"Hai, Halo, gue Putra. Selamat datang untuk diri gue sendiri di dunia youtube. Ini video pertama di channel Catatan Perjalanan Putra. Tujuan gue ngevlog hanya satu. Rinjani. Bertemu kembali dengan gadis itu." Putra menghela napas sejenak. Kemudian kembali menatap kamera dan berbicara, "Rin, aku tahu, suatu saat kamu akan nonton video ini. Kamu akan tahu betapa penyesalan membelenggu malam-malamku. Kembali, Rin. Aku merindukanmu."
Jeda sejenak, lelaki itu menyapukan tatapannya ke penjuru kamar. Sebentar lagi dia akan meninggalkan tempat itu untuk waktu yang lama. Berharap segala pengorbanannya akan berbuah manis.
"Well, gue gak mau jadi cowok yang galau meski lima bulan ini gue nyaris seperti zombie. Ikuti terus perjalanan Gue, jangan lupa like, komen, share and subscribe channel gue. Terimakasih."
Tepuk tangan mengagetkan Putra. Tiba-tiba saja dia merasa malu.
"Cakep, gaya lo udah kayak youtuber kondang," puji Alif, sepupu Putra yang lama tinggal di Thailand.
"Hanya dengan cara ini dia bisa liat gue, Lif. Gue harap dia ngerti dan mau balik juga maafin gue." Putra memasukan peralatannya kedalam ransel.
"Inget apa yang gue bilang ya, setelah keluar dari pesawat lo ikutin aja penumpang lain, sudah dipastikan mereka menuju bagian pemeriksaan. Di sana nanti lo tunjukin paspor sama isi kartu imigrasi. Kalo gak sibuk lo bakal dijemput sama Milly, lo bisa kan? Lo juga tinggal di kondominium sewaan gue. Kuncinya ada sama Milly."
"Thanks, Bro! Jujur gue takut banget, ini kali pertama gue melakukan perjalanan jauh sendirian. Di Garut sama Jakarta aja gue sering nyasar apalagi di negara orang." Putra sangat berterimakasih.
"Keenakan tinggal di rumah, sih, lo. Tenang aja, pertama kali tinggal di Thailand gue juga takut. Kesininya malah betah, di sana asik ternyata." Alif berusaha meyakinkan Putra.
"Semoga alamat tantenya Rinjani ketemu, ya, Lif," harap Putra. Menjelang keberangkatannya menuju Thailand perasaannya campur aduk.
"Petchaburi Soi 7 gak jauh dari KBRI, banyak WNI yang bermukim di sana. Jangan heran nanti lo akan menemui banyak cewek yang berhijab. Alamatnya jelas, jadi, lo nanya-nanya juga pasti bakal banyak yang bantu. Satu lagi, tempat itu juga terdapat berbagai restoran dan rumah makan halal. Nanti lo minta tolong aja sama Milly, dia pasti mau anter lo." Terimakasih saja tidak cukup untuk membalas kebaikan Alif.
"Gue gak tahu harus bales kebaikan lo dengan cara apa, Lif. Thanks banget. Hampir saja gue putus harapan."
"Lo masih punya banyak harapan, perjuangkan sampe dapet. Gue bantu doa dari sini."
Putra mengangguk, dibantu Alif dia mengangkut beberapa barang yang akan dibawa ke negeri gajah putih. Semoga, Rinjani ada di sana.
"Gusy, lihat, gue udah sampe di Bandara. Sssttt, ini pertama kalinya gue naik pesawat. Pertama kali juga gue menginjakan kaki di Bandara. Demi Rinjani, gue bisa melawan rasa takut. Demi Rinjani gue siap nyasar di negeri orang."
Putra melihat sekeliling, Anis sang ibu tersenyum di apit Anton dan istrinya.
"Hati-hati, Put. Jangan lupa salat. Jangan makan makanan gak halal. Ibu yakin, kamu pasti bertemu Rinjani." Anis memeluk anak lelakinya erat, dia sedikit terisak. Hanya saja wanita tua itu berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Semangat, Bro. Jangan lupa oleh-olehnya." Anton merangkul Putra. Tidak banyak kata-kata yang mampu dia ucapkan. Karena dia tahu, kepergiaan Putra ke Thailand adalah satu hal yang sia-sia.
"Makasih, Bang, jagain ponakan gue baik-baik ya," tutur Putra, dia melirik sekilas ke arah perut istrinya Anton yang sudah mulai kelihatan buncit.
Kemudian Putra berpesan pada sepupunya, "Lif, nitip ibu, ya. Nitip percetakan juga, kontrol aja minimal dua minggu sekali. Gue percayakan semuanya sama Lo."
Ketakutan Putra tidak beralasan, ternyata naik pesawat tidak seperti yang dia bayangkan. Bahkan perjalanan selama hampir empat jam rasanya lebih cepat dibandingkan dengan perjalanan menuju kota Garut saat musim mudik tiba.
Ditemani sebuah buku bersampul hijau Putra menikmati nyamannya perjalanan menggunakan burung besi yang gagah perkasa.
Lembar demi lembar Putra membaca curahan hati Rinjani. Tertulis dengan barisan huruf yang rapi dengan kata-kata yang dirangkai bagai seorang pujangga. Sangat Indah.
Berkali-kali dia merasa tersanjung dengan pujian Rinjani. Namun, berkali-kali dia juga merasa jadi orang paling berengsek kala Rinjani menuliskan kesedihannya.
Kapan cinta itu datang dia tidak tahu. Yang pasti, ketika Rinjani pergi dia baru mengerti, ada cinta yang begitu besar yang sengaja dia abaikan. Sengaja dia sembunyikan dibalik persahabatan.
Bandung, 11 Januari 2015
Kang Arman menyanyikan lagu sebelas Januari khusus untuk orang yang dia cintai. Sayangnya aku tidak dapat mengikuti jejaknya.
Jangankan nulis lagu, bikin catatan ini saja, mikirnya lama, kepotong makan seblak, kepotong nyuci piring dan kepotong bayangin wajah Putra.
Aku selalu suka senyuman Putra. Memabukkan.
Semua tentang Putra meski menyakitkan rasanya bagai candu. Aku rela menghabiskan waktu menatap wajahnya saat mendesain gambar pesanan klien. Wajahnya yang tampan nampak begitu lucu kala alis tebalnya mengkerut hampir bersatu. Berkali-kali aku hampir menyentuh kerutan di antara alisnya. Sayangnya aku tak seberani itu.
Aku bukan Kang Arman Maulana, tetapi ada satu lagu yang sangat cocok untuk Putra. Mewakili perasaanku, seluruhnya. Lagu yang selalu aku putar kala merindukan lelaki itu. Lagu yang selalu memberikan kekuatan kala dia melukai perasaanku lagi dan lagi. Apakah aku terlalu bodoh karena tidak pernah berani mengungkapkan seluruh perasaanku? Entahlah, aku hanya takut sesudahnya kebersamaan kami tiba-tiba berubah. Begini saja sudah cukup.
You're falling star
You're gateaway car
You're the line in the sand
When I go to far
You're the swimming pool
On an August day
And you're the perfect thing to say
And you play it coy
But it's kinda cute
Oh when you smile at me
You know exactly what you do.
Putra tidak sanggup melanjutkan. Dia tutup catatan harian Rinjani dan mendekapnya erat. Hingga pesawat yang dia tumpangi mendarat di Bandar udara Don Mueang buku itu tetap berada dalam dekapan.
Sepupunya bilang, Putra tinggal ikuti saja orang-orang yang satu pesawat dengannya menuju bagian pemeriksaan. Nyatanya memang mudah, persis seperti yang Alif katakan.
Para penumpang keluar menuju imigrasi, Putra sudah mempersiapkan departure card yang dia dapatkan di pesawat. Sesampainya di bagian imigrasi dia menyerahkan paspor dan departure card yang sudah di isi pada petugas. Lelaki itu mengisi beberapa point yang wajib dilengkapi mulai dari data pribadi, nomor penerbangan, alamat lengkap penginapan selama di Thailand, hingga keterangan berapa lama pria itu akan tinggal di negara ini.
Setelah urusannya di bagian imigrasi selesai, dia mengambil bagasi di Luggage belts. Putra lega, dia menyalakan kamera dan mulai merekam. Keindahan bandara tersebut harus dia abadikan. Tidak ada kebahagiaan lain selain hari ini, dimana dia akan menjemput seorang bidadari.
"Selamat datang di Thailand guys, Perjalanan pertama pengalaman pertama, amazing! Di sini ramai banget. Tempatnya juga Indah. Gue bahagia banget karena selangkah lagi gue bisa bertemu dengan Rinjani. Oke sambil jalan, ya. Milly mungkin sudah nunggu gue. Ayo kita cari Milly-Milly sohibnya si Alif. Jangan lupa share video ini sebanyak-banyaknya. Semakin banyak yang share, semakin besar peluang Rinjani melihat video ini."
Sambil terus merekam, Putra mencari keberadaan Milly. Hingga tepukan lembut dia rasakan di bahunya. Perempuan dengan tinggi menjulang tersenyum manis kepadanya.
“Kakaknya Alif, Putra?” tanya perempuan itu. Putra mengangguk riang.
“Hai,” sapa Putra.
“Selamat datang di Thailand, Putra.”
“Hai Milly, mohon bantuannya, ya. Perjalanan pertama ini, dan aku gak tau jalan,” ucap Putra polos.
Milly tertawa renyah, terdengar merdu di telinga Putra. Lalu dia berkata dalam hati, pantas saja Alif betah di Thailand, ternyata partnernya secantik ini. Dan seketika dia tersadar akan tujuannya, dia tidak boleh melirik perempuan lain demi Rinjani. Dia harus mendapatkan kembali perempuan itu, membawanya pulang dan memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki.