Chapter 7 - Midnight Knock

1092 Words
“Bagaimana keadaan rumah hari ini?” aku bertanya pada Richard yang sedang merapikan isi lemari buku. “Hm... seperti biasa tuan, nona Evelyn tidak pergi kemana-mana. Dia bahkan hampir tidak keluar dari kamarnya seharian ini. Tapi saat dia keluar, saya melihat dia berjalan dari dapur ke ruang tamu, dan begitu berulang-ulang. Saya pikir dia melakukannya dengan sengaja, untuk olahraga,” jelas Richard. “Seperti yang aku duga, dia memang gadis yang mudah di atur,” kataku masih tetap fokus pada pekerjaanku tanpa menatap balik Richard yang aku yakin sedang menatapku. “Lalu?” “Maaf?” “Apa yang dilakukannya lagi di rumah?” Dia mengerti jelas pada pertanyaan pertamaku, dan kenapa tidak dengan yang kedua? Huh, dia telah membuatku terlihat seperti tertarik akan ceritanya. Tapi… Apakah aku memang setertarik itu mendengar cerita tentang apa saja yang perempuan itu lakukan di rumah ini? Ah! Tentu saja! Ini rumahku. Aku harus selalu memastikan dia tidak melanggar peraturan yang aku buat. “Ah ya, maafkan saya, tapi hanya itu yang bisa saya sampaikan. Karena setelahnya, nona Evelyn kembali masuk ke kamarnya dan tidak keluar hingga makan malam pun tidak.” Aku melepas pekerjaanku dan menatap Richard curiga. “Jadi maksudmu, dia tidak memakan makan malamnya, begitu?” Melihat raut wajah Richard yang berubah cemas membuat dugaanku semakin kuat. “Beritahu aku, Richard. Semuanya!” “Um... saya sering mendengar nona Evelyn muntah-muntah. Itu membuat saya khawatir karena dia juga sedang mengandung. Saya perhatikan, nona Evelyn tampak semakin kurus setiap harinya. Dia tidak banyak makan nasi atau makanan berat. Seharusnya dia meminum s**u untuk ibu hamil secara teratur agar kandungannya semakin sehat. Dari pengalaman kehamilan istri saya, saya tahu calon ibu hamil muda biasanya menginginkan banyak hal. Rasanya akan sangat menyakitkan jika dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Jadi...” “Apa kau berencana menjadi seorang bidan setelah aku pecat menjadi pelayan dirumah ini, Richard?” tukasku sarkastik. Menatapnya tidak suka karena semua perkataannya yang seakan memojokkanku. “Maafkan sa...” “Kau boleh keluar!” perintahku pelan dan dingin. Itu sudah cukup menjadi isyarat padanya akan kekesalanku. Pintu tertutup. Aku langsung menghempaskan begitu saja kertas di tanganku dan melepas kacamata yang bertengger sempurna di pangkal hidungku. Aku memijat pelan pelipisku, mencoba meredakan pening di kepala yang semakin menjadi setiap kali ucapan Richard terus terngiang di benakku. “…rasanya akan sangat menyakitkan jika dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.” Sialan! Aku beralih menatap arloji ditanganku, pukul 01:47 pagi. Dengan itu, aku ingat harus istirahat. Juga aku sedang malas mengerjakan kertas-kertas sialan ini. Mereka tidak ada habisnya! Akupun keluar dari ruang kerjaku, hendak kembali ke kamar untuk tidur, tapi langkahku terhenti tepat di depan pintu kamar gadis itu. Maksudku Evelyn. Dan ya aku sadar dia bukan seorang gadis lagi, melainkan seorang wanita dan calon ibu untuk anakku. Harus kutekankan itu baik-baik. Memikirkan hal itu membuatku tertunduk. Dia akan menjadi seorang ibu untuk anakku kelak. Dan aku tidak pernah menginginkan ini, tapi entah kenapa aku tidak pernah merasa bersalah setelah apa yang aku lakukan padanya malam itu. Dia menyulut api gairahku bahkan hanya dengan tatapan saja. Dan sentuhannya pada leherku membuatku bergetar saat ia meletakkan mantel di pundakku untuk membungkusku dari udara dingin. Ditambah saat itu aku sedang mabuk. Memang tidak mabuk berat, tapi cukup membuat kepalaku pening, membuyarkan semuanya. Dan sebelum aku menyadarinya, aku berbohong untuk membuatnya tetap tinggal dengan alasan menunggu Richard datang, yang pada kenyataannya tidak akan pernah datang. Namun saat itu aku tidak peduli. Aku ingin menyendiri, tapi dalam sekejap gadis itu membuatku nyaman akan kehadirannya. Bisa dibilang malam itu aku benar-benar kacau. Dan itu semua karena rencana perjodohan konyol yang dibuat keluargaku dengan keluarga Hudson. Tentu aku tidak bisa menerima hal itu. Ditambah dengan wanita yang akan dijodohkan denganku yaitu Bianca Hudson. Aku tahu dia adalah wanita matrealistis, dan sifat jalangnya membuatku semakin membencinya. Tapi aku harus melaksanakan perjodohan itu atau ahli waris perusahaan The Calvert akan jatuh pada tangan Jaxon. Jadi aku harus berpura-pura mencintai Bianca. Semua itu membuatku gila. Dan aku tidak menyangka aku akan melampiaskannya pada gadis polos seperti Evelyn. Gadis pertama yang membuatku nyaman. Mungkin itu kenapa aku bilang padanya bahwa aku akan bertanggung jawab jika dia hamil. Ya, aku ingat bagian itu. Tapi saat aku sudah sadar total. Aku terus memikirkan hal itu. Aku tahu dia akan datang mencariku cepat atau lambat. Kemudian malam itu aku menemukannya tergeletak pingsan di pinggir jalan menuju mansionku. Tanpa pikir panjang aku langsung membawanya pulang. Aku tidak tahu mom ada disana. Aku terlambat untuk bercerita karena dia tahu semuanya. Jadi selama ini dia memata-mataiku. Tidak heran.  Tapi bukan hanya memata-matai. Mom bahkan menyuruhku menikahi Evelyn. Perempuan yang bahkan aku tidak tahu asal usulnya selain namanya, Evelyn Victoria Emery yang sekarang telah menjadi Evelyn Victoria Calvert, hanya itu yang aku tahu. Aku dan mom beradu argumen cukup lama. Dia tetap teguh memaksaku menikahi Evelyn. Dan akupun tetap teguh pada penolakanku, tapi melihat mom menangis membuatku luluh. Dia juga wanita tentu tahu jelas bagaimana rasanya berada di posisi Evelyn. Kemudian mom pergi dan meninggalkanku berdua dengan Evelyn yang masih terbaring lemah di ranjang. Setelah cukup lama, akhirnya aku dapat mendengar suara itu lagi. Tangis itu lagi. Dan tatapan itu lagi. Masih memberi efek yang sama. Aku tidak bisa lagi menolak untuk tidak menikahi Evelyn. Aku percaya bahwa aku melakukannya karena hanya sekedar rasa tanggung jawab. Aku seorang pria dewasa! Bukan pengecut! Ingatan itu buyar saat mataku terbuka yang aku tidak sadar telah menutupnya. Dan aku terhenyak kaget mendapati tanganku berhasil membuka pintu kamar Evelyn yang ternyata tidak terkunci. Mungkin sudah terlanjur, jadi aku masuk ke dalam. Lampu kamarnya masih menyala. Membuatku berpikir dia takut akan kegelapan. Atau mungkin pelupa. Oh ayolah! Dia istriku dan aku tidak tahu apapun tentangnya! Lucu bukan? Well, mungkin tidak. Bagaimanapun juga, gadis ini bukanlah istri sah-ku. Ini sudah satu bulan semenjak membuat peraturan itu. Aku sibuk dengan pekerjaanku dan tidak berencana untuk bertemu dengannya, sedikitpun. Jadi aku memilih menjauh. Aku duduk di pinggir ranjang, menatap ke seluruh penjuru kamar. Tidak ada perubahan apapun kecuali aroma mawar yang samar tercium. Evelyn pemiliknya tentu saja. Mobilku penuh dengan aroma ini dua bulan lalu. Dan kau tentu tahu kenapa. Tatapanku beralih menatap Evelyn. Dadanya bergerak dengan napasnya yang teratur. Tubuhnya terbalut piyama longgar. Dan aku tidak tahu apakah dia benar-benar menjadi lebih kurus seperti yang dikatakan Richard. Karena sebelumnya aku tidak terlalu memerhatikan. Aku menatap matanya yang terpejam rapat, hidung mancungnya, dan terakhir tatapanku jatuh pada bibirnya. Itu sangat menggoda. Oh sialan! Apakah aku yang pertama menciumnya? Aku harus segera keluar dari sini sebelum aku bertindak gila.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD