pagi, sayang," sapa pria itu begitu sadar akan kehadiaran wanita itu.
"Sudah aku bilang jangan panggil aku begitu, Ralf. Aku masih tidak percaya dengan ucapanmu waktu itu," ucap Wanita itu kesal.
"Baiklah maaf, Elin," ucap Ralf sambil tertawa kecil.
Wanita yang di panggil Elin itu langsung berjalan menuju keluar dengan mengenakan jaketnya tanpa memperdulikan ucapan Ralf.
Ralf yang melihat kepergian Elin itu hanya tertawa kecil, bagaimana dia tidak tertawa, saat melihat wajah Elin yang baginya manis saat marah.
"Aku akan membuatmu kembali mencintaiku, Elin," ucap Ralf lalu berjalan mengambil jaketnya, dan berjalan keluar dengan santai.
***
"Dasar vampire bodoh, kenapa dia selalu bersikap menyebalkan begitu, pagi-pagi sudah menghilangkan moodku saja," ucap Elin kesal sambil berjalan dengan menghentakkan kakinya kasar.
Tanpa ia sadari, Elin menabrak seseorang karena tidak terlalu memperhatikan jalanan.
"Adu ... duduh..." erang Elin sambil mengelus pantatnya yang terasa sakit.
"Maaf, apa kau baik-baik saja?" tanya orang yang tadi ia tabrak sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Elin.
Elin menerima uluran tangan orang itu. "Terima kasih," ucap Elin ketika sudah berdiri tegap lalu baru tersadar jika yang tadi ia tabrak adalah seorang pria berambut hitam dengan kaos hitam polos yang tertutup jaket berwarna merah yang terlihat lebih tua darinya setahun.
"Maaf, karena tadi menabrakmu," ucap pria itu sambil sedikit membungkukkan badan.
"Tidak ... tidak, akulah yang menabrakmu, aku minta maaf," ucap Elin lalu membungkukkan badannya dalam.
"Apa kau yakin baik-baik saja?" tanya pria itu khawatir.
"Ya, aku baik-baik saja," jawab Elin yakin.
"Baiklah kalau begitu, aku permisi," ucap pria itu lalu membungkukkan sedikit badannya, dan berjalan meninggalkan Elin.
Elin hanya memandangnya sebentar lalu berjalan berlawanan arah dengan pria tadi.
Tanpa ia sadari seseorang telah mengawasinya cukup lama, orang itu bukanlah Ralf yang biasa mengawasinya, tapi orang lain. Entah siapa orang itu sangat mencurigakan dengan pakaian serba hitam dan mata yang berwarna merah menyala.
***
Seorang pria berambut hitam dan bermata merah, dengan santainya berjalan melewati gedung-gedung tinggi di kota. Pria itu yang tak lain adalah Ralf, sedang menikmati jalanan kota Tokyo yang sangat indah itu.
"Hm ... sudah berapa lama aku tidak melihat pemandangan seperti ini sejak kedatanganku ya?" tanyanya pada diri sendiri.
"Huft ... sudahlah, kenapa juga aku memikirkan itu, sebaiknya aku cari sesuatu yang bisa di makan lalu aku bawa pulang," lanjutnya santai lalu mempercepat jalannya.
Tanpa di sengaja Ralf menabrak seorang pria berambut hitam, kaos hitam polos dengan jaket merah yang menutupi. "Maaf," ucap pria itu meminta maaf kepada Ralf sambil sedikit membungkukkan badan.
"Tidak, aku yang seharusnya minta maaf," ucap Ralf bingung.
Setelah itu, pria itu menegakkan badan dan langsung membulatkan mata sempurna begitu melihat Ralf yang tadi ia tabrak.
"Sepertinya kau baik-baik saja, kalau begitu aku permisi," ucap Ralf membuyarkan lamunan pria itu dan langsung berlari pergi begitu saja.
Pria yang memandang Ralf itu, hanya bisa dia memandang kepergiannya. "Tuan."
***
Ralf masuk kedalam toko roti, ia membeli beberapa roti yang terlihat manis dan membeli roti gandung kesukaan Elin. Kadang dia heran, kenapa wanitanya sangat suka roti yang seperti itu dari pada roti yang manis?
Setelah selesai membeli, Ralf segera keluar dari toko roti lalu berlari masuk kedalam gang kecil di sebelah toko. Ia memandang ke sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihat lalu langsung meloncat tinggi naik ke atap bangunan gedung toko roti.
Tanpa Ralf sadari seorang pria berkaos hitam polos yang tertutup jaket merah dengan rambut berwarna hitam dan mata merah sedang mengawasinya.
Ralf dengan santainya meloncat kesana kemari, dari atap ke atap tanpa menyadari sosok seseorang yang mengikutinya dari belakang.
Setelah lama meloncat, Ralf berhenti di atap salah satu toko lalu ia memandang ke salah satu wanita dari kerumunanan banyak orang dengan senang. Siapa lagi kalau bukan Elin yang sedang ia perhatikan.
Ia melihat Elin yang sedang mengambil beberapa foto lalu wanita itu berjalan, dan tiba-tiba saja wanita itu di tarik masuk kedalam gang kecil, Ralf yang melihat itu merasa kesal dan langsung meloncat ke atap gedung dekat gang tadi.
***
"Kyaa!! Lepaskan aku!!" teriak Elin sambil berusaha melepaskan cengkraman di tangannya yang terasa sakit.
Tadi saat Elin sedang asik berjalan sambil mengambil foto, tiba-tiba dua orang pria dewasa dan menakutkan ini menariknya masuk kedalam gang yang sempit.
"Ayolah nona, temani kita dulu," goda salah satu pria itu.
"Gak mau, lepaskan!" teriak Elin lantang sambil terus berusaha untuk melepaskan diri.
"Diamlah nona, atau kau akan mati," ancam salah satu pria itu kesal.
"Tolong!" teriak Elin.
Elin langsung terjatuh sambil menyentu pipinya yang terasa panas lalu air mata mulai terjatuh.
"Sudah aku bilang untuk diam!" bentak pria itu lagi.
Elin merasa sedih, takut, sakit. Semua rasa itu bercampur sehingga membuat Elin mengeluarkan cairan bening dari matanya.
"Apa yang kalian lakukan pada wanitaku?!" teriak suara seorang pria yang sangat Elin kenal.
Elin langsung melihat keatas dan membulatkan matanya sempurna, kedua pria itu juga ikut memandang ke atas, dimana di sana terdapat seorang pria berambut hitam dengan jaket hitam dan bermata merah menyala, pria itu terlihat sangat marah.
"Ralf," rintih Elin sambil tidak bisa menahan air matanya semakin deras karena merasa senang.
Ralf meloncat turun lalu mendarat dengan santai yang membuat kedua pria itu bingung. Bagaimana seorang manusia bisa loncat dari gedung yang tinggi itu dan mendarat dengan santai?
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Ralf lembut kepada Elin sambil menyentuh pipi Elin.
"Aw..." rintih Elin kesakitan, karena Ralf menyentu pipi Elin yang bengkak.
"Sepertinya mereka sudah berbuat kasar padamu, akan aku balas mereka, tutuplah matamu," ucap Ralf sambil tersenyum lembut. "Karena pemandangan ini tidak baik kau lihat," lanjutnya.
Elin melakukan yang di perintahkan Ralf dengan khawatir, ia mulai menutup matanya.
Ketika sudah memastikan Elin menutup matanya, Ralf berbalik menghadap kedua pria yang tadi kurang ajar kepada Elin.
"Apa? Apa kau mau menjadi pahlawan bocah?!" ejek salah satu pria itu.
"Kalian telah melukai wanitaku, saatnya pembalasan untuk kalian."
"Apa kau bilang?! Dasar bocah kurang ajar!!" teriak salah satu pria itu lalu kedua pria itu berlari menyerang Ralf.
Namun dengan cepat Ralf sudah berada di belakang kedua pria itu, dan langsung menendang kedua pria itu sehingga membentur dinding, hingga dindingnya hancur.
Kedua pria itu langsung meninggal karena tendangan Ralf yang tidak normal. Terkadang Ralf memang lupa jika dia tidak normal.
"Eh apa!"
Tiba-tiba Ralf membawa Elin ala Bride style yang langsung membuat wajah Elin memerah.
"Turunkan aku!" teriaknya kesal.
"Diam bodoh!" bentak Ralf membuat Elin terdiam dan membiarkan dirinya di bawa oleh Ralf.
Tanpa ia sadari seorang pria terus menerus mengawasinya. Pria itu memandang ke jasad dua orang pria yang sudah tak bernyawa itu lalu beralih memandang ke Ralf yang meloncat dari atap ke atap dengan membawa Elin.
"Tuan."