Lemah, itulah satu kata yang cocok untuk Putra saat ini. Terbaring pada sebuah bangsal di UGD rumah sakit. Seorang warga menemukan dia pingsan di Jalan Belitung, dekat Taman Musik Centrum.
Anis yang di telepon pihak kepolisian segera datang ditemani oleh Anton. Kala mereka tiba rasa sedih menyeruak begitu saja. Dokter menyatakan bahwa Putra kelelahan, kelaparan dan dehidrasi. Serta kemungkinan ada penyakit lain yang menyertai. Pihak rumah sakit masih terus mengobservasi pemuda itu.
Dua hari sebelumnya, Putra pamit untuk mencari Rinjani. Dengan mengendarai mobil matic kesayangan Anis untuk kesekian kalinya dia menjelajah seluruh kota Bandung.
Masuk dari satu perusahaan ke perusahaan lain mencari seseorang yang bernama Rinjani. Hasilnya, nol. Putra malah pingsan dan menyebabkan kemacetan di jalan itu.
"Kalau cara kamu cari Rinjani seperti ini sampe kakek-kakek tumbuh gigi juga gak bakalan ketemu, Nyet!" cerca Anton.
Anis terkekeh geli seraya menyuapi Putra dengan semangkuk bubur yang disediakan rumah sakit.
"Gue gak tahu harus gimana lagi. Kemarin gue posting foto-foto saat cari Rinjani. Berharap dia masih stalkingin IG gue. Biar dia tahu kalau gue cari dia."
"Gak sekalian aja lo jadi youtuber?" ejek Anton.
"Ide bagus!" sambut Putra. Wajahnya seketika berbinar.
"Menurut Ibu, cari dia pakai hati. Cinta akan menuntunmu untuk menemukan dia." Nasihat seorang ibu selalu meneduhkan.
"Bu, kapan Putra boleh pulang?" rengek Putra, baru beberapa jam di tempat itu dia sudah merasa tidak betah dan tidak nyaman.
"Dokter bilang kamu kelaparan, dehidrasi, memang kamu gak makan?" tegur Anis.
"Lupa," jawab Putra dibalas dengan pelototan sang Ibu juga Anton sahabatnya.
️️️
Putra terlihat lebih segar. Wajahnya tidak lagi pucat. Rambutnya yang panjang berantakan dipangkas rapi. Setelah dua hari di rawat di rumah sakit dan tiga hari terpenjara di rumah akhirnya Putra mengirup udara bebas dengan mengunjungi sebuah barber shop untuk memangkas rambutnya.
Dengan wejangan dari sang Ibu yang panjang seperti kereta api serayu Putra kembali mencari Rinjani. Kali ini dia ditemani oleh Anton yang sedang cuti dari dinas.
"Pak Polisi, gue sambil rekam, ya," kata Putra sambil menyimpan sebuah kamera di dashboard mobil.
"Ngapain, ogah! Matiin, gak?" teriak Anton.
"Lo diem aja, gue kan mau jadi youtuber. Ingat gak, Rinjani itu hobi banget nonton youtube. Bahkan nih, acara makan dengan porsi buto ijo aja dia tonton."
"Itu Mukbang, Dodol!" maki Anton kesal, "waktu itu kan gue becanda doang. Eh dianggap serius."
"Namanya juga usaha, Bang. Siapa tahu dia liat gue lagi begini trus terenyuh dan pulang. Kita nikah, deh!" hayal Putra.
"Tidak semudah itu, Ferguso!" Anton tertawa mengejek.
"Nton, jujur, nih. Lo sebenernya tahu banyak soal Rinjani. Dari zaman pake seragam putih abu dia curhat terus sama Lo. Jangan-jangan lo tahu kemana dia sekarang?" terka Putra. Anton yang sedang nyetir mendadak hilang fokus.
"Enggak, yang gue tahu rumahnya itu udah dijual. Dia resign jauh sebelum kejadian di nikahan gue. Dan yang gak gue tahu, alasan dia melakukan semua itu," papar Anton. Putra belum merasa puas dengan penjelasan sahabatnya.
"Sepertinya dia memang ada rencana mau pergi, ya?" tanya Putra.
"Entahlah. Yang jelas, lo ikut gue sekarang. Mungkin ini akan membawa titik terang."
Putra mengangguk patuh. Kemudian dia membenahi posisi duduknya dan menatap kamera.
"Hai, Rin, kamu tahu, penyesalan yang paling besar dalam hidupku adalah menyia-nyiakan gadis secantik dan sebaik kamu. Akan aku tebus kesalahan itu dengan apa pun. Bahkan jika kamu meminta nyawaku. Rin, hari ini, abang kesayangan kamu membawaku entah kemana, aku harap ini akan menjadi titik terang. Dan aku harap kita akan segera bertemu."
Anton menatap sahabatnya iba. "Kalaupun gue tahu, gue gak akan membiarkan lo tahu, Put," lirih Anton dalam hati.
️️️
Kendaraan yang mereka tumpangi berbelok ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Putra berpaling menghadap Anton dengan tatapan penuh terimakasih.
Tidak pernah terpikir sedikit pun untuk mengunjungi tempat ini. Tempat dimana ayah Rinjani sedang menjalani masa tahanan.
"Lihat, Rin, Anton jenius sekali, dia membawaku untuk bertemu dengan ayah kamu. Rasanya, sebentar lagi aku akan segera menghidu aroma apel yang selalu menguar dari rambutmu. I love you, Rin." Putra mematikan kamera, kemudian berterimakasih pada Anton.
"Gombal banget, sih, lo!" cibir Anton, dengan mahir pria itu memarkirkan mobil di pelataran yang sudah disediakan.
"Karena gue mencintai dia!" seru Putra mantap.
Anton mencibir. "Kemarin kemana aja, lo? Buruan, jam besuk keburu habis."
Lelaki tua yang biasanya terlihat berwibawa dengan setelan jas mahal kini terlihat biasa. Pipinya lebih tirus dan rambutnya hampir memutih seluruhnya. Putra nyaris tidak mengenal lelaki itu.
"Apakabar, Pak?" Putra mencium tangan Pak Bagus takzim, diikuti oleh Anton.
Dengan penuh haru lelaki tua itu menatap Putra dan Anton bergantian. Kedatangan mereka mengobati kesepian yang selama ini selalu menghantuinya.
"Kedatangan kami kemari, untuk ... untuk ...." Putra tergagap.
"Mencari Rinjani?" potong Pak Bagus. Di iyakan dengan anggukan oleh kedua pria dewasa itu.
"Terakhir dia datang tepat lima bulan lalu. Dia membawa kabar kalau rumahnya sudah laku. Dan pamit sama Bapak mau mengejar cita-cita. Supaya jika Bapak sudah keluar dari sini bisa tinggal di tempat yang layak." Pak Bagus menatap Putra dengan rasa haru, lelaki itu tahu kejadian yang sebenarnya dari Rinjani. Akan tetapi dia tidak tahu di mana putrinya saat ini.
"Bapak tahu kemana dia pergi?" desak Putra. "Saya sudah melakukan kesalahan, Pak. Saya harus bertemu dengannya. Saya mohon, Pak. Hanya Bapak satu-satunya harapan saya." Putra memaksa Pak Bagus hingga dia berlutut membuat petugas lapas yang sedang berjaga menghampiri mereka.
"Tenang, Put," tegur Anton. Lelaki itu kemudian menjelaskan kepada petugas bahwa tidak ada apa-apa. Hanya sedikit masalah keluarga saja.
"Bapak tidak tahu. Tapi dia janji akan jemput Bapak saat keluar dari sini," tutur Pak Bagus.
"Apa Bapak masih punya kerabat di sini?" tanya Anton.
"Bapak masih punya adik perempuan. Tapi tidak mungkin Rinjani mengunjunginya," ungkap pak Bagus, ayah Rinjani sepertinya kurang sehat, berkali-kali pemilik rambut putih itu terbatuk-batuk.
"Kenapa?" tanya Anton dan Putra bersamaan.
"Karena adik Bapak tinggal di luar negeri."
Waktu kunjungan sudah habis, kini Putra dan Anton kembali menyusuri jalanan padat kendaraan di kota Bandung. Putra menerawang jauh, membayangkan bagaimana caranya dia bisa bertemu kembali dengan Rinjani.
Suara merdu Adele mengalun membersamai perjalanan mereka.
Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am home again
Putra sadar, apapun yang terjadi Rinjani selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah. Dia seperti rumah, meneduhkan.
Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am whole again
Air mata membasahi pipi Putra. Dia hancur, melebur bersama debu saat Rinjani hilang dari hidupnya.
Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am young again
Aku merindukanmu, Rin. Bisik batin Putra.
Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am fun again
Pria itu sadar, Rinjani adalah sumber kebahagiaannya.
However far away I will always love you
However long I stay I will always love you
Whatever words I say I will always love you
I will always love you
Prihatin, Anton mematikan musiknya. "Sory, Bro, lagunya bikin lo baper, ya?"
Putra menggeleng lemah, cinta dan penyesalan membunuh jiwanya perlahan-lahan.
"Gue mau nyusul ke alamat tantenya Rinjani, Nton!" tekad Putra.
"Gila! Thailand itu jauh, Bro. Lo gak bisa seenaknya pergi ke sana kayak lo pergi ke Garut buat beli kue balok sama dodol!" umpat Anton
"Betapa pun jauhnya, betapa pun lamanya. Gue harus buru-buru temuin dia, Nton."
"Serah, sultan mah bebas!" ejek Anton.
Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am free again
Whenever I'm alone with you
You make me feel like I am clean again
Putra menekan tombol, suara Adele kembali mengalun. Dengan hati-hati dia menyelipkan secarik kertas berisi alamat pemberian ayahnya Rinjani.