Ponselku berdering tanda panggilan masuk, yang sedari tadi aku abaikan. Karena aku tahu siapa yang menelepon, tidak lain dan tidak salah lagi adalah Mom. Aku tidak peduli itu penting atau tidak, karena pekerjaanku jauh lebih penting dari semuanya. Aku mendengar pintu terbuka, tapi tidak menghiraukannya. Seseorang melangkah ke arahku yang mungkin sekretarisku sendiri. Lalu sebuah usapan lembut di leherku membuktikan tidak. Kemudian aku berbalik untuk mendapati Bianca dengan lipstik merahnya, tengah tersenyum menggoda padaku. Aku membalas senyumnya. “Apa aku mengagetkanmu, Sayang?” tangannya bergelayut manja di leherku. Kujawab dengan menarik pinggangnya kedalam pangkuanku. Seketika, hidung kami saling bersentuhkan. Posisi ini sungguh mengingatkanku pada Evelyn.Wajahnya yang memerah dan